Alasan Diego
Alasan Diego
"Diego, bagaimana menurutmu? Apa yang harus aku lakukan?"
"..." Diego masih tidak bersuara dan hanya mengulas senyum saja.
"Saat ini aku bisa menghindar dari ini. Besok dia akan berangkat dan tidak tahu kapan bisa kembali. Setidaknya sementara waktu kami masih bisa berkomunikasi seperti teman biasa."
"..."
"Tapi, apa yang harus aku lakukan begitu dia kembali?"
"..."
"Diego, aku benar-benar tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Kenapa kau diam saja? Biasanya kau akan berceloteh tiada henti."
"Hmm..hm...hm..." oceh Diego sambil melambaikan tangannya menunjuk ke arah mulutnya yang sudah 'dikunci' rapat beberapa saat lalu.
Melihat gerakan adiknya membuat Chleo jengkel. Saat-saat seperti ini, adiknya malah bergurau?
"Hentikan. Bicara saja kalau kau mau berbicara."
"Hmmm..hmm.." gumam Diego sambil menggelengkan kepala dengan keras menunjukkan dia benar-benar tidak bisa bicara.
"Baiklah. Apa yang seharusnya aku lakukan agar kau bisa bicara lagi?" desah Chleo menyerah menanggapi kejahilan adiknya yang sudah tidak bisa ditolong lagi.
"Hm.." Diego mengembangkan telapak tangannya seolah menyuruhnya menunggu.
Lalu dia bangkit berdiri dan berjalan kearah dia melempar 'sesuatu'. Chleo hanya geleng-geleng pasrah melihat adiknya begitu serius mencari 'sesuatu' yang sudah dilemparnya sebelum dia memulai ceritanya.
Diego memekik girang begitu menemukan 'sesuatu' yang tidak lain adalah kunci yang menutup rapat bibirnya. Diego menunjukkan 'sesuatu' tersebut pada Chleo yang tentu saja... tak terlihat. Chleo memutar kedua matanya ketika melihat Diego memutar kunci kasat mata tersebut untuk membuka kedua bibirnya.
"Puah! Akhirnya aku bisa bicara juga!" seru Diego secara berlebihan membuat Chleo mengambil napas berat.
"Kenapa aku punya adik sepertimu? Tidak bisakah aku memiliki seorang adik 'normal'?" tanya Chleo dengan suara sangat pelan yang masih bisa didengar oleh sang adik.
"Kau tahu kau tidak bisa memilih siapa yang akan menjadi adikmu." Ujar Diego dengan nada jenaka. Dia sama sekali tidak tersinggung dengan ucapan kakaknya. Justru sebaliknya, dia malah menganggapnya lucu karena dia tahu Chleo sama sekali tidak serius dengan ucapannya. "Sama seperti kita tidak bisa memilih siapa yang menjadi orang tua kita. Tapi... kita bisa memilih siapa yang akan menjadi pasangan kita."
Chleo terkesiap ketika mendengar nada serius tiba-tiba keluar dari mulut adiknya. Dia masih belum terbiasa dengan perubahan sikap adiknya. Terkadang terlihat seperti bercanda, detik berikutnya terlihat sedang serius dalam tiap ucapannya.
Dalam hal ini, Diego sama persis dengan ayah mereka, Vincentius Regnz. Vincent paling terkenal dengan memalsukan pembawaannya ketika bertemu dengan orang asing. Dia bersikap seperti lemah, mudah bergaul dan mudah ditipu. Tapi sebaliknya, Vincent yang sebenarnya sangat cerdik, waspada dan mudah menghadang siapapun yang ingin menyerang keluarganya.
Bisa dibilang pasangan ayah anak ini merupakan binatang buas didalam kulit domba.
"Kita bisa memilih pasangan kita?"
"Walaupun papa mama dan aku sangat menyukai kak Alexis, bukan berarti kami memaksa kakak menerima perasaannya. Yang akan menjalani hidup bersamanya adalah kakak. Yang tahu apakah kakak akan bahagia atau tidak adalah kakak sendiri. Semua keputusan akhir ada pada kakak. Kakak berhak menerimanya, dan juga memiliki hak untuk menolaknya."
"Diego.." awww.. Chleo tidak bisa tidak merasa haru. Betapa dewasanya adiknya ini. Terkadang posisi mereka terbalik dan Diego yang menjadi seperti kakaknya.
Seandainya Diego lahir duluan dan menjadi kakaknya, Chleo pasti akan memujanya dan akan menuruti semua yang diperintahkan sang kakak.
Meskipun begitu Chleo juga tidak merasa keberatan menjadi seorang kakak bagi Diego. Dia malah merasa dia belum berbuat banyak untuk Diego sehingga adiknya itu bisa menyayanginya seperti ini, tapi sang adik terus membelanya dan mendukungnya. Seolah Diegolah sang kakak yang memanjakan serta memberi kasih sayangnya pada sang adik secara berlebih.
Chleo sama sekali tidak tahu, meskipun Chleo tidak berbuat banyak, tapi perhatiannya terhadap Diegolah yang membuat pemuda itu sangat menyayangi dan melindungi kakaknya.
Diego masih ingat betul ketika dia masih berusia 4 tahun, ada sebuah virus penyakit yang lagi mewabah disekitarnya. Anak-anak dibawah 10 tahun sangat rentan terkena penyakit ini dan Diego merupakan salah satu korbannya.
Agar penyakit Diego tidak menyebar ke anak-anak lain, kedua orangtuanya mengisolasikan Diego didalam kamar selama 1 minggu penuh. Mereka memang menemani Diego dan tidak membiarkannya seorang diri, tapi tetap saja Diego kecil masih ingin bermain bersama saudara sepupunya yang seusia dengannya.
Melihat orang dewasa saja yang menemaninya bermain kurang menyenangkan. Dia paling antusias kalau Chleo mengunjungi kamarnya diam-diam untuk menemaninya bermain. Waktu itu Diego tidak mengerti kenapa kedua orangtuanya selalu memarahi Chleo ketika ketahuan masuk kekamarnya. Waktu itu dia tidak tahu kalau Chleo datang ke kamarnya bisa beresiko akan tertular.
Dan benar saja. Tidak lama setelah Diego sembuh, Chleo yang jatuh sakit. Saat itulah barulah dia mengerti alasan kenapa kedua orang tuanya mengisolasi dirinya yang sering demam dan mual. Kini kakaknya juga terisolasi didalam kamarnya agar tidak kembali menularinya.
Hanya saja, Diego tahu perasaan kesepian seorang diri didalam kamar. Kedua orang tua mereka tidak mungkin menemani anaknya didalam kamar 24 jam penuh kan? Pasti ada saat ketika mereka harus bekerja atau mengurusi kegiatan rumah lainnya.
Karena itu Diego menyelinap keluar dan mencoba masuk ke kamar kakaknya. Sayangnya, Chleo mengunci pintu kamarnya dan tidak mengizinkan Diego masuk.
Tidak peduli seberapa keras dia mengetuk pintu kamar Chleo dan memanggil kakaknya untuk keluar, Chleo sama sekali tidak membukanya. Diego bahkan menangis hingga meraung-raung saking rindunya akan kakaknya di hari ke 5, tapi Chleo tetap bersikeras tidak membuka pintu untuknya.
Barulah setelah Chleo sembuh total, tidak perlu Diego yang mendatanginya, Chleo sudah masuk ke kamarnya terlebih dulu dan langsung menciumi wajahnya berulang kali. Diego langsung tahu kalau kakaknya juga sama merindukannya seperti dirinya.
Tidak berhenti disitu, Chleo selalu melindunginya dan membelanya ketika Diego diperlakukan tidak adil oleh teman sekolahnya. Dulu Diego adalah anak yang cengeng dan penakut, sehingga dia menjadi bahan tertawaan di sekolah. Tiap kali Chleo melihat dirinya ditertawakan, Chleo selalu membela dan memarahi teman-temannya dengan garang.
Semenjak itu, Diego memutuskan untuk tidak menjadi penakut. Dia memutuskan untuk menjadi kuat agar suatu saat nanti dia bisa melindungi kakaknya.
Itu sebabnya dia langsung memiliki impian untuk menjadi seperti seorang Darrel Alvianc. Sosok seseorang yang memiliki wibawa yang akan membuat lawannya merasa segan disaat bersamaan gemetar ketakutan melihatnya.
Itu sebabnya, di dunia ini.. orang yang pertama kali akan membela Chleo dan bersikap bias tidak peduli apapun yang diperbuat Chleo.. adalah adiknya sendiri, Diego Regnz.