Niatan Untuk Menikah
Niatan Untuk Menikah
"Benar. Cantik sekali." Balas Alexis menyetujui ungkapan Chleo. Hanya saja pemuda itu tidak sedang memandang matahari terbenam, melainkan sedang memandang perempuan yang berdiri disebelahnya.
"Bagaimana kau tahu ada tempat...." kalimatnya terputus begitu dia menoleh ke arah Alexis. Chleo baru sadar, pemuda disebelahnya sedang menatapnya dengan penuh kekaguman. Sejak kapan Alexis memandanginya?
Apakah mungkin... pujian yang keluar dari mulut Alexis tadi ditujukkan untuknya?
Memikirkan kemungkinan ini membuat rona wajah Chleo semakin memerah.
Chleo melepaskan diri dari genggaman Alexis lalu mengangkat kedua tangannya menghalangi pandangan pemuda itu.
"Chleo? Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Alexis bingung.
"Jangan memandangiku seperti itu." bisik Chleo malu-malu membuat Alexis tersenyum kecil.
"Kenapa?"
"Aku malu." Jawab Chleo dengan jujur membuat Alexis tidak bisa menahan tawanya. Ah, kenapa perempuan yang disukainya ini begitu menggemaskan sih?
Di awal dia melihat sebuah foto di atas meja kerja Vincent ketika dia bekerja sebagai pegawai magang 2 tahun yang lalu, Alexis sama sekali tidak merasakan apa-apa.
Tapi siapa yang menyangka, beberapa hari kemudian dia malah bertabrakan dengan Chleo di depan pintu lift. Saat itu juga dia merasa jatuh cinta pada pandangan pertama.
Waktu itu dia merasa tidak asing dengan wajah Chleo yang ternyata dia memang pernah melihat wajahnya melalui foto. Setelah tahu ternyata gadis pujaannya adalah putri sulung Vincentius Regnz, dia memutuskan memberikan kesan terbaiknya di mata pemilik Flex grup itu.
Secara perlahan dia memenangkan hati seluruh keluarga Regnz termasuk Diego yang katanya selalu bersikap sinis dan arogan terhadap pria yang mendekati Chleo.
Kini yang tersisa hanyalah memenangkan hati gadis pujaannya.
Alexis bergerak untuk kembali menggenggam kedua tangan Chleo. Lalu membawa tangannya dan dia memberikan ciuman lembut pada punggung tangan gadis itu.
Chleo melongo tidak percaya melihatnya. Ini pertama kalinya dia menerima perlakuan seperti ini. Mau tidak mau harus dia akui, hatinya mulai tertuju pada pemuda satu ini.
Apakah mungkin.. sedari awal Chleo memang sudah menyukai Alexis?
"Mau ke tempat yang menyenangkan?" ajak Alexis tiba-tiba membuat Chleo terkesiap.
Belum sempat bertanya, Alexis sudah menuntunnya berjalan ke dalam mobilnya. Kemudian mobil mereka melesat cepat menuju ke The Great Wheel yang berada di pinggiran kota. Menyadari kearah mana mereka tuju, apalagi Chleo mulai melihat puncak gondola yang sedang berputar membuat Chleo sangat antusias.
Karena matahari sudah terbenam dan langit sudah gelap, banyak lampu yang sudah menyala menghiasi gondola tersebut. Belum lagi, lampu kota yang tampak berwarna-warni menujukkan keindahannya sendiri membuat suasana disekitar mereka semakin syadu dan romantis.
"Apakah kita akan naik?" tidak perlu dipertanyakan lagi. Chleo jelas sekali sangat menyukai rencana mereka yang akan duduk disalah satu gondola tersebut.
"Untuk apa kita datang kemari kalau tidak naik gondola?" seringai Alexis dengan puas melihat tatapan berbinar-binar pada Chleora.
Ajaibnya, mereka tidak perlu mengantri dan langsung dibawa masuk ke salah satu gondola disana. Dan ternyata yang mereka naiki bukan gondola biasa yang bisa memuat 8 orang. Yang ini gondola vip yang hanya memiliki 4 kursi tapi memiliki kursi kulit bewarna merah dan lantainya terbuat dari kaca.
Didalamnya terdapat 4 balon bewarna pink di tiap sudut ruang serta tebaran kelopak bunga putih di atas kursi. Dipojokan kursi yang akan didudukinya ada buket bunga mawar merah yang diatur dengan begitu rupa.
Sekali lihat, Chleo langsung tahu ini semua pasti sudah disiapkan oleh Alexis sebelumnya. Mendapat perlakuan seperti ini oleh seorang pemuda tampan berkarisma, gadis mana yang tidak akan luluh?
Begitu mereka masuk ke dalam dan pintu ditutup dari luar, gondola yang mereka naiki mulai bergerak ke atas secara perlahan-lahan. Tanpa menunggu lagi, Chleo langsung memandang keluar memandang kilauan warna-warni dari lampu penerangan kota.
Semuanya sungguh terlihat menyilaukan membuatnya terpesona. Semenjak dia tinggal di Seatte, Chleo memang selalu ingin naik bianglala disini. Tapi dia tidak memiliki waktu karena padatnya jadwal kuliahnya. Dia dan Evie sama-sama ingin menyelesaikan kuliah mereka dalam waktu 3 tahun saja. Kalaupun tidak bisa, paling lambat 3,5 tahun.
Pada dasarnya, mereka berdua sama-sama tidak suka belajar jadi lebih memilih langsung menghabiskan mata pelajaran kuliah di awal semester lalu sisanya diselesaikan di tahun terakhir.
Karena itulah Chleo memforsir semua mata kuliahnya pada awal semester sehingga dia sama sekali tidak memiliki waktu untuk bersenang-senang.
Kini Alexis mengajaknya naik gondola yang memang sangat terkenal di kota ini, membuatnya merasa sangat senang.
"Kau menyukainya?"
"Aku sangat menyukainya. Terima kasih sudah membawaku kemari." Seru Chleo tidak berhenti mengumbar senyuman lebar.
Pandangannya masih terarah luar menyaksikan kelap-kelip lampu kota. Ini pertama kalinya dia melihat suasana malam kota Seattle setinggi ini. Ah, dia sungguh merasa senang sekali.
Ketika gondola mereka berada di puncak, Chleo merasakan pinggiran rambutnya disisirkan kebelakang daun telinganya. Hal ini membuyarkan keasyikannya dalam menikmati pemandangan. Pikirannya teralihkan dengan sentuhan hangat dari tangan pemuda yang duduk diseberangnya.
"Chleo, aku menyukaimu. Aku yakin kau sudah menyadarinya." tangan Alexis yang tadinya menyisir rambut Chleo bergerak turun untuk menggengam tangan gadis yang disukainya. "Semenjak mata kita beradu pertama kali, aku sudah terpesona. Jantungku berdebar dan aku tidak bisa menyingkirkanmu dari pikiranku. Aku sengaja mendekatimu dan menjadi teman dekatmu agar kita bisa saling mengenal satu sama lain. Aku juga sengaja menunggu waktu untuk menunjukkan niatanku agar kau bisa lebih fokus pada sekolahmu."
"Kau juga sengaja mendekati keluargaku agar mereka menghasutku untuk menerimamu." Lanjut Chleo dengan berpura-pura cemberut.
Alexis tertawa kecil mendengarnya. "Sepertinya aku berhasil. Mereka semua menyukaiku."
"Aku merasa kau ini adalah anak mereka dibandingkan aku." Lanjut Chleo semakin memanyunkan bibirnya yang mana malah membuat Alexis ingin mencicip bibir mungilnya. Tapi ia menahan diri. Dia harus menyelesaikan tujuannya mengajak gadis itu kencan hari ini.
"Chleora Regnz, aku jatuh cinta padamu. Maukah bersamaku? Bersama-sama saling mengenal, saling terbuka dan mungkin beberapa tahun lagi, kita bisa menikah dan memiliki anak untuk kita rawat."
Chleo terkesiap mendengarnya. Dia tahu cepat atau lambat Alexis akan mengajaknya kencan, tapi menikah? Dia sama sekali tidak pernah berpikir Alexis akan berpikir jauh kedepan.
"Kau.. ingin menikah denganku?"
Alexis tersenyum dengan sangat lembut sekali. "Aku dididik oleh orang yang cukup kolot. Jika aku ingin menjalani sebuah hubungan, maka harus ada niatan untuk menikahinya. Dan aku memutuskan semenjak aku bertemu denganmu... aku ingin kau yang menjadi pendamping hidupku. Aku mencintaimu."
Chleo kehabisan kata-kata mendengarnya. Ini adalah pertama kalinya dia merasakan dicintai. Ini pertama kalinya seorang pria memandangnya seperti Alexis memandangnya saat ini. Penuh cinta, mendamba dan juga sanggup memberi rasa aman dan hangat.
Dia yakin pemuda ini memang menyayanginya. Dia yakin kehidupannya yang mendatang akan diperlakukan bak seorang ratu oleh pemuda ini. Sebelum ini saja, pemuda itu sudah memperlakukannya dengan penuh kasih sayang, apalagi hari ini ketika pemuda itu memutuskan untuk mengungkapkan perasaannya. Alexis menggandeng tangannya, mencium punggung tangannya dan melakukan semua hal yang menyenangkan hatinya.
Tapi...
Kenapa hatinya tetap terasa dingin?
Kenapa dia merasa ada sebuah lubang besar didalam lubuk hatinya?