Menyusup Ke Gedung Flex Group
Menyusup Ke Gedung Flex Group
Chleo sama sekali tidak tahu bahwa hari itu akan ada wawancara pekerjaan di gedung Flex group. Dia hanya datang dengan santai dan merasa terheran-heran lobi utama gedung kantor ayahnya lebih ramai daripada biasanya.
Chleo sangat jarang datang ke kantor ayahnya, berbeda dengan Diego yang suka melihat ayahnya bekerja. Sudah tidak diragukan lagi, penerus Flex grup kelak adalah Diego.
Sedangkan Chleora...
Dia sama sekali tidak tertarik dengan bisnis atau meneruskan usaha ayahnya. Dia juga tidak suka menjadi target perhatian orang. Lebih baik dia menjadi anak biasa, seseorang yang tidak diikuti seorang pengawal kemanapun ia pergi.
Hari itu dia datang ke kantor untuk mengunjungi sang ayah di kantor. Dia sengaja menipu pengawalnya lebih dulu agar dia bisa bebas datang kemari. Pengawalnya pasti masih mengira Chleo ada di sekolah. Karena pengawalnya melihatnya masuk ke sekolah tapi tidak melihatnya keluar. Bagaimana caranya?
Chleo melompati dinding belakang sekolah untuk menyelinap keluar. Itu sebabnya dua pengawalnya tidak tahu kalau Chleo kini sudah berada di lobi gedung Flex grup.
Chleo menghampiri meja resepsionis lalu meminta petunjuk agar dia bisa menemui pimpinan teratas di perusahaan ini.
"Siapa nama anda? Apakah anda sudah membuat janji temu?"
Hm.. apakah dia harus memberitahu bahwa dia adalah putri dari Vincent Regnz? Tapi, kalau dia memberitahu namanya, bukankah sia-sia dia datang kesini secara rahasia?
Lagipula dia ingin tidak ingin semakin banyak orang yang mengenalinya sebagai putri sulung Vincentius Regnz, pendiri sekaligus pemilik Flex group.
"Uhm.. namaku Rara, aku belum membuat janji temu dengan Tuan besar Regnz. Apa yang harus aku lakukan?" tanya Chleo dengan wajah memelas.
Penjaga resepsionis tersebut menjawabnya dengan ramah. "Maaf, saya tidak bisa membantu. Saat ini Tuan besar kami sedang rapat. Tidak bisa diganggu selain jadwal yang sudah membuat janji temu."
"Ooo.." gumam Chleo dengan kecewa. Penjaga resepsionis ini pasti akan segera membawanya menemui ayahnya begitu dia menyebut nama aslinya.
Tapi Chleo tetap tidak mau menyebutkan nama aslinya. Dia lebih tertarik dengan kerumunan anak muda yang memenuhi area tunggu di lobi.
"Apakah aku boleh bertanya? Apa yang dilakukan mereka disana?" tanya Chleo sambil menunjuk ke arah anak-anak muda yang tampak serius membaca seperti sebuah buku file.
"Mereka sedang menunggu untuk dipanggil wawancara."
"Wawancara?"
"Benar. Mereka dari berbagai macam universitas yang lolos seleksi pertama untuk mendapatkan kesempatan magang disini selama tiga bulan."
"Ooo, rupanya begitu. Baiklah, terima kasih."
Penjaga resepsionis membalasnya dengan senyuman ramah.
Chleo berjalan ke arah kerumunan anak muda tersebut dan mencoba membaur diantara mereka. Dia menyelidiki situasi dan menunggu selama beberapa menit.
Lalu dia menemukan celah untuk menyusup diantara anak muda yang akan dipanggil. Seorang koordinator akan memanggil 10 hingga 15 orang sekaligus. Tanpa menghitung jumlah pasti yang melewatinya, koordinator membiarkan siapapun yang lewat dan masuk ke lift.
Chleo memanfaatkan kesempatan ini pada gelombang berikutnya. Dia memperkirakan jumlah yang akan dipanggil lalu menyusup di tengah-tengah berpura-pura dirinya yang dipanggil.
Rencananya berhasil, koordinatir tersebut tidak menyadarinya dan lebih untung lagi ketika koordinator tersebut tidak turut masuk ke dalam lift.
Begitu lift terbuka di lantai tertentu, ada orang lain yang menyambut mereka lalu menuntun mereka melewati koridor dengan jendela kaca di sebelah kiri mereka. Kemudian mereka semua disuruh menunggu dan duduk bersantai di suatu ruangan sampai nama mereka dipanggil untuk melakukan sesi wawancara.
Ditengah perjalanan, Chleo memperlambat langkahnya dan langsung menyelinap membuka pintu tangga darurat.
Dengan langkah cepat, Chleo menaiki tangga tersebut hingga lantai teratas dimana dia yakin kantor ayahnya berada.
Begitu tiba di atas, Chleo membuka pintu darurat secara perlahan lalu keluar dengan langkah ringan.
Walau sudah menaiki anak tangga yang begitu banyak, Chleo tidak merasa lelah. Pernapasannyapun tidak tersengal-sengal seolah berlarian seperti tadi merupakan makanan kesehariannya.
Chleo berjalan berhati-hati tanpa menimbulkan suara ketika menuju ke arah pintu besar dimana ruang kerja ayahnya berada.
Dia bahkan membungkukkan badannya ketika melewati meja sekretaris ayahnya agar sang sekretaris tidak menyadari keberadaannya.
Lalu dengan sangat perlahan, Chleo membuka pintu ruang kantor ayahnya, masuk ke dalam masih dalam keadaan membungkuk, kemudian menutupnya kembali.
Merasa lega akhirnya dia aman tiba di ruang kerja ayahnya, Chleo menghembuskan napas lega. Lalu berbalik dan terkesiap ketika ada sepasang mata hitam legam memandanginya dengan tatapan menyelidik.
Chleo tertawa gugup sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Hahaha, papa. Kupikir papa masih ada rapat."
"Barusan selesai. Kenapa kau kemari? Kupikir kau tidak suka datang kesini. Lagipula, kenapa kau mengendap-ngendap seperti itu? Dan... bukankah saat ini seharusnya kau ada di sekolah??" tanya Vincent sambil melirik ke arah jam tangannya yang masih menunjukkan pukul 11 pagi.
"Hahahaha.." Chleo hanya bisa menjawab pertanyaan ayahnya dengan gugup.
"Jangan lakukan itu lagi." perintah Vincent mengacu pada tindakan putrinya yang mengendap-endap seperti pencuri.
"Tapi tadi itu sangat seru."
"Yah, coba saja jika kau melakukannya di perusahaan pamanmu. Kau sudah pasti ditangkap dan dibawa ke kantor polisi."
"Eh?"
"Kau pikir kamera tidak menangkap sosokmu yang mencurigakan? Petugas keamanan langsung menghubungi sekretarisku. Untung saja dia mengenalimu dan membiarkanmu masuk ke sini."
"Awww.. jadi aku sudah ketahuan."
Vincent geleng-geleng kepala menghadapi karakter anaknya yang sangat unik ini. Dia mulai menyesali membiarkan putrinya menghabiskan banyak waktu di rumah Kinsey. Makin lama putri sulungnya semakin mirip dengan Kinsey.
"Jadi ada apa kau kemari? Kau bahkan membolos sekolah."
"Hehehe. Sebenarnya..."
Lalu Chleo menceritakan keinginannya secara terbuka pada sang ayah. Semula Vincent menentangnya dan menolak permintaannya dengan keras. Namun Chleo tidak menyerah, bahkan dia memasang ekspresi mautnya. Tatapan bola mata imut yang memelas serta ekspresi menyedihkan yang putus asa serta suara merajuk yang bisa meluluhkan hati siapapun.
Pada akhirnya, untuk kesekian kalinya.. Vincent kalah telak terhadap Chleo dan mengabulkan keinginannya.
Chleo memekik senang dan langsung mencium pipi sang ayah seperti kebiasaannya.
Tidak lama kemudian, Chleo pamit pulang dan langsung menghambur keluar dari ruang kerja Vincent. Saking senangnya, Chleo lupa kalau dirinya berada di gedung kantor ayahnya. Lalu dia memakai lift tanpa ingat lift bisa berhenti di lantai manapun.
Dan benar saja, begitu lift terbuka, Chleo mengira dia sudah tiba di lantai dasar dan langsung saja keluar tanpa tahu ada orang yang sedang membawa gelas plastik minuman dingin berjalan masuk kedalam lift. Akibatnya, keduanya saling bertabrakan dan botol plastik tersebut terjatuh.
"Ah, maaf."
Chleo langsung mengambil botol minuman dingin itu bersamaan tangan lain yang sudah duluan mengambil botol miliknya. Napas Chleo tercekat ketika merasakan suhu dingin pada tangan pemuda itu ketika tidak sengaja bersentuhan.
Tanpa pikir panjang, Chleo langsung menggenggam tangan pemuda itu untuk memastikannya sekali lagi.
Dingin. Sangat dingin.
Chleo langsung memandang wajah pemuda itu dengan seksama. Pemuda itu berambut coklat madu dan... mata biru!
Penyelamatnya, orang yang sangat membuatnya terkagum-kagum juga memiliki mata biru dan memiliki suhu tubuh dingin yang tidak normal.
Apakah mungkin orang ini adalah raja biru yang ditunggunya??