My Only Love: Aku Hanya Bisa Mencintaimu

Pengkhianatan



Pengkhianatan

3Sambil menunggu kedatangan Tanya, Meisya melihat-lihat berita di tivi.. khususnya berita mengenai situasi di Jerman.     

Selain ledakan di mansion, rupanya telah terjadi banyak perubahan di istana. Dieter memecat para pejabat secara serempak dan memberikan hukuman tanpa alasan. Ada yang dipenjara, ada yang diturunkan dari gelar bangsawannya, ada juga yang didekam di sel tahanan bawah tanah hingga seumur hidup.     

Jika seperti ini terus, Dieter akan menjadi raja yang dibenci oleh rakyatnya. Tindakannya akan mengundang musuh dimana-mana.     

Meisya mengkhawatirkan Keisha yang akan terseret dalam perubahan tidak menyenangkan ini. Kini dia mengetahui Keisha adalah ibu kandungnya, kekhawatirannya menjadi berkali lipat ganda. Belum lagi Leonard yang dirumorkan akan memberontak. Dia takut kedua kakaknya malah akan saling bermusuhan.     

Dia sangat khawatir. Kalau bisa dia ingin segera pergi ke Jerman menemui Keisha serta kedua kakaknya. Tapi itu tidak mungkin. Dieter sudah melarangnya untuk tidak menginjakkan kaki di istana.     

"Meimei, Angel telah datang."     

Angel? Bagus. Meisya butuh seorang teman saat ini.     

Meisya segera membuka pintu dan menyambut Angel dengan senyuman lega.     

"Hai, Angel."     

"Hai, Meimei. Ada apa dengan wajahmu? Kau tampak tidak sehat."     

"Aku baik-baik saja."     

"Kau yakin? Dimana Stanley?"     

"Dia pergi ke Jerman."     

"Ha? Untuk apa?"     

Meisya tidak tahu apakah harus memberitahunya tentang kondisi di Jerman atau tidak. Lagipula, Angel merupakan orang luar dan dia sedang menunggu kedatangan Tanya.     

"Mungkin urusan pekerjaan." jawab Meisya berharap Angel tidak mendesaknya.     

Untungnya Angel mengerti keengganannya dan tidak membahasnya lebih lanjut.     

"Kau ingin jalan-jalan? Kita bisa mampir makan es krim kalau kau mau."     

"Aku akan sangat menyukainya. Sayangnya, Stanley melarangku keluar rumah sementara waktu."     

"Tenang saja. Hanya keluar sebentar. Kau butuh hiburan sekarang."     

"Meimei harus tinggal disini. Perintah dari Tuan Stanley." terdengar suara Eleanor yang entah kenapa terdengar dingin di telinganya.     

"Meimei, Tanya sudah tiba didepan." sahut Selenka memberitahukan kedatangan Tanya.     

"Kebetulan sekali, kita bisa mengajak Tanya bersama kita." lanjut Angel tidak menggubris kalimat Eleanor sebelumnya.     

"Hei, aku tidak tahu kau juga ada disini." seru Tanya begitu masuk ke dalam rumah.     

"Sepertinya Meimei membutuhkan hiburan, aku berencana membawanya keliling kota sekalian makan es krim. Kau mau ikut?"     

"Ah, maaf. Tapi hari ini aku berencana membawanya ke tempat lain."     

"Aku tidak boleh ikut?"     

"Maaf." Tanya masih mempertahankan senyumannya sebelum melirik ke arah Meisya. "Meisya, apakah kau ingin ganti baju atau kau sudah siap?"     

"Kita berangkat sekarang?"     

"Hm. Lebih cepat lebih baik."     

Apa maksudnya? "Baiklah. Aku akan berganti pakaian dulu."     

Meisya naik ke lantai dua untuk ganti baju. Begitu Meisya masuk ke dalam kamarnya, Selenka bersuara melalui box hitam di atas meja riasnya.     

"Meimei, Tanya akan membawamu ke Jerman. Jadi... bzzz..bzz.." suara Selenka semakin tidak jelas kemudian menghilang.     

"Selenka? Eleanor?" Meisya mencoba memanggil dua program ciptaan suaminya, namun tidak ada suara. Apakah mereka sedang melog-offkan diri?     

Setelah berganti pakaian, Meisya memasukkan buku pemberian Dieter ke dalam tas ranselnya. Jika memang Tanya akan membawanya ke Jerman, setidaknya dia harus membawa buku pemberian Dieter yang sangat rahasia ini. Lalu Meisya mengikat rambutnya menjadi satu sambil berjalan turun ke bawah menghampiri dua sahabatnya.     

Hanya saja, dia tidak mendengar apa-apa dan mendapati kesunyian yang mencekam diantara dua wanita tersebut. Biasanya kalau dua wanita itu bertemu, mereka akan berceloteh dengan riang dan saling bergosip. Mereka bahkan serempak menggodanya tentang pernikahannya dengan Stanley.     

Tapi kenapa sekarang dia merasakan suasana tegang dan canggung diantara mereka? Keduanya bahkan saling memandang dengan tatapan menyelidik yang belum pernah terjadi sebelumnya.     

"Aku sudah siap." ujar Meisya memecahkan keheningan.     

"Baiklah. Ayo berangkat." sahut Tanya membalikkan badan.     

Meisya menghentikan langkah saat melihat apa yang terjadi berikutnya. Semuanya berjalan dengan sangat cepat. Tahu-tahu saja, sebuah pistol telah diarahkan melawannya.     

Rupanya, begitu Tanya memunggungi Angel, Angel segera menembakkan sesuatu ke leher Tanya membuat tubuhnya rebah di lantai.     

Kemudian Angel mengambil senjata lain.. kali ini sebuah pistol yang diarahkan pada Meisya membuat Meisya melangkah mundur dengan panik.     

"Meimei, jika kau tidak ingin merasakan sakit sebaiknya kau ikuti semua yang kukatakan."     

"Angel, apa yang kau lakukan?" Meisya nyaris tidak mempercayainya. Apakah Angel membunuh Tanya? Apa yang terjadi?     

"Tenang saja, aku tidak membunuhnya. Dia hanya pingsan selama beberapa menit kedepan. Jika kau tidak ingin dia mati, ikut aku dan masuk ke dalam mobilku."     

"Kenapa? Kenapa kau melakukan ini?" sepasang mata Meisya mulai berkaca-kaca karena sadar dia hendak dibawa ke suatu tempat yang tidak akan disukainya.     

"Maaf. Aku terpaksa. Sekarang.. keluarlah."     

"Selenka dan Eleanor akan memberitahu Stanley soal ini."     

"Mereka sudah pergi sejak lima menit lalu. Aku mengusir mereka."     

"A..apa?" Jadi alasan kenapa Selenka tiba-tiba menghilang karena perbuatan Angel? Bagaimana bisa?     

Meisya mulai merasakan kakinya gemetar dan rasa takut yang sudah lama tidak dirasakannya kembali menjalar ke tubuhnya.     

"MEIMEI! Jangan buang waktuku lagi. Cepat jalan!"     

Meisya tersentak kaget mendengar suara bentakan pada Angel. Gadis muda ini tidak pernah membentaknya ataupun bersikap dingin padanya. Angel bahkan tidak tersenyum seperti biasa. Kenapa bisa begini? Kenapa satu-satunya teman pertama semenjak dia tinggal di Belanda berbalik memusuhinya?     

Dengan langkah berat, Meisya kembali berjalan menuju pintu. Dia menatap ke arah Tanya yang masih berbaring dengan tatapan sedih.     

Setelah melangkah keluar, Meisya terus berjalan menuju ke mobil Angel. Tiba-tiba dia mendengar suara keras dari belakangnya membuatnya semakin panik.     

Matanya melebar ketika berbalik dan melihat pertarungan antara Joan yang melawan Angel. Berulang kali Angel berusaha menembakkan pistolnya ke arah Joan membuat Meisya panik dan ketakutan. Dia tidak ingin satupun dari mereka yang terluka.     

Untungnya Joan bisa langsung merebut pistolnya dan meringkus Angel dalam sekali pukulan di tengkuk leher gadis itu. Joan segera mengikat kedua tangan Angel dengan tali sebelum mengalihkan perhatiannya pada Meisya.     

"Kau baik-baik saja?"     

Meisya menganggukkan kepala masih belum percaya apa yang dilihatnya.     

Joan yang ada dihadapannya bukan lagi orang yang selalu tersenyum menggoda layaknya seorang playboy. Tapi ekspresi pria itu serius.. lebih terkesan menyeramkan. Kenapa hari ini semua orang yang dikenalnya tiba-tiba berubah menjadi orang asing?     

Pertama adalah suaminya yang seperti orang kesurupan. Kedua adalah Angel yang entah kenapa mengkhianatinya. Sekarang Joan juga berubah? Sebenarnya apa yang sedang terjadi?     

Joan menyuruh Meisya masuk ke dalam mobil miliknya sementara dia memapah Tanya yang masih pingsan akibat obat bius yang ditembak oleh Angel.     

Kemudian mereka melaju keluar menuju ke Jerman dengan cepat. Satu jam kemudian, Tanya terbangun sambil memegangi kepalanya terasa pusing.     

"Ugh, gadis sialan. Dia benar-benar membiusku."     

"Sst.. Meisya ada di belakang."     

Tanya segera menoleh ke belakang dan melihat Meisya menatapnya dengan perasaan khawatir bercampur lega serta bingung.     

"Kau baik-baik saja?" tanya Tanya padanya.     

"Kalian tahu aku baik-baik saja. Justru kau yang aku khawatirkan. Kau baik-baik saja?" jawab Meisya balik bertanya membuat Angel mengulas tersenyum.     

"Ah, ini masalah sepele. Sebelumnya aku pernah mengalami yang lebih buruk dari ini."     

"Ah, maksudmu saat kejadian di Austria waktu itu?"     

"Hahaha. Sebaiknya kita bicarakan lainnya. Kita kedatangan tamu." lanjut Tanya memasang muka serius.     

"Aku menyadarinya. Aku berusaha membuat mereka tidak curiga sambil menunggumu bangun."     

"Hm." gumam Tanya sembari mengambil laptop dari tas besar miliknya.     

"Ada apa?" Meisya yang merasakan ketegangan dua orang yang duduk didepannya ikut merasa gelisah.     

"Kita sedang diikuti." jawab Joan singkat. "Tenang saja, Tanya akan membawa kita keluar dari sini." lanjutnya mendengar desahan kaget pada Meisya.     

"Kenapa Brinna muncul di applikasiku?" Tanya merasa keheranan begitu melihat simbol Brinna di dalam salah satu aplikasi miliknya.     

"Brinna? Kupikir dia tidak bisa diganggu karena dia diberi tugas khusus?"     

"Brinna mengarahkan kita menuju ke tempat ini." Tanya menyambungkan channel laptopnya masuk ke sistem komputer mobil yang dinaiki mereka.     

"Itu bukan ide yang bagus. Musuh sudah berjaga disana. Kita akan mati jika pergi kesana."     

Tanya menghela napas pasrah. "Aku sama sekali tidak mengerti. Barusan Stanley mengirimku pesan. Dia bilang.. ikuti arahan petunjuk Brinna."     

"DIA GILA?!" Seru Joan. "Sepertinya dia sudah tidak memikirkan... hmph!"     

"Aku akan menghajarmu kalau kau melanjutkannya." desis Tanya sambil mendekap paksa mulut Joan.     

"..."     

Meisya hanya bisa mendengar interaksi keduanya. Sebagian besar dia tidak mengerti maksud ucapan mereka, tapi dia tahu kelanjutan kalimat Joan yang terputus.     

Apakah Stanley tidak memikirkannya? Tidak, itu tidak mungkin.     

"Aku percaya pada Stanley." sahut Meisya dengan nada meyakinkan membuat dua orang didepannya melirik ke arahnya.     

Tanya mengulas senyum sementara Joan tertawa geli.     

"Baiklah, karena kau sudah percaya pada Zero sepenuhnya, aku akan mengambil resiko gila ini."     

Memang benar. Meskipun rencana strategi Zero III terdengar gila, tapi mereka percaya penuh akan kemampuan Stanley.     

Zero tidak pernah membuat keputusan tanpa alasan. Jika mereka dibawa masuk ke perangkap musuh yang telah disiapkan, itu berarti Zero telah menyiapkan 'kartu AS'nya di tempat itu.     

Entah berapa lama dua mobil jeep hitam yang mengikuti mereka masih menguntit tanpa membuat gerakan berarti, Meisya semakin merasa gelisah sementara Tanya serta Joan terlihat santai.     

Tiba-tiba saja sebuah mobil jeep lain menabrak mereka dari samping ketika mereka melewati persimpangan. Tubrukan ini membuat Joan kesulitan mengendalikan setirnya membuat mobil mereka berputar menuju ke tepi tebing. Dengan cekatan, Joan berhasil menghentikan mobilnya yang nyaris terjun bebas ke arah laut.     

Mereka terjebak... sesuai yang diinginkan oleh siapapun yang berniat mencelakai mereka. Mereka berada di ujung tebing dimana laut menjadi dasarnya, sementara disisi lain telah muncul belasan jeep hitam yang sama mengepung mereka... menghalangi jalan keluar apapun untuk kabur.     

Akibat hantaman keras, kepala Meisya sempat terbentur kaca mobil dengan keras hingga retak membuat dahinya berdarah. Tidak sempat merasa sakit pada dahinya, ekspresinya sudah dipenuhi dengan rasa ngeri melihat begitu banyak mobil asing mengepung mereka bersamaan. Belum lagi, seluruh penumpang mobil hitam tersebut turun dengan membawa senjata di tangan mereka.     

"Wanita bernama Meisya Heinest, cepat keluar atau kami akan meledakan mobil kalian!" seru salah seorang yang telah turun dari jeep.     

Meisya merasa takut dan panik. Mereka semua menginginkannya? Kenapa?     

Tadi Angel telah mengkhianatinya dan bermaksud menculiknya. Kini sekelompok orang asing menginginkannya. Kenapa?     

Klik. Terdengar suara pintu mobil terbuka dan seorang wanita turun dari mobil. Apakah Meisya yang turun? Bukan. Tapi Tanya yang turun menghadap sekelompok orang tersebut.     

"Aku yang bernama Meisya."     

Meisya merasa kaget mendengar Tanya mengaku sebagai dirinya. Matanya lebih melebar lagi saat sebuah letusan senapan terdengar dan menembus langsung ke bahu Tanya.     

Meisya serta Joan segera keluar mendekap tubuh Tanya yang terjatuh akibat terkena tembakan.     

Meisya tidak bisa menghentikan air matanya ketika melihat darah mulai keluar dari bahu Tanya.     

"Jadi kau yang bernama Meisya? Aku dengan Putri Meisya memiliki warna rambut merah seperti apel. Tidak mungkin kau yang bernama Meisya." sahut salah satunya dengan nada meledek.     

Joan mengepalkan tangannya menjadi tinju.     

'Zero, dimana kartu ASmu?' jerit Joan dalam benaknya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.