Salah Paham
Salah Paham
Katie memasuki kamarnya dengan senyuman lebar dan wajah merah merona. Dia memegangi pipinya yang terasa panas tanpa menyadari tiga pasang mata yang memperhatikannya
"Ciyeee.. yang lagi jatuh cinta nih!"
Mata Katie melebar melihat Mercy, Daisy dan Hillary belum tidur.
"Sepertinya kau dekat dengan saudara kembar Cathy ya? Kupikir kalian baru bertemu?"
Karena sibuk menggoda Katie, sementara Katie yang masih sibuk menenangkan debaran jantungnya yang liar, mereka sama sekali tidak menyadari suara dingin dari Hillary.
"Kami memang baru bertemu." jawab Katie berusaha untuk tenang dan santai.
Daisy serta Mercy segera mengamit Katie kedua sisinya dan mendudukkannya di atas ranjang kemudian duduk berdampingan hendak menginterogasi Katie.
"Kitty, kau harus menceritakan semuanya pada kami." seru Mercy yang tiba-tiba sama sekali tidak mengantuk.
"Cerita apa? Tidak ada yang perlu diceritakan." tentunya Katie berusaha menghindarinya.
"Jangan bohong. Kami melihat saat kau pergi bersama Kinsey Alvianc. Kalian pergi kemana?"
Katie mendesah pasrah. Dia sudah tertangkap basah. Dan mereka tidak akan membiarkannya tidur sebelum mendapatkan jawaban darinya.
Pada akhirnya dia menceritakannya secara singkat dia sempat berdansa sebentar di balkon kemudian pergi ke pantai. Soal mereka berciuman tidak diceritakannya takut teman-temannya akan lebih menggodanya lagi.
"Yah, hanya begitu? Tidak terjadi sesuatu?" ujar Mercy kecewa.
"Masa hanya itu? Aku tidak percaya kalau kalian cuman mengobrol saja."
Dan pernyataan lainnya yang menyatakan mereka masih curiga masih ada kejadian lain yang disembunyikan Katie. Dia kembali teringat ciumannya dengan Kinsey di pantai tadi, belum lagi saat mereka bergandengan tangan selama perjalanan kembali ke mansion. Lagi-lagi membuat wajahnya merona dan jantungnya berdebar dengan cepat.
Dia sama sekali tidak menyangka ciuman dengan seorang pria bisa membuatnya seperti ini. Dan dia sama sekali tidak menyangka tangan seorang pria itu sangat besar dan lebar dan...
Katie menutup wajahnya yang dia yakin pasti merah untuk mencegah teman-temannya menggodanya lebih lagi.
"Bukankah itu bagus?" sambung Hillary. "Lagipula besok kan kau mau pergi, iya kan Kitty?" Sayanynya, Hillary sudah bertanya duluan sebelum dua sahabat SMAnya menggodanya lebih lanjut.
Senyuman bahagia yang tadi masih menghiasi wajah Katie berubah menjadi senyuman sedih.
"Kau benar. Tapi..." Katie menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. "Apa sebaiknya aku tetap tinggal? Aku rasa aku benar-benar menyukainya."
Teman-temannya kecuali Hillary tampak semangat mendengarnya.
Sementara Katie, dia sudah tidak peduli lagi dengan kekuatannya. Dia hanya ingin menghabiskan sisa hidupnya yang pendek bersama orang yang disukainya.
"Cathy juga pasti akan senang kalau tahu kau tidak jadi berangkat." seru Mercy.
"Apalagi kalau jadi saudara iparnya." sambung Daisy sambil cekikikan.
"Itu bukan keputusan bijaksana." ujar Hillary berusaha bersikap santai. "Kau ingin membatalkan penerbanganmu untuk seorang pria yang belum tentu menyukaimu? Kalian juga lihat sendiri kan? Kinsey menyendiri, tidak peduli seberapa banyak yang berusaha mendekatinya, dia sama sekali tidak bersikap ramah."
"Itu memang benar. Tapi mungkin Kitty bisa jadi orang yang spesial dimatanya." bela Mercy.
"Apa kau bilang padanya kalau kau akan pergi? Aku yakin begitu dia tahu kau akan pergi, dia tidak akan tertarik padamu. Kau hanya kebetulan disana berduaan dengannya. Dan dia hanya menggunakanmu demi kesenangannya sementara. Dia tidak akan mengejarmu atau mencegahmu untuk berangkat." ungkap Hillary dengan nada yang sangat datar.
Semuanya terdiam dan hati Katie berubah menjadi murung. Mereka sadar apa yang dikatakan Hillary ada benarnya. Bisa jadi disaat Kinsey tahu dia akan pergi, pria itu tidak mencegahnya ataupun mengejarnya. Kinsey hanya menganggap kejadian di pantai hanyalah sebagai kesenangan satu malam saja.
"Hillary, apa kau harus merusak suasana? Ah, aku jadi mengantuk." decak Daisy dengan jengkel. Akhirnya mereka kembali ke ranjang masing-masing dan tidur.
Katie sama sekali tidak bisa tidur dan merenungkan apa yang dikatakan Hillary. Mau tidak mau dia harus mengakui apa yang dikatakan Hillary memang ada benarnya. Lagipula dia hanya memiliki sisa dua belas tahun. Dia tidak mungkin bisa hidup bahagia dengan Kinsey. Tapi...
Katie bangun dari tidurnya dan melipat tuxedo Kinsey. Lalu dia mengambil secarik kertas dari agendanya untuk menulis pesan dari isi hatinya.
'Kinsey, aku sudah memesan tiket pesawat untuk pergi keluar dari Amerika. Aku tidak ingin tinggal di negeri yang bisa mengingatkanku akan mimpi buruk. Tapi kemarin malam aku menyadari sesuatu. Mungkin aku bisa menciptakan memori baru, dan kemungkinan itu muncul disaat menghabiskan waktu bersamamu. Sejujurnya aku menyukaimu.. sangat menyukaimu. Karena itu aku akan mengesampingkan harga diriku dan bertanya padamu. Bersediakah kau mengejarku? Jika kau juga memiliki perasaan yang sama denganku, aku akan menunggumu di bandara. Pesawatku berangkat jam empat sore. Jika kau muncul, aku tidak akan pergi. Jika kau tidak muncul, aku akan menganggap kenangan kita sebagai mimpi dan melupakannya. Setelah itu kita tidak akan bertemu lagi. Tertanda, Katie.'
Katie membacanya berulang-ulang. Apakah dia egois? Hidupnya hanya tersisa dua belas tahun. Jika dia menjalin hubungan dengan Kinsey tapi akhirnya meninggalkan pria itu dua belas tahun kemudian, bukankah dia akan sangat egois?
Tidak apa-apa. Lagipula tidak ada yang tahu masa depan. Cepat atau lambat dia akan memberitahu Kinsey sisa hidupnya. Jika pria itu memutuskan untuk berpisah, maka dia akan melepaskannya. Untuk saat ini, dia ingin meraih kebahagiaannya. Kali ini dia akan mengikuti apa yang diinginkan hatinya.
Katie meletakkan surat di atas tuxedo memastikan agar suratnya mudah terlihat. Lalu dia bertanya-tanya apakah sebaiknya dia berbicara secara langsung? Lagipula sepertinya tidak etis kalau dia hanya memberi sebuah surat.
Bagaimana kalau dia ditolak? Bagaimana kalau Kinsey menunjukkan sikap yang tidak sesuai harapannya? Dia pasti akan merasa sedih dan malu.
Jika Kinsey tidak datang meski sudah membaca suratnya, setidaknya Katie tidak perlu merasa malu karena mereka tidak akan bertemu lagi setelah ini.
Setelah yakin akan keputusannya, Katie membangunkan Mercy, teman baiknya untuk menitipkan tas kantong berisi tuxedo serta surat padanya. Dia tidak akan berani kalau harus menyerahkannya sendiri. Dan Mercy adalah orang yang bisa dipercayainya setelah Cathy.
"Apa?" Mercy masih berniat melanjutkan tidurnya.
"Bisakah kau memberikan ini pada Kinsey? Aku harus pergi sekarang."
Sambil mengeriap, Mercy melihat tas kantong disampingnya. Kemudian menganggukkan kepalanya.
"Ada surat berisi pesanku didalamnya. Pastikan dia membacanya, ok?"
"Baiklah. Sampai jumpa." Mercy melentangkan kedua tangannya sebelum keduanya berpelukan. "Aku akan merindukanmu."
"Hm. Aku juga." Tapi kalau Kinsey muncul, dia akan membatalkan kepergiannya dan bisa bersama dengan para sahabatnya lagi. Memikirkan ini Katie tersenyum lebar dengan antusias. Dia merasa optimis Kinsey akan datang.
Begitu pintu tertutup, Mercy kembali tertidur. Sementara itu Hillary diam-diam mengambil surat Katie dan membacanya. Kedua tangannya mencengkeram kertas itu dengan rasa cemburu yang tidak bisa dibendungnya.
'Aku tidak akan membiarkan kalian bertemu lagi.' geram Hillary dalam hati.
Dia mengambil kertas lain dan menulis ulang surat itu dengan pesan yang sedikit berbeda. Lagipula Katie sendiri bilang dia baru pertama kali bertemu dengan Kinsey. Itu berarti, Kinsey tidak akan mengenali tulisannya.
'Kinsey, aku sudah memesan tiket pesawat untuk meninggalkan negeri ini. Aku tidak ingin tinggal di negeri yang bisa mengingatkanku akan mimpi buruk. Karena itu aku akan menganggap kenangan kita sebagai mimpi dan melupakannya. Setelah ini mari kita tdak perlu bertemu lagi. Tertanda, Katie.'
Setelahnya Hillary meletakkan surat tulisannya ke atas tuxedo di dalam kantong dan menyimpan tulisan Katie ke dalam saku jaketnya. Dia berjalan keluar kamar menuju tempat sarapan dengan senyuman puas.
Sore harinya di bandara, Katie duduk di kursi sambil memandang ke arah gerbang masuk keberangkatan. Tadi pagi dia sudah diberitahu Mercy, Kinsey telah membaca suratnya dan membuangnya di tong sampah. Mendengar ini membuat hatinya hancur berkeping-keping.
Ternyata memang persis seperti yang dikatakan Hillary kemarin malam. Kinsey hanya ingin bersenang-senang satu malam dengannya. Pria itu hanya mempermainkannya.
Walau begitu, dia masih betah menunggu disana meski sudah menunggu selama dua jam dan tiga puluh menit lagi pesawatnya akan berangkat. Dia masih berharap pria itu muncul.. dia masih berharap, pria itu memiliki perasaan khusus padanya seperti dirinya.
Tapi... tidak ada hasilnya. Semakin lama dia menunggu semakin membuatnya terpuruk.
"Kei, sudah saatnya pergi. Dia tidak akan datang. Kumohon jangan bersedih dan membuat keberangkatan kita ditunda. Kebahagiaanmu tidak ada disini." hibur umbranya.
Katie menurut dan bangkit berdiri. Mulai sekarang dia akan menganggap apa yang terjadi antara dia dan Kinsey hanyalah mimpi indahnya dan kini dia harus bangun. Dia akan melupakan pria itu dan mengunci hatinya.
Sudah dua kali dia dikhianati. Tiga sebenarnya jika Aiden masuk hitungan. Kali ini dia tidak akan membiarkan siapapun masuk ke dalam hatinya. Dia akan memulai hidup baru dengan identitasnya sebenarnya, dan menghabiskan sisa hidupnya di Prussia.
Sementara itu umbra menjadi marah dan menyesal kenapa dia tidak sekalian menembak Kinsey saat membunuh Aiden kala itu?
Anak muda itu telah membuat Katie sedih berulang kali.
Pertama disaat dia tidak datang ke ulang tahun Katie yang ke delapan, kedua disaat pria itu mengingkari janjinya bersekolah di Trintiy.
Dan kini pria itu mempermainkan perasaan halus Katie dengan cara kejam?!
'Jangan sampai kita bertemu, Kinsey Alvianc. Aku akan membunuhmu saat itu juga!' geram umbra dalam benaknya.