Gara-Gara Kalian!
Gara-Gara Kalian!
Gadis itu tidak lain adalah Chleora Regnz.
Dia sama sekali tidak bisa berkosentrasi memikirkan essaynya, karena saat ini pikirannya berpusat pada kejadian beberapa jam lalu.
(Flashback)
Alexis yang mendadak muncul di toko es krim tadi langsung segera duduk disebelahnya begitu Evie pindah ke seberang untuk duduk bersebelahan dengan Diego. Obrolan mereka ringan dan berbasa-basi sedikit sehingga membuat Chleo merasa nyaman.
Namun ketika pulang... Alexis menawarkan diri untuk mengantarnya pulang yang otomatis Diego ikut bersama mereka. Diego lebih memilih tinggal bersama Chleo daripada harus kembali ke Washington dan tinggal bersama Darrel. Diego memang sangat menyukai pamannya yang satu ini, tapi dia terlalu capek untuk melakukan perjalanan ke Washington yang hanya memakan waktu 1 jam dengan menggunakan mobil.
Yap. Itulah Diego. Dia terlalu capek.. lebih tepatnya terlalu malas untuk melakukan perjalanan. Jadi dia memutuskan untuk tinggal bersama kakaknya selama beberapa hari kedepan.
Begitu turun dari mobil, entah kenapa Diego bisa membaca pikiran Alexis dan langsung masuk ke dalam rumah meninggalkan Chleo berduaan dengan Alexis. Inilah yang membuat Chleo semakin gugup lagi.
"Bisakah kau meluangkan hari Jumat nanti? Ada yang ingin aku bicarakan."
"Hm. Aku rasa aku tidak bisa. Aku masih harus menyelesaikan essay. Deadline terakhir adalah minggu depan dan aku sama sekali belum memulainya."
Alexis tertawa renyah mendengarnya. "Tipikal Chleora sekali. Kau selalu mengerjakannya dengan mendadak. Kau tahu, kau harus merubah kebiasaanmu."
"Hhh.. kau sadar kau semakin mirip dengan ayahku. Kenapa semua orang selalu bicara aku harus merubah kebiasaanku?"
Alexis tertawa kecil lalu mengusap sayang ke atas puncak kepalanya. Hal ini membuat Chleo gugup untuk pertama kalinya. Selama ini dia bisa bersikap biasa karena hanya menganggap Alexis seperti kakaknya. Lagipula dia tidak punya kakak lelaki seperti ibunya, bahkan saudara sepupunya yang paling tua juga adalah perempuan.
Tapi.. kini setelah menyadari perasaan Alexis terhadapnya, dia tidak tahu apakah dia masih diizinkan menikmati curahan kasih pemuda ini... sebagai kakaknya atau tidak.
"Ehem..ehem.." Chleo berdehem beberapa kali untuk meredakan kecanggungannya. "Mau bagaimana lagi. Inspirasiku selalu muncul di hari-hari mendekati deadline. Aku juga tidak bisa apa-apa." gerutu Chleo sambil memanyunkan bibirnya sesuai kebiasaannya.
Ini memang sudah menjadi kebiasaannya sejak kecil. Jika dia sudah merasa nyaman dengan seseorang, tanpa sadar jiwa dirinya yang manja akan muncul dan dia akan mulai merajuk. Siapa yang menyangka justru sikapnya inilah yang menjadi karisma seorang Chleo.
"Baiklah. Aku juga tidak bisa berbuat apa-apa jika kau sibuk dengan essaymu. Tapi, hari Sabtu nanti aku akan berangkat ke Rusia. Aku tidak tahu kapan aku akan kembali."
"Kau akan pergi? Kenapa?" ah, kenapa hatinya merasa sedih mengetahui Alexis akan pergi jauh.
"Ada sesuatu yang harus kuurus disana. Karena itulah aku ingin mengajakmu bermain sebelum aku pergi. Tapi.. apa boleh buat kalau kau sibuk."
"Aku.." tiba-tiba saja Chleo tidak tahu harus merespon seperti apa. Ekspresi Alexis saat ini sungguh membuatnya kasihan dan tidak tega.
Pada akhirnya, Chleo mengiyakan ajakan pemuda itu dan sepakat akan bertemu hari Jumat setelah Chleo menyelesaikan kuliahnya.
Kini kalau setelah dipikir-pikir, apakah Chleo baru saja masuk kedalam jebakan pria itu? Lagipula, Alexis sangat ahli memikat hati keluarganya yang kini mendukung pemuda itu sepenuh-penuhnya untuuk mendapatkan hatinya.
Apalagi ini bukan yang pertama kalinya Alexis pulang pergi ke Rusia. Dia selalu akan kembali ke Amerika! Kenapa pemuda itu memberikan kesan seolah dia tidak akan pernah kembali ke Amerika?
Ugh!
"Aaaaaaaaaaaaa!!" teriak Chleo frustrasi sambil mengacak-acak rambutnya sendiri. "Ini semua gara-gara kalian!" tuduh Chleo sembarangan dengan kesal.
"Gara-gara siapa? Apa yang sedang kakak bicarakan?" tanya Diego dengan raut muka bingung. Apakah kepala kakaknya terbentur sesuatu? Kenapa kakaknya bicara seorang diri?
"Kau! Papa, mama, dan juga Evie. Semuanya gara-gara kalian!"
"Haa? Kenapa bisa gara-gara kami? Sebenarnya kami salah apa? Aku tidak melakukan apa-apa." jawab Diego dengan ekspresi polos tak berdosa. Sebenarnya dia bisa menduga alasan kenapa Chleo menyalahkan keluarganya, tapi Diego bersikap pura-pura tidak tahu.
Justru sebaliknya, Diego memasang tampang merasa sedih karena telah dituduh sembarangan membuat Chleo tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Diego sangat tahu kakaknya ini sangat menyayanginya, jadi tidak mungkin kakaknya akan menyalahkannya lebih lanjut lagi.
Dan dugaan Diego memang benar. Chleo menjadi tidak tega melihat ekspresi memelas adiknya dan langsung menghentikan serangannya. Dia malah menggigit bibirnya frustrasi.
Benar. Ini memang salah keluarganya! Jika seandainya mereka tidak meracuni otaknya untuk membuka hati terhadap Alexis, dia tidak akan menjadi lengah seperti ini.
Sekarang.. dia menjadi ragu. Apalagi dia sadar, dia merasa sedih saat membayangkan dia tidak bisa menemui Alexis lagi. Apakah mungkin.. dia memang sudah menyukai Alexis sebagai pria tanpa dia sadari?
'Daripada itu, aku lebih penasaran kapan kakakku ini akan menyadarinya.'
Chleo teringat akan kalimat adiknya tadi sore. Apakah mungkin maksud kalimat adiknya itu adalah perasaannya sendiri? Jadi yang sebenarnya dia sudah menyukai Alexis?
Tidak tahan dengan perasaannya sendiri Chleo mendorong jauh laptopnya agar kepalanya bisa dibaringkan di atas meja dengan leluasa. Wajahnya tampak cemberut dan tidak bersemangat. Melihat suasana hati kakaknya yang tidak begitu bagus, Diego turut duduk disebelahnya meniru pose kakaknya yang membaringkan kepalanya di atas meja. Chleo menghadap ke kiri sementara Diego menghadap ke kanan membuat keduanya saling berhadapan.
"Apa yang sedang kakak pikirkan? Kenapa berwajah seperti itu?"
"Aku tidak tahu." Jawab Chleo dengan lemah.
"Tidak tahu apa? Tidak tahu apa yang kakak harus lakukan atau tidak tahu bahan essay yang cocok, atau tidak tahu perasaan kakak sebenarnya terhadap kak Alexis?"
Chleo tampak terkejut mendengarnya. Bagaimana adiknya bisa mengetahuinya?
"Aku bisa membaca semuanya. Ekspresi kakak seperti buku terbuka." Goda Diego seolah bisa mendengar pertanyaan Chleo membuat Chleo mendecak kesal.
"Menurutmu, aku menyukai Alexis?" pada akhirnya Chleo bertanya pada Diego untuk memastikan perasaannya sendiri.
"Bagaimana aku bisa tahu kalau kakak sendiri tidak tahu. Tapi yang aku tahu pasti..." Diego sengaja menahan kalimatnya membuat Chleo semakin penasaran.
"Apa? Apa yang sudah pasti?"
"Papa dan mama sangat menyukai kak Alexis."
"Ck." Chleo mendecak sekali lagi lalu membuang muka dan menghadap ke arah kanan. Tampaknya adiknya sedang dalam mood menggodanya dan dia tidak dalam mood bercanda.
Diego tersenyum geli melihat tingkah kakaknya lalu memutuskan untuk tidak menggoda kakaknya lebih lanjut.
"Kakak, tidak peduli apakah kakak akan bersama kak Alexis atau tidak, selama kakak bahagia, aku akan mendukungmu." ucap Diego sembari menepuk lembut punggung kakaknya lalu bangkit berdiri meninggalkan kakaknya.
Chleo masih tidak bergerak dari posisinya seolah sedang melamun dan masuk kedalam dunianya sendiri. Hapenya yang diletakan disebelahnya bergetar menandakan sebuah pesan masuk. Dengan gerakan malas, Chleo menggapai ponselnya.
'Aku akan menjemputmu besok sore. Sampai ketemu besok.'
Tanpa sadar Chleo mengulas senyum membaca isi pesan tersebut yang dikirim Alexis.
Ah, masa bodoh dengan perasaannya. Dia hanya perlu menjalaninya saja dan mengikuti kata hatinya. Untuk saat ini dia memang menyukai Alexis, karena itu besok dia akan mencoba berdandan.
Itulah keputusan yang dibuat Chleo.