Tangisan Katie
Tangisan Katie
Dia tahu kehilangan anggota keluarga adalah hal yang paling berat. Sewaktu dia tahu ibunya meninggalkan dunia ini, Kinsey sempat mengalami syok dan tidak memiliki motivasi hidup. Saat tahu adiknya diculik dan dalam bahaya, dia menjadi seperti orang gila dan ingin membunuh siapapun yang menghalangi jalannya.
Dia bisa mengerti perasaan Katie saat ini. Meskipun Katie tidak memiliki hubungan darah dengan semua orang di Bayern, tapi suku Oostven sudah menjadi bagian hidupnya. Suku Oostven sudah menjadi keluarganya selama tujuh tahun ini.
Kehilangan suku Oostven dalam satu malam sama saja kehilangan satu keluarga utuh.
Itu sebabnya Katie menangis dengan pedih membuat Kinsey turut merasa sedih karena kehilangan.
Sepertinya.. anggota Oostven yang berhasil selamat dan tersisa hanya Ferd dan Walther saja.
Tangisan Katie mulai mereda setelah puas menangis selama hampir setengah jam. Hujan juga mulai mereda hingga berhenti secara total.
Tanah dibawah pijakan mereka menjadi lembek mengotori sepatu boot mereka. Ada beberapa sobekan dan kotoran bekas abu bakar pada pakaian mereka. Tapi itu semua tidak mencegah mereka untuk terus berpelukan dengan erat tidak peduli seberapa kotornya pasangan mereka.
Katie masih terisak ketika melonggarkan pelukannya.
"Kinsey.. aku.. Mina, nenek.. mereka semua.."
Kinsey mengelus kedua pipi Katie dengan lembut, pandangannya yang dipancarkan juga memancarkan kehangatan dengan sejuta kasih. Suaranya yang keluar dari mulutnya terdengar menenangkan dan sanggup mengangkat sebagian kesedihan Katie.
"Aku mengerti. Kau boleh menangis sepuasmu saat ini, aku akan berada disisimu. Begitu matahari terbit, aku harap kau sudah merelakannya dan kembali tersenyum seperti dulu. Aku yakin mereka juga tidak mengharapkanmu bersedih berlarut-larut. Mereka sangat menyayangimu, aku bisa merasakannya."
"Huhu... hiks.." sekali lagi Katie menangis didalam dekapan Kinsey. Dia meluapkan seluruh kesedihannya didalam tangisannya.
Dia bertemu dengan keluarga kandungnya, tapi justru kehilangan keluarga besar yang melindunginya. Sungguh penukaran yang sangat berat baginya.
Tidak bisakah dia memiliki keduanya? Dia tidak ingin memilih. Bagi Katie, baik keluarga kandung atau bukan, dia sama-sama menyayangj mereka semua dengan sama besarnya. Dia tidak ingin kehilangan siapapun. Dia tidak ingin ada satupun yang celaka apalagi meninggal karena kekuatan mistis.
Kalau seandainya tadi dia menerima tawaran jahat energi api, apakah hasilnya akan berbeda? Tapi bagaimana kalau malah semakin buruk? Bagaimana kalau dirinya yang tidak bisa dikendalikan?
Katie tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri kalau sampai hal itu terjadi.
"Katie," panggil Tiffany. "Aku salah. Ternyata mereka bersembunyi didalam gua."
Tubuh Katie menjadi patung dan tiba-tiba saja tangisannya berhenti membuat Kinsey semakin gelisah.
"Apa maksudnya?"
"Ha?"
Katie mendongak keatas untuk melihat wajah Kinsey. Wajah pria itu tidak terlihat jelas karena matanya berlinang dengan air mata.
"Tiffany bilang seluruh anggota Oostven berada didalam gua. Ada dua singa yang berdiri didepan gua sehingga api tidak menghampiri mereka."
"Oh? Itu berarti.."
"Mereka... mereka semua selamat!" seru Katie dengan girang. Air mata yang tadinya dipenuhi dengan kesedihan mendalam berubah menjadi sukacita yang luar biasa. "Tidak ada satupun dari mereka yang menjadi korban. Kau percaya ini? Bagaimana bisa?" meskipun Katie tampak tidak percaya tapi jelas sekali ekspresinya menunjukkan seseorang yang baru saja memenangkan lotre uang besar.
Ajaibnya, Kinsey juga ikut merasa senang untuknya. Hatinya yang tadi merasa sedih kini berubah menjadi ceria. Tampaknya apapun yang dirasakan Katie, itulah yang juga dirasakan Kinsey.
Tiba-tiba Katie kembali cemberut, kedua alisnya saling bertautan.
"Ada apa?" Kinsey hanya pasrah saja melihat suasana hati Katie yang sering berubah dengan drastis.
"Tiffany jahat sekali. Aku tidak mau mendengarnya lagi. Informasinya tidak akurat."
"Ehhh? Aku kan..." sebelum Tiffany selesai berbicara, Katie melepaskan gelang platinumnya dan menyerahkannya pada Kinsey.
"Tolong katakan pada sepupumu aku tidak ingin menggunakan Tiffany lagi."
Kinsey terkekeh geli menanggapi sikap kekanakan Katie. Dia menerimanya dan memasukkannya kedalam saku celananya. Setidaknya untuk saat ini Katie kembali ceria. Untuk saat ini, masalah di Prussia telah berakhir.
Deg! Tiba-tiba saja ada perasaan tidak enak didalam diri Kinsey. Hatinya menjadi gelisah dan tidak nyaman. Apakah dia melewatkan sesuatu? Kenapa Kinsey merasa dia telah melupakan sesuatu?
Tepat saat dia hendak mencari jawaban, dia melihat gerakan aneh tidak jauh dari belakang Katie. Sebuah senapan ditodong persis ke arah Katie membuat Kinsey bergerak cepat. Dia langsung mendorong Katie ke samping menjauh darinya dan...
Dor!
Kinsey yang terkena tembakan itu.
Dor! Dor! Dor!
Tidak hanya satu kali, tapi tiga peluru tertembak ke arahnya kembali mengenai bahu, leher dan... jantungnya.
Katie yang awalnya bingung kenapa Kinsey mendorongnya dengan kasar seketika merasa ngeri dengan suara tembakan tersebut.
Katie berbalik dan melihat Kinsey berdiri disana mengeluarkan darah dari mulutnya... serta sinar mata pria itu... mulai padam seiring berjalannya waktu.
Untuk beberapa saat Katie tidak bernapas, jantungnya terasa berhenti berdetak saat itu juga. Apakah ini mimpi? Dia sungguh berharap bisa segera bangun dari mimpinya. Ini tidak mungkin nyata. Kinsey tidak mungkin mati tertembak, iya kan?
Sebuah letusan lain kembali terdengar dan kali ini sebuah peluru melesat ke arahnya. Hanya saja kali ini peluru itu tidak mengenainya tapi berhenti di tengah udara. Katie melirik ke arah peluru yang meluncur tepat didepan wajahnya dengan geram. Lalu peluru tersebut hancur berkeping-keping oleh karena kekuatannya.
Katie melirik ke arah orang yang sudah menembakkan peluru pada Kinsey dan dirinya. Tatapannya penuh dengan amarah dan warna matanya kembali menjadi merah menyala begitu melihat wajah penembak tersebut.
"LE.MAR!! AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!"
Kobaran api kembali muncul, hanya saja kali ini melesat cepat ke arah Lemar menghanguskan pria tua itu hingga tak berbekas. Katie tidak peduli akan jeritan pria tua itu dan menatapnya dengan penuh kebencian dan amarah yang tidak bisa lagi ditahannya. Begitu melihat tubuh pria tua itu telah menjadi abu dan menghilang diterbangkan angin, Katie kembali sadar dan langsung teringat akan kekasihnya.
Katie merangkak mendekati tubuh Kinsey yang berlumuran darah. Jantung Kinsey melemah dan juga, pria itu sudah tidak lagi bisa bersuara.
"Kinsey, Kinsey, bertahanlah. Lihat aku."
Kinsey sempat melirik ke arah Katie lalu tersenyum tipis. Sedetik kemudian, Kinsey menghembuskan nafas terakhirnya membuat Katie kembali tercekat.
"Kin..Kinsey!!! HUWAAAAAAAAAAAA!!" teriak Katie memanggil namanya berulang kali sambil memeluk lehernya dengan erat.
Padahal dia ingin memberitahu Kinsey mengenai cinta pertamanya. Dia ingin sekali memberitahunya anak lelaki berambut merah yang merupakan cinta pertamanya adalah Kinsey.
Dia belum sempat memberitahu pria itu, tapi Kinsey sudah tidak ada. Semua ini gara-gara Lemar! Kenapa pria tua itu tidak mati sekalian sewaktu kebakaran masal tadi?!
"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!"
Sekali lagi kobaran api merajalela mengelilingi Katie serta Kinsey. Hanya saja api ini tidak bergerak menyebar seperti kebakaran sebelumnya. Api ini hanya memutar membentuk sebuah lingkaran cukup besar mengepung Katie yang sedang menangisi kepergian Kinsey.
Kobaran api yang menyala ini menarik perhatian semua orang. Para warga kembali panik dan berlari menjauhi kobaran api. Lain halnya dengan Stanley dan anggota BZO lainnya yang selamat. Mereka berjalan mendekati lingkaran api itu sambil bertanya-tanya.
Raut muka Stanley memucat ketika mendengar laporan dari Audrey.
Kinsey meninggal? TIDAK MUNGKIN!!