Alasan Bekerja Lembur
Alasan Bekerja Lembur
Selama enam tahun terakhir ini, Kinsey menghabiskan waktunya antara bekerja, latihan, bekerja dan begitu seterusnya. Dia tidak pernah datang ke undangan pesta ataupun kencan buta yang disiapkan ayahnya maupun istri pamannya, Alice.
Dia sama sekali tidak berniat berkencan ataupun menikah. Dia lebih merasa nyaman hidup sendiri dan menjalani hidupnya dengan bebas tanpa ikatan pernikahan.
Karena itulah dia sering lembur... lebih tepatnya melemburkan diri hingga larut malam dan baru tidur jam empat subuh.
Saat ini pikiran Kinsey sudah setengah sadar, namun tubuhnya masih nyaman di atas ranjangnya.
Pendengarannya yang tajam mendengar suara pintu kamarnya dibuka dengan sangat pelan. Seorang penyusup memasuki kamarnya dengan langkah kecil yang berhati-hati.
Kinsey tersenyum tipis dan berakting pura-pura masih tidur. Kemudian penyusup tersebut naik ke atas ranjangnya dan merangkak ke atas tubuhnya. Detik berikutnya...
"Muach, muach, muach. Muuuuuuach."
Penyusup itu mencium pipinya berulang kali.
"Ayo bangun!" seru penyusup itu.
Kinsey mengerang kemudian berbalik masih menolak untuk bangun. Dia tersenyum geli menyadari penyusup masih menciumi pipinya yang lain.
Kemudian, jari-jari kecil bergerak ke arah lehernya dan menggelitiknya. Saat itulah Kinsey bangun secara mendadak dan langsung menggelitiki tubuh penyusup membuat keduanya tertawa.
"Hahaha, hentikan hahahaha. Cu cu cu.." penyusup menirukan suara tembak laser sembari mengacungkan sebuah pistol laser mainan ke arah dada Kinsey.
"Oh, tidak." Kinsey berpura-pura terkena tembakan dengan mengerang kesakitan, lalu terjatuh dan pura-pura tertidur kembali.
"Ish.. Paman! Kok tidur lagi?"
Kinsey tidak bisa menahan tawanya melihat keponakannya cemberut. Keponakannya bernama Chleora Regnz memiliki wajah cantik sekaligus imut dengan mata bulat besar bewarna coklat terang persis seperti ibunya. Sedangkan rambutnya bewarna hitam namun ada coklat di beberapa bagian seperti highlight. Sayangnya wajah anak ini sangat mirip dengan ayahnya daripada ibunya. Dia harus melihat wajah saudara iparnya tiap kali dia dibangunkan keponakannya.
Meskipun begitu Kinsey sangat menyayangi anak gadis mungil ini. Dia selalu memanjakannya dan menuruti apapun yang dimintanya.
"Ayo bangun, paman!" bujuk Chleo sambil menggoyangkan pundaknya sekuat tenaga.
"Baiklah." Kinsey bangun merubah posisinya menjadi setengah berbaring ke samping dengan bertopang sebelah sikunya. Lalu dia menyadari mainan pistol laser yang dibawa keponakannya. Bukannya mainan itu...?
"Huwaaaaa... mainanku!!"
Belum sempat menyelesaikan tebakannya, sudah terdengar suara tangisan dari arah luar.
"Chleo." Kinsey memandang keponakannya dengan peringatan. "Sudah kubilang jangan mengambil mainan adikmu."
Chleo memanyunkan mulutnya seperti bibir ikan. Kinsey tidak bisa menahan dirinya menekan bibir keponakannya itu untuk kembali ke posisi semula.
"Sana, kembalikan mainannya atau paman tidak akan mengantarmu hari ini."
Chleo langsung bangkit berdiri dan turun dari ranjang. Diluar sudah berdiri sang ibu yang memandanginya dengan tatapan peringatan padanya.
"Chleora.. sudah berapa kali mama bilang jangan mengambil mainan adikmu."
Chleo mendesah pasrah. Baik ibu dan pamannya mengucapkan kalimat yang sama. Apa mungkin karena mereka saudara kembar? rutuk Chleo dalam hati.
Dengan patuh Chleo mengembalikan mainannya ke tangan adiknya bernama Diego yang berusia dua tahun. Sayangnya Diego masih saja menangis yang akhirnya malah tertawa begitu tubuh mungil Diego diangkat tinggi oleh sang ayah.
Vincent mengangkat putranya dan mendudukkannya di belakang lehernya dengan kedua kakinya menggantung di dua sisi bahunya. Kemudian dia tersenyum pada putrinya sambil mengacak-acak rambutnya.
Berbeda dengan Chleo, Diego memiliki bentuk wajah campuran antara Vincent dan Cathy. Namun warna rambutnya pirang dengan mata biru safir. Hingga sekarang mereka bertanya-tanya asal gen warna mata biru. Baik keluarga Alvianc, Paxton maupun Regnz tidak ada yang memiliki warna mata biru. Rata-rata bewarna hitam atau coklat.
Kenyataan ini masih sebuah misteri dan menganggap salah satu leluhur dari tiga keluarga ini memiliki warna mata biru.
"Aku juga mau.." rajuk Chleo membuat mata Vincent melebar.
Pasalnya Chleo kini sudah hampir berusia enam tahun dan pertumbuhannya sangat cepat sehingga tingginya melebihi rata-rata anak seusianya. Belum lagi berat badannya yang sudah lebih dari dua puluh lima kilo. Sewaktu Chleo masih kecil dulu, Vincent memang sering menggendong putrinya dan mendudukkannya di bahunya tanpa susah. Yah, dia masih bisa menggendong putrinya, tapi dia tidak bisa menahan dirinya untuk menggoda saudara iparnya begitu melihat Kinsey muncul sambil menguap.
"Minta sama pamanmu saja. Papa harus menghibur adikmu dulu."
Cathy tertawa geli mendengarnya sementara Kinsey berdiri terpaku. Namun dia sama sekali tidak menolak saat Chleo berlari ke arahnya dan segera mengangkatnya dan mendudukkannya di bahunya... dengan sangat mudah.
Chleo tertawa dan berseru pada adiknya, "Diego, lihat! Aku diangkat tinggi oleh paman Kinsey!"
"Aku juga! Aku juga paman!" seru Diego sambil melentangkan kedua tangannya kedepan minta digendong Kinsey. Seperti biasa, Diego selalu ingin meniru apapun yang dilakukan kakaknya.
Setelah menurunkan Chleo dari pundaknya, Vincent memberikan Diego pada Kinsey. Chleo manyun sebentar tapi kemudian memandang ayahnya dengan tatapan memelas.
"Tunggu sebentar. Papa mau ambil napas dulu." barulah Vincent mengangkat putrinya seperti apa yang dilakukannya dengan Diego.
"Sepertinya usia sudah mulai berpengaruh ya." ledek Kinsey yang dianggapi cuek oleh Vincent.
Begitu selesai menata meja makan untuk sarapan, Cathy mengajak mereka semua untuk makan bersama.
Vincent menurunkan putrinya dan mendudukkannya di kursi meja makan. Chleo mengalungkan kedua tangannya ke leher Vincent sebelum memberikan kecupan ala miliknya, "Muach, muach, muach, muuuuaach!"
"Mama tidak dapat ciuman nih dari Chleo?" lucunya, Cathy memasang wajah berpura-pura cemberut membuat Chleo cekikikan.
Kedua tangannya terangkat dan begitu Cathy masuk dalam jangkauannya, Chleo mencium pipinya persis seperti yang dilakukan pada sang ayah dan pamannya.
Sikap Chleo sangat manis. Dia suka mencium pipi semua orang yang disayanginya. Cathy mengecup puncak kepalanya sebelum mengusap lembut rambutnya dan duduk ke kursinya.
"Seharusnya kalian tidak perlu datang kemari tiap pagi." ujar Kinsey setelah mendudukkan Diego diatas kursi khusus batita.
"Kami tidak akan datang jika kau sudah menikah." sebelum Cathy menjawab, Vincent sudah menjawabnya duluan... dengan jawaban yang membuat kakaknya agak jengkel.
Cathy hanya mendesah pasrah. Baik kakak maupun suaminya tidak pernah bisa ditinggal berdua tanpa ada kalimat yang bisa menimbulkan kejengkelan. Yah, setidaknya mereka tidak pernah bertengkar atau beradu fisik.
Ditambah lagi, keduanya sangat menyayanginya, dan juga sayang pada Chleora dan Diego. Karena itu Cathy tidak pernah resah mengenai hubungan mereka. Karena dia tahu, keduanya saling mengagumi kelebihan masing-masing. Meski mereka tidak pernah menunjukkannya.
"Berapa kali aku bilang, aku tidak akan menikah."
"Apa kau dengar itu Chleo? Kita masih bisa datang kesini tiap hari."
"Yey!" seru Chleo dengan girang membuat Kinsey kehabisan kata-kata.
Kinsey sama sekali tidak bisa menolak permintaan dua keponakannya. Vincent mengetahuinya dan dengan cerdiknya memanfaatkannya. Karena itu dia hanya mendesah pasrah dan menikmati kebersamaan mereka.
"Mama, aku mau itu lagi." Chleo menunjuk ke sebuah roti besar dan keju muda.
Cathy mengambilkannya untuknya. Kemudian Cathy mengeluarkan coklat kesukaannya yang kemarin dibelinya untuk dibagi-bagi. Cathy membatasi putrinya untuk mengambil tiga potong agar tidak terlalu banyak makan manis.
Chleo adalah anak nakal dan cerdik. Begitu coklat bagiannya sudah habis dia segera turun dari kursinya kemudian berdiri disamping pamannya sambil membuka mulutnya.
Mengerti maksudnya, Kinsey memasukkan satu potong coklat ke dalam mulutnya tanpa sepengetahuan kedua orangtuanya.
Chleo segera bersembunyi di belakang kursi Kinsey sambil mengunyah dengan cepat. Kinsey hanya tersenyum melihat kecerdikan keponakannya.
"Dimana Chleo?" Cathy menyadari putri sulungnya tidak ada di tempatnya.
"Chleo disini!" seru Chleo dengan senyuman sumringah di wajahnya. Rupanya dia telah menghabiskan coklat didalam mulutnya.
Tentu saja Vincent dan Cathy tahu Kinsey diam-diam memberikan coklat lagi pada Chleo dan Kinsey juga tahu mereka menyadarinya. Tapi mereka bertiga sama-sama diam.
Jika Cathy dan Vincent agak keras dalam soal cemilan manis untuk anak mereka, mereka membiarkan orang luar untuk memanjakan anak mereka.
Tentunya keduanya sempat kewalahan karena yang memanjakan kedua anak mereka sudah tak terhitung jumlahnya.
Marcel, Daniel, Ben serta istrinya belum lagi Greg dan Alice. Ketiga adik Cathy yang sangat menyayangi keponakan mereka, ditambah mantan anggota Alpha dan Zero yang kini menyebut Chleo sebagai 'nona ketiga'.
Hal ini membuat keduanya tidak bisa membiarkan Chleo ditinggal bersama orang-orang yang ingin memanjakannya. Kalau tidak, sudah dipastikan berat badan putrinya akan naik dengan drastis dan akan sulit untuk menurunkannya.
Selesai sarapan dan bersiap-siap, Kinsey mengantar Chleo sesuai dengan janjinya.
Hari ini adalah hari pertama Chleo masuk sekolah di tingkat yang lebih tinggi. Dia akan diajarkan membaca, menulis dan juga akan ada pekerjaan rumah yang diberikan sekolah.
Kinsey baru saja kembali dari perjalanan bisnisnya di Asia membuat mereka tidak bisa bertemu selama satu bulan, Chleo sangat merindukannya dan ingin diantar oleh pamannya yang tampan ini.
Tapi sebelum itu, mereka mampir ke toko kue coklat kesukaan Chleo. Kinsey membelikan satu buah potong cake mini dan memberikannya pada Chleo yang diterimanya dengan senang hati.
"Hmmmm.. enak sekali." gumam Chleo dengan riang.
Kinsey tersenyum lebar melihat keponakannya sangat menyukainya. Dia jadi teringat akan gadis itu. Anak perempuan yang menikmati kue ulang tahun dengan elegan saat dia masih berusia tujuh tahun.
Ekspresi Kinsey mengeras dan murung karena lagi-lagi dia teringat akan gadis itu.
Saat dia memberikan gantungan kunci miliknya pada Katie enam tahun yang lalu, dia memutuskan untuk melupakannya. Disaat dia mendapat kabar bahwa Katie telah pulih dari efek racunnya, dia memutuskan untuk menghindarinya.
Dia tidak ada niatan untuk mendekati gadis itu karena yakin Katie pasti akan membencinya begitu mengetahui sisi lain dari dirinya yang sebenarnya.
Tapi Katie muncul di hari pernikahan adiknya. Disaat dia tidak ingin goyah lagi, gadis itu muncul untuk kesekian kalinya di balkon. Gadis itu juga menunjukkan tanda-tanda memiliki perasaan khusus terhadapnya. Pada akhirnya dia tergoda untuk mendekatinya. Dia ingin menjalin hubungan dengannya dan memberikan kesempatan pada dirinya sendiri untuk terbuka. Ada secercah harapan mungkin saja Katie akan menerimanya apa adanya. Mungkin saja Katie masih menyukainya meski dia menunjukkan dirinya yang sebenarnya.
Tapi.. gadis itu pergi begitu saja tanpa memberikan kesempatan itu untuknya.
Surat itu... surat kecil itu membuatnya sangat marah dan merasa dipermainkan. Jika Katie memang berniat pergi, lalu untuk apa gadis itu mendekatinya? Untuk apa Katie menciumnya dan memberi kecupan di pipinya?!
Semenjak itu, dia mengunci hatinya rapat-rapat dan hanya menyisakan tempat untuk keluarganya.
Kali ini dia tidak akan membiarkan siapapun masuk ke dalam hatinya. Dan salah satu cara untuk melupakan gadis itu adalah menenggelamkan diri ke dalam tumpukan pekerjaan di Alvianc grup.
Sayangnya... di tengah-tengah kesibukannya.. dia masih saja teringat gadis itu. Bahkan gadis itu sering muncul di mimpinya. Belum lagi momen ketika dia mencium bibir merah gadis itu, berulang kali memenuhi benaknya.
Ugh! Kalau begini caranya, sampai kapanpun, dia tidak akan pernah bisa melupakan Katleen Morse.