Larangan
Larangan
Menit kedua : Degdegdegdegdegdegdeg
Menit ketiga : Degdegdegdegdegdegdeg
.
.
.
.
Menit ke sepuluh : Degdegdegdegdegdegdeg
Kenapa? Kenapa? Kenapaaaaa?
Padahal sudah menanti sepuluh menit tapi kenapa debaran jantungnya tidak mau mereda???
Chleo merasa tubuhnya panas padahal cuaca sangat dingin karena sebentar lagi mereka akan memasuki musim dingin. Semenjak dia mendengar bahwa besok Axel akan menjemputnya, debaran jantung Chleo serasa tidak pernah lelah untuk berpacu dengan kencang.
Aneh sekali. Ada apa dengannya? Apakah dia sakit? Dia tidak pernah mengalami debaran seperti ini sebelumnya.
Chleo membuka jendela rumahnya lebar-lebar agar hawa dingin menerpa tubuhnya yang terasa panas.
Meskipun tubuhnya sudah diserang hawa dingin masih belum meredakan suhu panas diwajahnya.
Pada akhirnya dia berjalan mengitari ruangan rumah sambil melompat-lompat tidak jelas. Dia berpikir mungkin debaran jantungnya akan mereda jika fisiknya merasa lelah.
Sayangnya, bahkan setelah memutari ruangan utama yang cukup luas sebanyak sepuluh kali, debaran jantungnya malah tidak mereda. Justru semakin meningkat.
Kenapa bisa begitu?
Chleo mencoba cara lain. Dia menyetel sebuah lagu yang populer kemudian dia menari mengikuti irama musik tersebut. Sudah lama dia tidak menari dan nyaris melupakan gerakan yang merupakan iringan lagu yang dipasangnya.
Pada akhirnya dia membiarkan tubuhnya bergerak sesuai dengan apa yang diingat tubuhnya. Kata orang, meskipun otak telah melupakan sesuatu, tapi terkadang tubuh dan hatinya masih mengingatnya dengan jelas.
Dan itu terbukti. Dia melupakan hampir semua gerakan yang sempat tersimpan di otaknya. Tapi ketika dia membiarkan tubuhnya bergerak sendiri tanpa diperintah otak, dia bisa menari dengan gerakan yang tepat dan sempurna.
Lagu yang dipasangnya berjalan kurang lebih lima menit dan itu cukup membuat tubuh fisiknya terasa lelah luar biasa. Dia membiarkan tubuhnya merosot ke bawah lalu berbaring di lantai yang dingin.
Ah, enaknya. Dia sudah melepas jaketnya sehingga kini dia hanya memakai tanktop serta celana jeans biasa. Punggungnya yang menempel ke lantai dingin sangat membuatnya nyaman.
Debaran jantungnya juga berangsur mereda setelah berbaring di atas lantai selama beberapa menit. Setidaknya untuk saat ini pikirannya teralihkan.
Chleo masih merasa enggan untuk bangkit berdiri. Sepasang mata coklatnya memandang ke langit rumahnya. Dia berpikir sejenak apa-apa yang harus dikerjakannya hari ini untuk besok.
Dia harus mengambil buku hasil karya designnya di studionya untuk dikumpulkan besok. Lalu dia juga harus memikirkan Ashley yang memiliki bukti palsu untuk memfitnahnya. Dia harus memikirkan jalan keluar agar dia tidak masuk kedalam jebakan gadis itu.
Kemudian dia juga harus mengecek email apakah dia diterima magang di sebuah perusahaan atau tidak.
Email!
Chleo langsung teringat akan hal ini. Sebentar lagi liburan akhir semester akan tiba dan dia ingin menggunakan kesempatan liburan ini untuk magang di sebuah perusahaan fashion.
Beberapa minggu yang lalu dia sudah memberikan lamaran pada tiga perusahaan. Salah satunya dia menggunakan koneksi salah satu teman kuliahnya yang sempat mengikuti kelas filosofi yang sama.
Sementara dua perusahaan lainnya dia tidak menggunakan koneksi apa-apa.
Chleo bangkit berdiri dan langsung segera mengambil laptopnya. Kalau sesuai jadwal, seharusnya tadi siang dia sudah menerima jawaban. Karena itu dia langsung membuka inbox emailnya dan menunggu hasilnya dengan sabar.
Begitu tampilan inbox emailnya keluar, Chleo mengernyit bingung.
Kosong. Tidak ada surel baru.
Ada apa ini? Bukankah seharusnya dia sudah mendapatkan respon?
Dia mulai libur minggu depan, dan mulai minggu depan pula dia berharap bisa langsung segera bekerja untuk mengisi kekosongan jadwalnya.
Biar bagaimanapun dia masih muda dan memiliki energi yang besar. Dia pasti akan bosan setengah mati kalau tidak ada kegiatan yang mengisi waktu liburannya.
Chleo segera menghubungi temannya yang merupakan anak dari pihak HRD di salah satu perusahaan yang dilamarnya.
"Hai Nia. Ini aku. Aku ingin tanya, apakah bagian HRD masih belum memproses surat lamaranku?"
"Ah, soal itu. Maaf, Chleo. Tapi sepertinya mereka tidak bisa mempekerjakanmu. Aku baru dapat info dari ayahku."
"Ha? Kenapa?"
"Aku tidak tahu kejelasannya. Tapi ayahku dengar rumor katanya ada pihak yang berkuasa melarang tiap perusahaan di daerah Washington menerima Chleo West sebagai pegawai magang."
"HA?! Bagaimana bisa begitu?"
"Maaf, aku juga tidak tahu apa-apa. Ayahku juga tidak bisa berbuat apa-apa."
"Ah, tidak apa-apa. Terima kasih sudah memberitahuku."
"Chleo, apakah kau menyinggung seseorang? Kenapa ada orang yang menghalangimu seperti ini?"
"Aku..." teringatlah Chleo akan Ashley yang akhir-akhir ini berusaha memojokkannya.
Apakah mungkin karena perempuan itu?
Dugaan terbesar Chleo adalah Ashley Grey. Hanya saja dia juga merasa ragu. Meskipun ayahnya adalah seorang gubernur, Mr. Grey tidak mungkin mau repot-repot menghubungi satu per satu perusahaan hanya untuk melarang mereka menerima lamaran pekerjaannya, kan?
Lagipula tidak semua perusahaan merasa takut pada kekuasaan sang gubernur. Ada juga yang tidak menyukai kebijakan Mr. Grey sebagai gubernur mereka.
"Nia, apakah mungkin kau tahu siapa kira-kira yang melarang perusahaan untuk mempekerjakanku?"
"Aku tidak tahu apakah ini benar atau tidak."
Chleo mendengarkan kalimat sahabatnya dengan santai sambil mengambil segelas air untuk diteguknya. Tiba-tiba dia merasa haus. Mungkin karena terlalu lelah karena menari terlalu ekstrim tadi.
Lagipula dia tidak perlu merasa takut kalau seandainya memang pelaku utama yang menyerangnya adalah keluarga Ashley. Toh, dia tinggal meminta bantuan paman Darrel di Washington.
"Aku dengar, pendiri Flex grup yang menyebarkan larangan ini ke semua perusahaan di daerah Washington."
Uhuk.. uhuk.. uhuk...! Chleo tersedak minumannya mendengar jawaban dari temannya.
Baiklah, Chleo tidak mengharapkan jawaban itu. Apa katanya? Pendiri Flex grup? Maksudnya adalah Vincentius Regnz?! Berarti ayahnya sendiri?!
Chleo masih memukuli dadanya untuk meredakan batuknya akibat tersedak minumannya.
"Chleo! Kau baik-baik saja? Ada apa denganmu?" terdengar jelas nada khawatir pada sahabatnya.
"Aku baik-baik saja. Aku akan mengubungimu lagi. Sampai jumpa!" Chleo langsung memutuskan koneksi panggilannya begitu dia mengucapkan kalimat terakhirnya.
Dia memijat keningnya dengan frustrasi. Tadinya dia berpikir dia bisa meminta bantuan paman Darrel untuk mengatasi hal larangan ini.
Tapi kalau ternyata ayahnya sendiri yang memberikan larangan tersebut, mana mungkin paman Darrel mau membantunya?
Chleo mengambil kembali ponsel miliknya dan langsung menghubungi ibunya.
Satu kali.. dua kali.. tiga kali...
Hingga deringan ke sepuluh, ibunya tidak menjawab panggilannya. Pasti disengaja! Gerutu Chleo dengan jengkel.
Lalu dia memutuskan menghubungi ayahnya langsung yang ternyata juga tidak diangkat. Nah, apakah sekarang orangtuanya tidak akan mengangkat panggilannya?
Mereka pasti sengaja tidak mengangkat panggilannya agar Chleo segera kembali ke New York begitu liburan akhir semester dimulai. Tentu saja ayahnya itu pasti akan membujuknya untuk magang di salah satu anak cabang perusahaan yang dipegang Flex grup.
Ugh! Ayahnya melanggar janji! Padahal Vincent telah berjanji untuk tidak ikut campur urusan studinya di kampus ini.
Karena tidak tahu lagi harus menghubungi siapa, Chleo memutuskan untuk memanggil salah satu pengawalnya yang selalu melindunginya secara rahasia.
"Tuan besar dan nyonya ada di Bali nona. Mereka sedang bulan madu."
"..." Chleo menghela napas pasrah. Memangnya sudah berapa kali kedua orangtuanya berbulan madu? Mereka selalu berbulan madu tiap kali kedua anaknya pergi keluar kota.
Chleo masih di Seattle, sementara Diego ada di Washington bersama Paman Darrel. Tentunya, Vincent tidak akan menyia-nyiakan kesempatan berduaan dengan istrinya.
Apakah ayahnya harus menyempatkan diri untuk memberi larangan khusus untuknya selama honeymoon? Chleo sungguh berharap ayahnya hanya fokus pada acara bulan madunya saja!