Tidak Merasakan Apa-Apa
Tidak Merasakan Apa-Apa
Seperti misal toko wafle kesukaannya dan juga bar tempat favoritnya.
"Master, apa ada lagi yang bisa saya lakukan?" tanya Dexter dengan sopan membuat sebelah alis X terangkat.
"Sudah berapa kali harus kubilang, selama kita ada disini status kita adalah teman dekat. Apa yang akan dikatakan orang jika mereka mendengarmu memanggilku master?"
"Ah, maaf. Sulit merubah kebiasaan."
"Mulai sekarang biasakan. Lagipula, kita berdua tampak seumuran. Seharusnya akan lebih mudah bagimu."
"Baik. Akan aku lakukan." jawab Dexter dengan senyuman lebar. "Uhm.. malam ini apa aku boleh keluar sebentar? Aku janji pada Eve akan makan malam dengannya."
"Lakukan saja apa yang ingin kau lakukan. Saat aku bilang status kita adalah sahabat, aku serius dengan ucapanku. Perlakukan aku seperti sahabat dan lakukan apa saja yang kau inginkan."
"Baik. Terima kasih." Kemudian Dexter segera pergi untuk bersiap-siap berkencan dengan kekasihnya. "Kalau begitu, apakah aku boleh tidak tinggal disini? Aku akan tinggal di apertemen dekat kantor perusahaan saja."
"Dex, lakukan saja apa yang kau inginkan. Tinggal disini, di apertemen, di hotel, terserah kau. Dan jangan terlalu bersikap formal padaku!"
"Ah, baiklah. Aku akan melakukannya." sambung Dex dengan wajah sumringah.
"Master, apakah anda ingin berkeliling terlebih dulu?" Kali ini seorang butler yang menghampirinya.
"Tidak. Aku akan beristirahat lebih dulu. Dimana kamarku?"
Setelah butler menunjukkan ruang kamar serta ruang kerjanya, X membuka portal ke dunia astralnya didalam ruang kerjanya. Tidak lama kemudian, Fye muncul dan keluar dari portal tersebut.
"Kita sudah sampai?" tanya Fye begitu melangkah keluar dari lingkaran portal.
"Hm. Kita sudah sampai. Aku akan menunjukkan kamarmu."
Fye merupakan buronan yang sedang dicari di kepolisian Inggris. Karena itu mereka tidak mau mengambil resiko kamera akan menangkap wajah Fye selama perjalanan mereka ke Amerika.
Itu sebabnya Axel membawa Fye ke dunia astralnya sementara dia sendiri yang melakukan perjalanan ke Amerika sebagai identitas barunya. Barulah setelah sampai di Amerika, Axel akan mengeluarkan Fye dari dunia astralnya.
Dia bisa saja langsung melakukan teleport ke Amerika, tapi dia tidak akan bisa membeli rumah ataupun tinggal disana mengingat sebuah identitas sangatlah penting. Karena itu dia harus melakukan perjalanan merepotkan ini agar pemerintah tidak menemui kejanggalan akan identitasnya.
"Sudah berjalan 4 tahun sejak itu, kau masih belum bisa membuka pintu gerbang astralmu sendiri?"
Fye menggeleng sedih. "Kalau aku bisa membukanya, sudah pasti aku akan bersembunyi disana seumur hidupku." Jawabnya. "Arrghh.. aku harus menunggu 6 tahun lagi baru bisa menggunakan pengendalian waktu."
"Apakah kau langsung akan menghapus ingatan semua orang di Inggris mengenaimu?"
"Tentu saja. Dengan begitu aku tidak perlu bersembunyi lagi." Jawab Fye dengan keyakinan penuh.
Axel memperhatikan ekspresi raja violet saat ini. Tampaknya wanita itu sudah tidak takut lagi? Bukankah hal ini merupakan kabar bagus?
"Ngomong-ngomong, apakah kau sudah bertemu dengannya? Bukankah Dex bilang ada kemungkinan anak itu ikut menjemput kalian? Apakah memang anak itu?"
"Hm. Memang anak itu." X menjawabnya dengan menganggukkan kepala.
"Jadi bagaimana? Bagaimana perasaanmu?"
"Seperti yang kuduga, aku tidak merasakan apa-apa terhadapnya. Apa kau yakin dia adalah orang yang kucintai?"
"Aku yakin. Bagaimana mungkin kau tidak merasakan apapun padanya? Aku tidak mempercayainya. Kau begitu mencintainya hingga memaksanya menikahimu, lalu memutuskan untuk bunuh diri karena tidak tahan melihatnya meninggalkan dunia ini. Bukankah itu sebabnya kau memintaku memutar waktu hingga 20 tahun? Kalau kau sama sekali tidak mencintainya, lalu untuk apa aku memutar waktu kembali sebanyak 20 tahun?" Omel Fye panjang lebar melihat raja biru yang pernah dibantunya ini menyerah begitu saja.
Axel menggaruk kepala tidak tahu harus menjawab seperti apa. Mungkin karena mereka sudah bersama selama 4 tahun ini, hubungan antara kedua raja warna ini semakin dekat. Karena itu Axel merasa nyaman jika dia mengeluarkan isi hatinya. Dia merasa seperti memiliki seorang saudara perempuan.
"Sebenarnya, saat aku menjabat tangannya, ada sebuah bayangan lain muncul di otakku."
"Benarkah? Bayangan seperti apa?"
"Entahlah. Yang ini tidak pernah muncul sebelumnya."
"Apakah mungkin.. ingatanmu? Mungkin kau harus sering bersama dengan anak itu agar ingatanmu kembali." Fye mulai kembali bersemangat memikirkan kemungkinan ini. Dia yakin sekali, begitu ingatan Axel kembali, pria ini tidak akan ragu lagi dan pasti mengejar Chleo hingga dia dapatkan.
"Kalau begitu aku tidak perlu bertemu dengannya."
"Ha?"
"Ingatan yang baru saja kuingat, bukanlah kenangan yang manis. Kurasa kami berdua tidak memiliki hubungan yang baik sehingga dia membenciku. Mungkin dia akan lebih bahagia jika aku tidak pernah hadir kedalam kehidupannya."
Fye kembali merasa lemas mendengar ini. Kenapa raja warna yang satu ini begitu keras kepala?
"Lalu untuk apa kita datang kemari? Untuk apa aku mengorbankan kekuatanku selama 20 tahun ini? Untuk apa aku mengerahkan seluruh energiku untuk menghidupkan raja merah sebelumnya? Untuk apa aku repot-repot..."
"Baiklah aku akan menemuinya." Potong Axel dengan kesal. "Berhentilah mengeluh seperti itu."
Fye tersenyum penuh kemenangan. "Kau sudah janji. Kau harus menemuinya setelah ini. Sekarang, aku ingin beristirahat lalu mengeksplor tempat ini." Sahutnya sambil beranjak pergi keluar dari ruangan.
"Jangan membuat masalah lagi. Aku tidak akan bisa membantu jika kau terlibat masalah disini. Kekuasaanku terbatas disini."
"Iya iya. Ah, aku akan membuat tamanku di belakang ya. Kau tidak keberatan kan?"
Axel mendesah pasrah melihat Fye langsung menghilang tanpa mendengar jawabannya. Lalu dia juga turut hendak keluar untuk beristirahat di kamarnya ketika matanya menangkap sesuatu di atas meja kerjanya.
Sebuah foto... tidak lain adalah foto Chleora Regnz yang sedang tersenyum.
Axel mendecak kesal karena yakin pasti Dexter yang menyuruh butlernya menaruh foto itu di atas meja kerjanya. Tidak Rothbart, tidak Fye, tidak Dexter, semuanya berusaha membujuknya untuk mendekati Chleo. Padahal dia sama sekali tidak merasakan ketertarikan yang kuat terhadap gadis itu.
Axel memandang foto itu dengan seksama. Rambut hitam panjang dengan dihiasi highlight cokat, sepasang mata bulat bewarna coklat terang serta sepasang bibir mungil yang terlihat manis ketika tersenyum. Harus dia akui, Chleora Regnz memang memiliki kecantikan yang unik. Untuk sekilas anak itu terlihat seperti orang Asia disaat bersamaan seperti orang Eropa. Apakah mungkin anak itu berdarah campuran Asia-Eropa?
'Pangeran Es!'
Deg.
Siapa? Siapa yang memanggilnya? Axel mengarahkan pandangannya ke seluruh ruangan untuk mencari sumber suara tersebut.
Tunggu! Namanya bukanlah pangeran es! Kenapa dia bisa yakin nama itu ditujukan untuknya? Dan lagi suara yang didengarnya seperti suara anak kecil. Siapa?
Axel masih mencari sosok anak kecil didalam ruang kerjanya ketika ada pusaran angin kecil terbentuk di belakangnya. Axel menoleh kebelakangnya merasa ada angin disana dan sangat terkejut melihat apa yang ada disana.
Seorang anak kecil berambut hitam dengan senyuman lebar menghiasi wajahnya. Anak ini terlihat mirip sekali dengan Chleora Regnz?
"Aku akan menunggumu. Kali ini aku tidak akan ragu dan juga tidak akan menyerah. Jadi, tolong jangan menyerah sekarang. Ya?"
Tidak lama kemudian bayangan anak itu menghilang menjadi satu dengan pusaran angin yang kini melesat keluar melalui jendela. Axel merasakan sesuatu mengalir di pipinya dan baru sadar dia meneteskan air mata. Dia menangis? Kenapa dia menangis? Kenapa dadanya terasa sesak?
Disaat bersamaan angin yang melesat keluar dari jendela, terbang menuju ke rumah sederhana Chleo. Angin tersebut menyeliputi seluruh tubuh Chleo tanpa disadarinya lalu meresap masuk kedalam tubuhnya membuat seluruh tubuhnya menggigil kedinginan.
"Brrr.. Malam ini dingin sekali." Chleo terpaksa menghentikan essaynya untuk menutup jendela yang entah sejak kapan terbuka.
Lalu dia melanjutkan essaynya karena memutuskan untuk segera menyelesaikan essaynya malam ini agar bisa diserahkan ke dosennya pada hari Senin.