My Only Love: Aku Hanya Bisa Mencintaimu

Amarah Kinsey



Amarah Kinsey

3"Bagaimana kalau kita bertemu setiap hari? Bukankah akan lebih menyenangkan kalau kita bisa bertemu setiap hari?"     

"Bagaimana caranya? Kau bahkan tidak tinggal disini."     

"Di kota New York ada sekolah Trinity. Disana ada jurusan khusus untuk kesenian. Kudengar penyanyi terkenal berasal dari sana. Aku memutuskan akan sekolah disana saat SMA nanti. Jika kau berhasil masuk disana, kita bisa bertemu setiap hari. Dan jika beruntung, kita bisa jadi teman sekelas. Bagaimana menurutmu?"     

"Benarkah? Janji?" Katie mengacungkan jari kelingkingnya.     

"Janji." anak lelaki itu mengaitkan jari kelingkingnya ke jari Katie.     

"Tapi kau tetap datang kan bulan Maret nanti?"     

"Tentu saja."     

Kenyataannya.. anak itu tidak pernah datang. Anak itu tidak datang di bulan Maret, anak itu juga tidak bersekolah di Trinity sesuai janji mereka.     

Sudah dua kali anak lelaki cinta pertamanya mengingkari janjinya. Sudah lama pula, Katie tidak memikirkan anak itu.     

Lalu kenapa anak itu sering muncul didalam mimpinya? Kenapa pula dia mengkhawatirkan keadaan anak itu?     

Secara perlahan Katie terbangun dari mimpinya. Dia merasa tubuhnya dikekang oleh sesuatu dan tidak bisa bergerak. Dia membuka matanya dan terkejut ketika melihat ada sebuah tubuh manusia didepannya.     

Katie hendak meronta ketika mencium aroma musky yang sangat disukainya.     

Katie mengangkat wajahnya untuk memastikan orang yang tengah memeluknya saat ini memang adalah pria yang diduganya.     

Dan memang benar, Kinsey yang sedang berbaring disebelahnya. Sejak kapan Kinsey tiba di Bayern?     

"Kau sudah bangun?"     

"Hm. Kapan kau datang kesini?"     

"..." untuk sesaat Kinsey tidak menjawab pertanyaannya. "Bagaimana perasaanmu sekarang?" malahan Kinsey bertanya hal lain dengan ekspresi datar.     

"Jauh lebih baikan."     

Tanpa berkata apa-apa lagi, Kinsey melepas pelukannya dan bangkit berdiri. Lalu dia menuju ke dapur untuk mengambil sebuah minuman.     

Katie merasa heran dengan sikap Kinsey. Ini pertama kalinya Kinsey tidak tersenyum padanya semejak mereka resmi menjalin hubungan. Malahan sikap pria itu tampak terkesan dingin.     

Ada apa ini? Apakah Kinsey marah? Kenapa?     

Apakah mungkin Kinsey marah padanya?     

Katie berjalan mendekat dengan ragu. Lalu dia melingkarkan kedua tangannya ke pinggang Kinsey hingga menyatu didepan perut pria itu. Dia tidak tahu seperti apa ekspresi pria itu saat ini tapi dia tahu Kinsey sedang marah. Terbukti akan tubuh kaku yang dirasakan di kedua tangannya.     

Kini dia tahu apa yang membuat pria itu marah. Kini dia tahu alasan kenapa Kinsey bersikap dingin padanya.     

Pria itu pasti marah karena dengan cerobohnya menggunakan kekuatannya mengubah cuaca dan menyembuhkan banyak orang dalam bersamaan. Belum lagi luka Merah yang sangat parah juga disembuhkannya dengan sempurna. Jika Katie tidak pingsan dan terus menurunkan hujan yang sudah diinfus dengan energi kehidupannya, Katie sudah pasti mati saat itu juga karena kehabisan energi kehidupannya.     

"Kinsey, jangan marah. Hm?" Katie mencoba meredakan amarah Kinsey dengan nada membujuk.     

Sayangnya, Kinsey tidak mudah ditenangkan begitu emosi menguasai perasaannya.     

Kinsey meletakkan gelas minumannya dengan kasar.     

"Apa kau sadar apa yang sudah kau lakukan?"     

"Aku tahu."     

"Dan kau akan melakukannya lagi jika hal ini terulang?"     

"..." Katie tidak bisa menjawabnya. Jika dia menjawab iya, sudah pasti emosi Kinsey akan meningkat. Tapi Katie tidak mungkin menjawab tidak. Karena dia pasti akan melakukan hal yang sama jika seandainya hal seperti ini akan terjadi lagi.     

Kinsey melepaskan kaitan jemari Katie di perutnya lalu berbalik menghadap ke arah kekasih mungilnya. Tidak ada tatapan lembut ataupun hangat yang tersisa di pancaran matanya.     

"Apa kau sudah bosan hidup? Kau tidak lagi ingin berjuang dan membuang nyawamu begitu saja? Kenapa tidak sekalian kau menurunkan hujan diluar Bayern dan menyembuhkan semua penyakit pada warga setempat?"     

Katie menggigit bibirnya menahan agar air matanya tidak kembali keluar. Nada pada Kinsey saat ini terdengar sinis, kalimat yang diucapkannyapun sangat menyakitkan.     

"Aku harus melakukannya. Jika tidak.."     

"Kau bisa membiarkan mereka sendiri. Tidak ada luka serius yang membahayakan nyawa. Merah juga akan sembuh dengan sendirinya tanpa harus kau sembuhkan."     

"Bagaimana mungkin aku bisa membiarkan mereka? Kau tidak tahu seberapa banyak darah yang keluar dari Merah. Kau tidak tahu seberapa parah luka semua orang yang melindungiku. Aku tidak mungkin duduk diam saja mengetahui aku bisa menolong mereka!"     

"Apa kau lupa aku adalah host?! Aku melihat seperti apa luka mereka. Aku juga bisa merasakan seberapa besar luka pada Merah. Luka seperti itu tidak akan membunuh mereka semua!"     

Katie melangkah mundur seolah dia tidak tahan berdekatan dengan Kinsey. Kini dia tidak lagi merasa bersalah ataupun ingin berusaha membujuk Kinsey, karena saat ini dia juga merasakan amarah.     

"Kau ingin aku membiarkan mereka semua? Memangnya kau pikir mereka adalah dewa? Kau pikir mereka tidak akan mati setelah diserang serigala merah? Aku TIDAK BISA membiarkan mereka terluka didepan mataku."     

"Jadi kau akan melakukannya lagi? Baiklah. Lakukan sesukamu. Aku tidak akan peduli lagi!"     

Kinsey berbalik dan keluar dari bungalo Katie sembari menutup pintu dengan keras. Kinsey berjalan menghampiri Merah dengan langkah lebar. Langkahnya terhenti saat merasakan dadanya kembali terserang rasa sakit.     

Kinsey mengelus dadanya berusaha meredamkan rasa sakitnya. Semalaman berbaring disebelah Katie hanya agar gadis itu bisa menyerap energi kehidupannya mulai menimbulkan efek untuk tubuhnya.     

Kalau seandainya tidak ada Merah disisinya, Kinsey sudah pasti akan mati disebelah Katie. Meskipun tidak ada Merah, meskipun dirinya bukanlah host serigala merah, Kinsey rela mengorbankan dirinya hanya untuk bersama gadis itu. Apalagi untuk memperpanjang usia gadis itu. Karena Kinsey sangat mencintai Katie, karenanya dia rela bekorban.     

Tapi... untuk apa dia bekorban? Gadis bodoh itu sama sekali tidak peduli dengan nyawanya sendiri.     

Sementara Katie kembali menangis tersedu-sedu di rumahnya begitu Kinsey membanting pintu rumahnya.     

Semenjak dia mengalami amnesia pertama kali, tidak pernah sekalipun mereka bertengkar. Kinsey juga tidak pernah marah padanya. Pria itu selalu menggodanya, menjahilinya dan juga merayunya. Tapi tidak pernah bersikap dingin ataupun mengeluarkan sarkasme melawannya.     

Ini pertama kalinya dia melihat ekspresi marah Kinsey. Bahkan disaat pertama kali mereka bertemu kembali di Bayern, pria itu tidak pernah benar-benar marah padanya. Mungkin sikapnya memang dingin, tapi tidak sedingin seperti ini.     

Jika seandainya Katie tahu kalau ternyata pertengkaran mereka saat ini membuatnya sangat depresi, dia akan mengalah. Dia hanya perlu minta maaf dan mengatakan sesuatu yang ingin didengar pria itu.     

Katie akan berjanji dia tidak akan menggunakan kekuatannya dengan sembrono lagi. Meskipun yang sebenarnya, dia tidak bisa menjamin dirinya sanggup menepati janji itu.     

Sayangnya, nasi telah menjadi bubur. Kinsey benar-benar marah padanya. Dia bisa melihatnya dari kilatan amarah pada sinar mata tajam pria itu. Dan Katie tidak tahu bagaimana cara untuk memperbaikinya.     

-     

"Apa kau tidak terlalu keras padanya?" tanya Merah di pikiran Kinsey begitu Kinsey berbaring diatas tubuh Merah.     

Luka Merah memang sudah menutup secara sempurna, tapi efek kehilangan cukup banyak darah tetap membuatnya lemah. Belum lagi, sebelumnya dia mencoba membuka tekanan energi dari Alpha pada Katie agar Katie bisa kembali menggunakan kekuatannya.     

Sayangnya, kala itu Katie tidak sadar kekuatannya telah kembali hingga Merah kewalahan menghadapi Alpha. Dia terpaksa melolong keras demi memanggil bantuan, sementara Kinsey sudah masuk ke dalam mobilnya dan melaju ke Bayern dengan kecepatan penuh.     

Lalu disaat Katie hendak menggunakan kekuatannya untuk menyembuhkan lukanya, Merah kembali menekan kembali energi kekuatan raja merah. Dia tidak ingin Katie menggunakan kekuatannya yang malah bisa membahayakan nyawanya sendiri.     

Karena itu saat ini Merah tidak memiliki tenaga untuk hanya sekedar bangun atau berjalan santai. Yang bisa dia lakukan hanyalah berbaring, menunggu waktu untuk membiarkan kondisi tubuhnya pulih dengan sendirinya.     

Sayangnya, bukannya menuruti keinginan Merah, Katie malah mengancamnya akan memaksa menggunakan kekuatannya. Setelah Merah tidak lagi menahan energinya, Katie malah melakukan tindakan hal yang sangat mengejutkan.     

Katie mengubah cuaca dan mendatangkan hujan. Merah hendak menekannya kekuatan Katie sekali lagi, namun dia tidak memiliki energi waktu itu.     

Akibatnya, tidak hanya energi kehidupan Katie yang nyaris terkuras habis, usianya juga semakin pendek. Seharusnya Katie masih punya waktu tiga tahun, kini berkurang menjadi hanya lima belas bulan.     

Kinsey merasa marah, sangat marah. Namun ketika melihat Katie jatuh pingsan seketika, Kinsey menancap gas mobilnya tidak peduli wajahnya akan tertangkap kamera.     

Begitu tiba di Bayern, dia langsung masuk ke kamar Katie dan berbaring disebelahnya. Dia berharap, setidaknya energi kehidupan Katie yang hilang bisa terisi kembali dengan keberadaan origin.     

Meskipun dia sangat marah pada Katie, tapi keselamatan Katie tetap yang menjadi prioritas utamanya.     

"Apa kau tidak terlau keras padanya?"     

Kini Merah bertanya padanya apakah dia tidak terlalu keras pada Katie?     

Jika sikapnya seperti tadi terlalu keras dan kasar, maka Merah sama sekali belum mengenali seorang Kinsey.     

Yang tadi itu sama sekali bukan apa-apa jika dibandingkan dirinya yang biasa. Seharusnya Merah juga bisa merasakannya. Kinsey berusaha sekuat tenaga menahan emosinya. Dia bahkan mengepalkan kedua tangannya agar dia tidak membentak ataupun memecahkan barang yang bisa dijangkaunya.     

Dia sungguh berusaha mengendalikan emosinya.     

"Ngomong-ngomong, apa kau juga melihat wajahnya?" Kinsey mencoba mengalihkan pembahasan mereka. Dia tidak lagi ingin membiarkan amarah menguasainya.     

Untuk saat ini dia masih belum berhenti marah jika memikirkan Katie. Karena itu dia tidak ingin membahas Katie lagi.     

"Aku melihatnya." jawab Merah. "Host Alpha.. adalah Lemar."     

"Itu berarti, Lemar juga melihat wajahku." sambung Kinsey dengan mendesah berat. "Bersiaplah. Sepertinya, setelah ini dia juga akan mengincarmu."     

Merah mendesah sedih, lalu memutuskan untuk beristirahat. Saat ini tubuhnya terlalu lemah untuk menghadapi Lemar.     

Mereka tidak tahu bagaimana caranya Lemar merebut Alpha dari Dieter. Tapi mereka tahu, Merah harus berada dalam kondisi prima untuk bersiap melawan Lemar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.