Pemberesan Salah Paham (1)
Pemberesan Salah Paham (1)
Sudah terlambat untuk melarikan diri baginya begitu Kinsey memerangkap pinggangnya dengan dua tangannya.
"Siapa yang ingin menciummu? Aku tidak bilang aku ingin.. mmph!!"
Kinsey melahap bibir Katie dengan penuh nikmat seolah bibir ranum gadis itu adalah makanan terenak didunia ini. Kinsey menarik tubuh Katie lebih mendekat lagi dengan sebelah tangannya sementara tangan lain menyusup ke belakang tengkuk leher Katie untuk memperdalam ciuman mereka.
Jantung Katie berdebar liar ketika dia merasakan kulit kasar namun kokoh di jemarinya. Dia baru menyadari Kinsey sedang bertelanjang dada dan kini kedua tangannya menempel sempurna di otot dada pria itu.
Untuk sesaat Katie terpana akan apa yang dirasakannya. Bukan kulit pria itu yang membuatnya terpana, tapi detak jantung Kinsey di telapak tangannya. Ternyata debaran jantung pria itu tidak kalah cepat dengannya.
Dengan kikuk, Katie berusaha mengikuti permainan cumbuan Kinsey. Kedua tangannya bergerak menikmati otot yang kokoh hingga mengalung di leher pria itu.
Katie mendesah nikmat bahkan menuntut untuk lebih. Katie sama sekali tidak menyadari Kinsey mengulas senyum di atas bibirnya dan mengeratkan pelukannya.
Katie segera membuka matanya dengan waspada saat sesuatu asing masuk kedalam mulutnya. Lidah Kinsey bertautan dengan lidahnya dengan ahli membuat Katie mendesah nikmat.
Sudah berulang kali mereka berciuman, namun ini kedua kalinya mereka melakukan French kiss. Padahal saat pertama kali melakukan French kiss, Katie begitu takut dan panik. Dia sama sekali bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk membalas cumbuan Kinsey. Namun kini, Katie mengikuti instingnya dan sanggup mengimbangi permainan lidah Kinsey.
Untuk beberapa saat keduanya menikmati tindakan intim mereka dan merasa enggan untuk lepas. Kesadaran Katie mulai kembali ketika merasakan ada sesuatu yang merayap pada punggungnya. Rupanya, tangan yang tadinya melingkar di pinggangnya kini telah mengangkat baju atasannya dan menyelinap masuk mengelus kulit punggungnya.
Dasar rubah! Selalu mengambil kesempatan tiap kali dia lengah.
Dengan susah payah, Katie menarik diri sambil menahan tangan Kinsey yang masih betah menempel di kulit punggungnya dan terus menjalar ke atas.
"Kendalikan dirimu." ucap Katie dengan nada perintah sambil terengah-engah kehabisan nafas akibat cumbuan mereka barusan.
"Kau tahu aku tidak bisa melakukannya." meskipun mengaku tidak bisa menahan keinginannya, Kinsey tetap mengeluarkan tangannya lagi dan memperbaiki baju Katie yang kusut.
Katie mendengus mendengarnya sebelum mendesah lega Kinsey tidak bertindak lebih lanjut. Kalau tidak.. entah harus bagaimana dia bersikap saat bertemu dengan Cathy nanti, apalagi suami sahabatnya itu. Mungkin dia akan mendengar ceramah panjang lebar dari mulut pria itu pada Kinsey.
"Kalau begitu kenapa kau berhenti?" Katie mendecak dalam hati. Kenapa pula dia menanyakannya?
"Jangan goda aku Katie, aku tetaplah seorang pria biasa. Percayalah padaku.. kau tidak ingin bermain api denganku."
"Aku tidak menggodamu.. dan juga.. kapan kau akan melepaskanku? Kupikir kau tidak ingin bermain api denganku?" sungut Katie berusaha lepas dari pelukan kekasihnya.
"Tadi aku bilang 'kau tidak ingin bermain api denganku' bukan berarti aku tidak ingin bermain api denganmu."
"Perumpamaan macam apa itu?!" Katie menggunakan jurus andalannya dengan meninju tepat ke dada kiri Kinsey membuat Kinsey melonggarkan pelukannya. Dia langsung menggunakan kesempatan itu untuk kabur. "Aku tidak ingin membiarkanmu bermain api denganku. Bleh!" lanjutnya sambil menjulurkan lidah, lalu membereskan kotak obat.
Sementara itu Kinsey terkekeh geli sembari mengelus dadanya yang barusan ditinju Katie. Tinjuan wanita itu masih terasa sakit di tubuhnya membuatnya tertawa kecil.
"Tenagamu benar-benar luar biasa. Sama sekali tidak berubah." ucapnya dengan geli.
Katie mendengus kesal mendengar komentar kekasihnya.
"Itu karena kau sedang terluka, tuan. Kau terlalu melebihkan tenagaku. Cepat pakai bajumu!" Lanjut Katie memalingkan wajahnya untuk menyembunyikan rona merah pada wajahnya. Katie memandang kedua tangannya yang masih bisa merasakan kulit pria itu di jemarinya membuat jantungnya kembali liar.
Kinsey tertawa melihat reaksi kekasih mungilnya yang sedang malu-malu.
"Apa kau tahu kau tampak paling cantik ketika wajahmu merona?"
Katie menjerit dalam hati. Tidak bisakah pria ini diam barang sejenak? Kenapa suka sekali menggodanya?
"Aku tidak tahu." jawab Katie asal-asalan. Dia berbalik untuk memastikan apakah pria itu sudah memakai bajunya atau belum.
Katie bernapas lega begitu melihat Kinsey telah memakai pakaian baru yang diberikan Mertun. Baju yang sebelumnya telah robek dan dipenuhi darah. Karena itu Kinsey memutuskan untuk membuangnya.
Baju yang dikenakannya sekarang kemeja polos berlengan panjang dengan warna merah muda. Rupanya Kinsey terlihat lebih memukau dengan kemeja bewarna pink.
Cup.
Katie membelalak kaget ketika Kinsey kembali mencuri ciuman darinya. Dia sama sekali tidak sadar, pria itu telah berdiri sangat dekat dengannya. Dia terlalu terpesona dengan penampilan Kinsey yang sangat jarang dilihatnya, sehingga dia tidak sadar pria itu menghampirinya.
"Aku mencintaimu."
Katie merona mendengar ungkapan perasaan pria itu, namun senyuman lebar menghiasi wajahnya.
"Jadi, apakah kau akan menjelaskanku apa yang terjadi tujuh tahun lalu?"
Katie mendongak menatap Kinsey dengan bingung.
"Umbramu bilang aku menyakiti hatimu. Apa maksudnya aku tidak datang menemuimu?"
Untuk sesaat Katie mematung di tempatnya. Sedetik kemudian, Katie kembali bersikap biasa.
"Tidak ada. Bukan sesuatu yang penting."
"Mungkin itu penting bagiku. Umbramu membenciku karena sebuah alasan kan? Aku ingin tahu apa yang sudah kulakukan membuatnya begitu membenciku. Apakah aku memang menyakitimu tanpa kusadari?"
Katie masih merasa ragu apakah sebaiknya dia memberitahu Kinsey yang sebenarnya? Lagipula dia juga merasa penasaran mengapa Kinsey tidak datang waktu itu? Jika memang Kinsey jatuh cinta pada pandangan pertama terhadapnya, lalu kenapa Kinsey tidak mengejarnya ke bandara?
Hanya saja... dia masih mengingat perkataan pria itu yang mengatakan surat cintanya tidak penting. Jadi dia berusaha melupakan masalah ini. Sekarang Kinsey malah mengungkitnya lagi.
"Sudah tidak penting lagi. Bukankah kau sendiri yang bilang surat itu tidak penting? Jadi, lupakan saja, hm?" pinta Katie agar Kinsey tidak membahas soal ini lagi.
"Apa hubungannya dengan surat itu?" sayangnya Kinsey tidak mau berhenti begitu saja.
Sekali lagi Katie menghela napas panjang. Dia tahu jika Kinsey tidak mendapatkan jawaban yang diinginkan, pria itu tidak akan berhenti bertanya.
"Aku menulismu sebuah surat untukmu. Aku bilang aku menyukaimu dan menunggumu di bandara. Tapi kau tidak datang, dan kau juga membuang suratku. Aku berusaha keras tidak menangis karena parah hati. Tapi aku menangis diam-diam didalam pesawat. Aku juga menangis di Bayern. Seumur hidup aku tidak pernah menangis seperti itu hanya karena seorang pria. Kau adalah orang pertama yang membuatku senang sekaligus patah hati." entah kenapa segala kesedihannya ketika mendengar Kinsey membuang suratnya dengan acuh, bisa keluar begitu saja. Katie mencurahkan isi hatinya tanpa bisa dihentikan lagi.
"Tapi itu tidak penting lagi. Bukankah yang penting sekarang?" Katie berusaha sekuat tenaga menahan air matanya. Sepertinya pembahasan mengenai surat tulisannya merupakan hal sensitif baginya.
Bagaimana tidak? Itu adalah pertama kalinya dia mengungkapkan perasaannya pada seorang pria. Itu juga pertama kalinya dia membiarkan seorang pria masuk kedalam hatinya setelah mengalami kejadian penculikan yang sempat membuatnya trauma terhadap sentuhan seorang lelaki.
Waktu itu Katie mencurahkan isi hatinya, berusaha menyederhanakan kalimatnya ke dalam bentuk surat. Dia bahkan harus merobek kertasnya berulang kali untuk menemukan kalimat yang tepat.
Tapi pria itu membuang suratnya dengan begitu mudah. Pria itu bilang surat itu tidak penting. Butuh sekuat tenaga untuk menerima kenyataan ini. Berulang kali dia mengingatkan dirinya sendiri bahwa itu semua sudah berlalu. Itu semua sudah menjadi sejarah. Yang terpenting adalah apa yang terjadi sekarang dan yang ada didepan mereka.
Sayangnya, Katie masih tidak bisa menyingkirkan perasaan kecewanya memikirkan Kinsey sama sekali tidak memperdulikan surat cintanya tujuh tahun lalu. Yang lebih menyakitkan adalah kenyataan pria itu tidak memiliki perasaan yang sama seperti dirinya.
Sementara itu Kinsey memutar otaknya mencari sesuatu yang dilewatkannya.
Umbra menuduhnya dia telah menyakiti Katie tujuh tahun lalu, padahal yang sebenarnya Katie-lah yang meninggalkannya. Lalu barusan Katie bilang dia menulis surat untuknya mengenai isi hati gadis itu? Dan Katie bilang gadis itu menyukainya? Benarkah?
"Tadi kau bilang apa?" Kinsey bertanya kembali ingin memastikan kalau telinganya memang tidak salah dengar.
"Sudah tidak penting lagi. Yang penting adalah sekarang."
"Bukan. Sebelum itu."
"Kau adalah pria pertama yang membuatku senang sekaligus patah hati?"
"Jauh sebelum itu. Awal pertama kali kau membahas suratmu."
Lalu Katie mulai mengerti apa yang ingin didengar Kinsey.
"Aku menyukaimu dan menunggumu di bandara."
Kinsey tercengang mendengarnya.
"Kau menyukaiku? Waktu itu kau juga menyukaiku?" tidak diragukan lagi Kinsey merasa senang mendengar kenyataan tak terduga ini.
"Hm. Aku menyukaimu. Bukankah aku sudah mengutarakannya di surat itu? Tapi kau membuangnya." sahut Katie dengan sedih menundukkan wajahnya.
Kini Kinsey mengerti. Masalah utamanya ada pada surat sialan itu! Dia sama sekali tidak membaca adanya ungkapan perasaan wanita didepannya ini. Otaknya yang pintar langsung tahu, ada yang tidak beres dengan surat itu.
Kinsey menggandeng tangan Katie menuju ke rak buku. Lalu dia mencari dua carik kertas beserta dua pulpen. Dia memberikan sepasang kertas dan pulpen pada Katie sementara sepasang lagi untuk dirinya.
"Apakah kau bisa menulis kembali surat yang kau tuliskan waktu itu? Aku akan menulis kembali isi surat yang kubaca pagi itu."
"Kenapa?"
"Lakukan saja. Aku ingin memastikan sesuatu."
Meskipun bingung, Katie menuruti keinginan Kinsey. Dia mencoba mengingat kembali apa saja yang ditulisnya waktu itu. Seolah dia kembali ke masa lalu, Katie menemukan dirinya kembali ketika dia kebingungan mencari kalimat yang cocok untuk menyampaikan isi hatinya dalam bentuk tulisan.