Koleksi Meisya
Koleksi Meisya
Buntalan apa ini? Kenapa berat sekali?
Meisya menatapnya dengan ragu sebelum memutuskan untuk mengambil salah satu buntalan tersebut. Dia membuka kertas koran yang menutupi sesuatu. Begitu tidak ada kertas yang menutupinya, Meisya tersenyum hangat.
Sebuah bola kaca, salah satu koleksi favoritnya. Meisya langsung membuka buntalan lain yang ukurannya lebih kecil. Seperti dugaannya, bola kaca yang mirip dengan hiasan yang berbeda.
Dieter membawa semua koleksinya? Hati Meisya menghangat.
Selama beberapa hari terakhir ini, dia sering bertanya-tanya apakah Dieter sudah tidak peduli padanya? Apakah Dieter sudah melupakan kenangan indah semasa kecil dulu?
Hari ini setelah bertemu dengan Dieter langsung, Meisya menemukan jawabannya. Dia tidak perlu bertanya langsung pada Dieter, dia hanya perlu berinteraksi dengan kakaknya. Kini dia yakin, Dieter masih peduli padanya. Dieter masih adalah kakaknya yang sama seperti belasan tahun yang lalu.
Setelah membongkar lebih dari sepuluh bola kaca, Meisya merasa kamarnya penuh. Dia memutuskan memanggil suaminya untuk membantunya.
"Stanley, bisakah kau membantuku?"
"Oke. Tunggu sebentar." jawab Stanley kemudian. "Aku pergi dulu." lanjut Stanley kearah monitor.
"Ehhhh???" gadis yang muncul di monitor memanyunkan mulutnya membuat Stanley tertawa kecil.
"Apa boleh buat, ada pekerjaan yang tidak bisa kutunda. Aku pasti akan bergabung dengan kalian malam natal nanti. Jadi.. jangan cemberut seperti itu atau aku akan membatalkan kiriman hadiahmu."
"Kalau paman mengingkari janji lagi, aku tidak mau bertemu dengan paman." ujar gadis itu sebelum memutuskan video call mereka.
Stanley mendesah pasrah mendegar omelan gadis... lebih tepatnya anak perempuan berusia enam tahun. Chleora Regnz.
Sebagai nona ketiga Paxton, Chleora sangat dimanjakan oleh banyak orang, termasuk Kinsey dan Stanley. Yang sanggup menghadapi kenakalan dan bersikap keras hanyalah Vincent saja. Bahkan Cathy sendiri kewalahan menangani sikap enerjik Chleo.
Anak itu juga sangat pintar. Chleo hanya berani bersikap manja dan nakal jika ada kedua kakeknya atau pamannya. Dengan begitu, anak itu memiliki tameng untuk melindunginya dari amukan sang ayah.
Stanley menggelengkan kepalanya tahu dia harus menghadapi omelan manja keponakannya saat bertemu nanti.
Stanley naik ke lantai dua dimana istrinya sedang mengeluarkan isi kotak pemberian Dieter. Dia juga melihat beberapa, bahkan mungkin belasan bola kaca dengan bentuk dan ukuran berbeda-beda menyebar di lantai kamar istrinya.
"Bola kaca? Apakah itu koleksimu?"
"Benar. Kakakku membawakannya untukku. Darimana kau tahu ini koleksiku?"
"Aku yang menculikmu malam itu kalau seandainya kau lupa. Aku sempat melihatnya terpajang di lemari hias di kamarmu." jelas Stanley sambil membantunya mengeluarkan buntalan dan menyingkirkan kertas koran yang tebal.
"Ah, rupanya begitu."
"Kenapa kau mengoleksi bola kaca?"
"Sebenarnya tidak sengaja. Waktu aku berulang tahun yang ke tujuh, ayah memberiku snow globe. Itu adalah hadiah pertama dari ayah. Sebelumnya ayah tidak pernah memberiku hadiah atau mengunjungiku. Aku seperti tidak memiliki orang tua."
Stanley mengernyit bingung mendengar ini. Bukankah raja sebelumnya sangat menyayangi Meisya? Meski bingung, Stanley tetap diam dan mendengarkan sambil membantu istrinya memajang bola kaca di kabinet serba guna di depan kamar Meisya.
"Aku sangat senang saat pertama kali aku mendapatkan hadiah bola kaca. Mungkin mereka mengira aku sangat menyukainya sehingga tiap tahun mereka pasti akan memberiku bola kaca dengan hiasan berbeda-beda. Jadi aku mengoleksinya."
"Yang ini hadiah ulang tahunku yang ke sebelas dari Adri." Meisya menunjukkan bola kaca yang didalamnya berisi dua boneka perempuan yang sedang memetik bunga-bunga kecil bewarna ungu. "Katanya dia sendiri yang memikirkan designnya untukku. Dia bilang dua anak perempuan ini adalah kami berdua."
Stanley tersenyum mendengarnya. "Kupikir kau dan putri Adrianna tidak memiliki hubungan yang baik."
Stanley masih ingat Adrianna pernah mengancam Meisya dengan kejam dihari Stanley menyelinap masuk ke kamar pribadi Meisya.
"Dulu kami sangat dekat. Aku tidak tahu sejak kapan kami menjadi jauh. Tiba-tiba saja dia bersikap dingin tiap kali aku menyapanya."
Stanley menyadari Meisya merasa sedih mengenang masa kecilnya. Dia tidak tahu bagaimana caranya menghibur karena dia sendiri tidak memiliki saudara satupun. Jadi dia tidak bisa mengerti perasaan Meisya sekarang.
Yang bisa dia lakukan hanyalah mengusap lembut kepala istrinya memberi dukungan padanya.
Walau hanya elusan sederhana di kepala, Meisya merasa tersentuh dengan perhatian suaminya.
"Bagaimana denganmu?" gugah Meisya kembali melanjutkan membuka bungkusan kertas koran dari bola kaca.
"Aku?"
"Rasanya sangat tidak adil." gerutu Meisya. "Kau tahu semuanya tentangku, tapi aku tidak tahu apa-apa tentangmu."
Stanley tertawa geli. "Itu tidak benar. Sampai sekarang aku tidak bisa mengerti isi pikiranmu."
"Apanya yang tidak bisa dimengerti? Aku tidak pernah menyusahkan orang. Selama kau memberiku makan, tempat tinggal yang nyaman dan sebuah buku untuk kubaca, aku tidak akan mengomel."
"Ho? Jadi kau tidak ingin kubelikan es krim?"
"Apa hubungannya dengan es krim? Tentu saja aku mau." decak Meisya kesal sadar suaminya mulai kumat ingin mengganggunya. "Kau tidak boleh menindasku. Kau sudah janji." lanjut Meisya mengingatkan ketentuan yang sudah disetujui Stanley.
"Nyonya, bagian mana aku menindasmu? Aku tidak sedang menindasmu, tapi.. aku sedang menggodamu."
Secara reflek Meisya memundurkan tubuhnya disaat Stanley mendekatkan wajahnya ke arahnya. Pria itu tidak mungkin ingin kembali menciumnya kan? Kalau iya.. Meisya tidak tahu apakah jantungnya bisa bertahan atau tidak.
"Tapi.. tidak ada bedanya antara menindas dengan menggoda. Yang kau lakukan ini sama saja dengan menindas."
Stanley memiringkan kepalanya memasang wajah polos seolah dia tidak mengerti apa yang diucapkannya.
"Tentu saja beda. Kau hanya mengajukan syarat agar aku tidak menindasmu. Kau tidak melarangku untuk menggodamu."
"..."
Dasar pria tidak tahu malu! Apakah begitu senangnya pria itu menindasnya? Tidak bisakah suaminya ini membiarkannya tenang tanpa mengganggunya?
Membayangkan harus hidup bersama orang ini seumur hidupnya membuat Meisya putus asa.
"Stanley," untuk pertama kalinya Meisya mengubah caranya. Dia memasang wajah memelas serta mengedipkan matanya beberapa kali.
Yang tidak diketahuinya, justru ekspresinya saat inilah yang sanggup memikat hati Stanley. Kalau saja Stanley tidak memiliki pertahanan yang cukup tinggi, dia sudah pasti akan menyerang istrinya saat ini juga.
Untungnya, Stanley tidak melakukannya dan memutuskan untuk kembali membantu Meisya mengatur bola kaca di atas kabinet.
Untuk memperbaiki suasana, Stanley menawarkan Meisya untuk bertanya apa saja padanya. Meisya sudah mengeluhkan masalah dirinya yang tidak tahu apa-apa tentang Stanley. Karena itu Stanley membiarkan Meisya bertanya apa saja dan dia menjawabnya dengan berterus terang tanpa ada yang ditutupinya.
Sampai ketika Meisya bertanya sesuatu yang sangat dihindari Stanley.
"Apa dulu kau pernah memiliki kekasih?"
"..." untuk beberapa saat Stanley tidak bergerak ataupun menjawab. Lalu dia menghela napas panjang sebelum akhirnya menjawab pertanyaannya. "Hm. Aku pernah menjalin hubungan dengan seseorang."
"..."
Jadi Meisya bukan gadis pertama yang menempati hati suaminya. Entah kenapa, Meisya merasa sedih sekali mengetahui kenyataan ini. Apalagi bagi Meisya, Stanley adalah pria pertama dan satu-satunya yang berhasil masuk ke dalam hatinya dan memenuhi pikirannya.
Tidak. Yang benar, Meisya sama sekali tidak tahu apa arti dirinya di mata Stanley. Pria itu memang bersikap baik dan perhatian padanya. Terkadang menggodanya atau menjahilinya. Tapi semua gerak-gerik pria itu seolah menunjukkan bahwa Meisya adalah orang yang berharga bagi pria itu. Itu sebabnya dia sangat bingung memikirkan perasaan suaminya yang sebenarnya.
Kini Meisya mulai menyesalinya. Tidak seharusnya dia menanyakan asmara masa lalu pria itu. Sekarang suasana disekitar mereka terasa canggung dan tidak ada satupun yang berbicara.
Akhirnya Meisya memutuskan untuk bertanya hal lain.
"Apakah dia cantik?"
Ugh! Rasanya Meisya ingin memotong lidahnya. Bukannya dia ingin bertanya hal lain, kenapa dia malah menanyakan kecantikan mantan kekasih suaminya?
"Diantara aku dengan dia, yang mana yang lebih cantik?" Meisya sama sekali tidak memberi kesempatan Stanley menjawab pertanyaannya. Mungkin karena dia takut mendengar jawabannya, dia malah terus berceloteh. "Asal kau tahu, dari sepuluh pria yang bertemu denganku, sembilan diantaranya mengagumi kecantikanku. Tidak sedikit dari mereka yang ingin meminangku ke dalam pernikahan. Bahkan ada salah satunya..."
"Apakah kau sedang cemburu atau ingin membuatku cemburu? Aku sama sekali tidak bisa membedakannya. " potong Stanley dengan kilatan mata mengandung bahaya.
"Aku.. aku tidak cemburu!"
"Hm. Jadi kau memang cemburu." ucap Stanley sambil tersenyum miringnya yang sangat khas.
Meisya merapatkan bibirnya tidak ingin menggali liang kuburnya sendiri. Kini dia sadar, dia memang cemburu. Apalagi tampaknya Stanley harus berpikir dua kali untuk menentukan siapa yang lebih cantik.
Memangnya secantik apa mantan kekasih suaminya? Ah, yang pasti gadis itu lebih muda darinya mengingat Stanley tidak tertarik dengan wanita lebih tua.
Meisya mendesah pasrah. Dia memutuskan menyerah. Inilah salah satu alasan kenapa dia ingin bercerai ketika situasi di istana mulai reda. Jika dia harus mengalami cemburu seumur hidupnya dan mengharapkan agar cintanya terbalas... Meisya tidak akan kuat.
Karena terlalu sibuk dengan pikirannya, Meisya sama sekali tidak sadar Stanley telah duduk dibelakangnya mengurung kakinya yang bersila diantara dua kaki pria itu. Lalu dua tangan Stanley dilingkarkan dan menempel sempurna di perutnya membuat Meisya kembali terkena serangan jantung.
Sejak kapan Stanley duduk sedekat ini?
"Kau yang lebih cantik. Bagiku, kau adalah wanita tercantik di dunia ini. Tidak hanya wajahmu.. rambutmu, matamu, ekspresimu yang sedang kesal, senyumanmu, semuanya mengenai dirimu terlihat sangat cantik." Stanley memiringkan tubuhnya untuk melihat wajah istrinya yang kini merona. "Jadi, kau tidak perlu cemburu atau membandingkan dirimu dengan wanita lain. Karena tidak ada gadis lain yang bisa menandingi kecantikanmu dan posisimu di hatiku."
Meisya mengerjap beberapa kali tidak mengerti kalimat terakhir suaminya. Posisi di hati Stanley? Apakah itu berarti...? Apakah cintanya tidak bertepuk sebelah tangan? Bolehkah dia berpikir seperti itu?
Stanley menarik sebelah tangan Meisya tepat ke arah jantungnya berdetak. Telapak tangan yang terlihat kecil dibandingkan tangan suaminya, menempel sempurna didada Stanley. Meisya bisa merasakan debaran jantung suaminya yang tidak kalah cepat dengan miliknya.
Mata Meisya berkaca-kaca mendapatkan jawabannya. Ini bagaikan mimpi. Dia sama sekali tidak menyangka orang yang menyakitinya dengan begitu rupa juga adalah orang yang memberinya kebahagiaan berkali lipat ganda.
Stanley bergerak mendekat hingga jarak kedua bibir mereka hampir menyentuh satu sama lain.
"Aku menyukaimu, Meimei. Sangat." bisik Stanley tepat sebelum dia kembali merasakan manisnya sepasang bibir menggiurkan dibawah bibirnya sendiri.
Kali ini Meisya membalas ciumannya serta mengalungkan kedua tangannya ke leher Stanley.
Semakin lama ciuman mereka semakin intens. Tubuh Stanley semakin terasa berat membuat Meisya merubah posisi duduknya menjadi setengah berbaring di lantai. Tidak berhenti sampai disitu, Stanley mengulum bibir Meisya hingga tubuh Meisya harus berbaring di atas lantai kamarnya. Karena tidak ingin Meisya merasa sakit pada kepalanya, Stanley meletakkan telapak tangannya sebagai sandaran kepala istrinya.
Meisya merasakan tubuhnya kini berbaring di bawah tubuh suaminya. Dia mencoba menggeliat untuk menggugah suaminya agar menghentikan aktivitas mereka. Sayangnya, Stanley sama sekali tidak berniat melepasnya.
Antara setengah ingin lepas dan ingin meneruskan pagutannya, sebelah tangan Meisya bergerak kesamping. Tangannya menyentuh kotak besar yang kini terasa lebih ringan karena sebagian besar isinya telah dikeluarkan.
Tanpa sengaja tangannya menarik kotak tersebut hingga ujung kotak yang terbuka menghadap kearahnya. Ada sebuah suara seperti lonceng dari kotak tersebut saat kotak besar itu terjatuh.
Meisya menepuk pundak Stanley dan bersamaan mereka menoleh ke arah sumber suara.
"Kenapa selalu saja ada suara yang menggangu tiap kali aku ingin bermesraan denganmu." gerutu Stanley membuat wajah Meisya semakin panas.
Meisya memukul dada Stanley dengan gemas. "Hentikan. Ini masih siang."
"Oh? Jadi kalau sudah malam, aku boleh melakukannya?"
"Stanleeeeyyy.." rajuk Meisya dengan wajah memohon belas kasihan.
Stanley tertawa kecil melihat salah satu ekspresi favoritnya menghiasi wajah istri tercintanya.
Keduanya segera mengeluarkan sisa bola kaca tanpa membuka kertas korannya. Di bagian paling dalam ada sebuah buku tebal dimana ada sebuah lonceng kecil yang terikat di lubang kecil ujung buku tersebut.
Stanley dan Meisya saling berpandangan. Mereka sama sekali tidak mengerti kenapa bisa ada buku aneh didalam kotak koleksi bola kaca Meisya.