My Only Love: Aku Hanya Bisa Mencintaimu

Malam Yang Berarti



Malam Yang Berarti

0Seharusnya disaat Kinsey memberikan ancaman di awal, Katie segera melupakan rencana isengnya. Tapi entah kenapa kalau menyangkut pria yang satu ini, dinding pertahanannya runtuh seolah memang tidak pernah ada dinding itu sebelumnya.     

Kenapa Katie bisa langsung menerima pria ini dan tidak waspada terhadapnya? Kenapa dia malah mencari gara-gara dengan orang bernama Kinsey ini?     

Sayangnya dia baru menyadari kesalahannya ketika bibirnya sudah menempel sempurna dengan bibir pria itu.     

Dia dicium?! Ciuman pertamanya!     

Anehnya, Katie sama sekali tidak membencinya. Dia bahkan tidak menolak ataupun meronta. Hanya saja dia tidak tahu cara berciuman dan sepertinya Kinsey juga tidak melakukan apa-apa selain menyentuh bibirnya saja. Apakah memang ciuman itu seperti ini?     

Katie baru teringat untuk mengambil napas kembali saat Kinsey menjauhkan wajahnya. Namun detak jantungnya sama sekali tidak beraturan membuatnya semakin sulit bernapas.     

Dia sama sekali tidak tahu ekspresi atau isi pikiran Kinsey saat ini karena dia menundukkan wajahnya saking malunya.     

Sementara Kinsey merasa marah dan memaki dirinya sendiri. Bagaimana dia bisa begitu bodoh dan lepas kendali? Gadis dihadapannya saat ini sempat mengalami trauma atas kejadian penculikan lalu. Bahkan seharian ini dia bisa melihat sikap waspada Katie tiap kali ada pria asing yang mencoba berkenalan dengannya.     

Menyadari kesalahannya dia segera melepaskan diri dari bibir menggoda gadis itu sebelum dia melakukan sesuatu yang akan membuat gadis itu membencinya. Sekarang dia sangat khawatir kalau gadis ini akan marah dan menghindarinya.     

Tapi kekhawatirannya lenyap seketika begitu mendengar pertanyaan polos gadis mungil didepannya.     

"Tadi, kau menciumku?" Katie melirik ke arah Kinsey malu-malu sebelum kembali menundukkan wajahnya.     

Kinsey sempat melihat rona merah di wajah gadis tersebut. Kinsey melepaskan tangan Katie yang tadi sempat ditahannya ke belakang, kemudian mengangkat tangannya yang lain menyentuh sebelah pipi Katie.     

Kinsey mencoba menilai reaksi Katie. Apakah gadis itu akan menjauhinya ataukah...     

"Kalau tadi aku tidak menciummu, lalu kau akan menyebutkan yang tadi itu sebagai apa?" Matanya sempat menangkap sebuah bekas luka sayatan pisau di bawah telinga kanan Katie saat rambut gadis itu terbang kebelakang akibat angin.     

Keningnya mengernyit melihat itu. Apakah penyebab luka ini adalah ulah Aiden?     

Kinsey kembali merasa marah. Namun dia segera melupakan emosinya mendengar kalimat Katie berikutnya. Dia bahkan sudah tidak ingat lagi akan bekas luka tersebut karena kalimat Katie sangat menggodanya.     

"Sepertinya yang tadi itu bukan ciuman." Katie asal menjawab karena ingat cara Vincent mencium istrinya disaat dansa pembuka tadi. "Ciuman bukan seperti itu..." Katie membelalakkan matanya tidak percaya apa yang baru saja diucapkannya. Dia segera membekap mulutnya dengan kedua tangannya.     

Katie merasa bodoh kenapa dia harus mengutarakan isi pikirannya. Hanya karena dia pertama kali melihat pasangan berciuman bukan berarti dia menginginkan ciuman yang sama. Apalagi dengan pria dihadapannya ini.     

"Kau benar. Yang tadi itu bukan ciuman." Kinsey menahan senyumannya saat mengatakannya.     

Katie menurunkan kedua tangannya dan mendesah. Dia sama sekali tidak sadar kalau Kinsey mempelajari semua ekspresi yang dipasangnya. Tatapan sedih dan desahan kecewa. Hal ini membuat hati Kinsey serasa terbang di atas langit.     

Tidak diragukan lagi, gadis didepannya memiliki perasaan khusus terhadapnya. Dan dengan licik, Kinsey memanfaatkan informasi itu. Apalagi tadi dia sudah mencicipi rasanya.. bibir gadis itu sangat manis.     

Dia memindahkan sebelah tangannya yang menempel di pipi Katie menuju ke bawah dagunya. Kinsey mengangkat dagu gadis cantik nan imut itu agar mata mereka saling bertemu. Kinsey bisa melihat gadis yang telah memikat hatinya ini sangat gugup sekaligus bingung. Hal ini malah membuat hatinya senang dan bergairah.     

Secara perlahan Kinsey kembali mendekatkan wajahnya dan memperhatikan jika Katie akan menghindarinya kali ini.     

Tidak ada gerakan menghindar dari Katie, dia menempelkan lagi bibirnya ke bibir Katie. Namun kali ini dengan berbeda. Semula dia memang menciumnya dengan lembut tapi semakin lama semakin intens. Kinsey menghisap dan mencecap bibirnya bahkan membujuk gadis itu untuk membuka mulutnya.     

Namun Kinsey tidak memaksa dan tangannya tidak bergerak merangkul Katie sehingga gadis itu bisa melarikan diri jika dia mau.     

Faktanya, Katie tidak menolak, tidak menghindar ataupun melarikan diri. Tapi dia juga tidak merespon ciumannya. Kinsey bahkan merasakan bibir Katie bergetar tertutup rapat dibawah pagutannya.     

Kinsey mengakhiri ciumannya sebelum berkata, "Yang barusan itu baru adalah ciuman."     

Ada rasa kecewa karena ciumannya tidak terbalas, namun dia memutuskan untuk menghentikannya. Kinsey hendak mengajak gadis yang sudah menjadi patung itu untuk kembali ke mansion saat tiba-tiba kedua tangan Katie melingkari lehernya, menahannya untuk bergerak dan... mencium bibirnya dengan agresif meniru apa yang dilakukan Kinsey barusan.     

Kinsey sama sekali tidak menyangka serangan mendadak gadis ini. Namun dia membalas ciuman itu dengan senyuman lebar sebelum kembali melumat Katie dengan rakus. Kali ini kedua tangannya bergerak. Yang satu melingkar ke pinggang Katie sementara yang lain masuk ke dalam rambut Katie di belakang lehernya. Dia menarik tubuh Katie dan merapatkan tubuh mereka menutupi celah apapun yang tersisa. Pelukan Kinsey semakin mengerat bahkan setengah mengangkat tubuh Katie agar dia bisa mengakses mulut gadis itu dengan leluasa.     

Keduanya saling berpagutan sambil sesekali mendesah mengambil napas dan kembali lagi saling menghisap dengan memindahkan posisi kepala mereka untuk memperdalam ciuman mereka.     

Entah berapa lama mereka tetap seperti itu hingga Katie sudah kehabisan napas dan melepaskan ciumannya.     

"Aku rasa... yang ini... baru benar-benar ciuman." ujar Katie dengan napas tersengal-sengal.     

Kinsey tertawa geli mendengarnya sebelum memberikan beberapa kecupan ringan di bibir seksi gadis itu.     

Sungguh.. kalau dibiarkan terus, dia bisa lepas kendali dan dia akan dibunuh oleh ayahnya dan adiknya. "Ayo kita kembali."     

Namun tubuh Katie langsung terkulai saat Kinsey melonggarkan pelukannya di pinggang langsing Katie. Kinsey segera kembali merangkulnya kembali untuk menahannya agar tidak terjatuh.     

"Ada apa?" terdengar nada khawatir pada suaranya.     

"Kakiku... kakiku terasa lemas." jawab Katie malu-malu. Bukan. Dia merasa malu luar biasa. Ciumannya barusan benar-benar menguras energinya membuat kakinya seperti jeli. Saking malunya dia harus menutupi wajahnya dengan dua tangannya.     

Kinsey yang melihat sikap malu-malu Katie tertawa kecil.     

"Aku mengaku kalah. Kau yang menang."     

Katie mengangkat wajahnya dan memandang Kinsey dengan bingung.     

"Apa maksudnya?"     

Aku tidak bisa kabur dari pesonamu. Kinsey menyimpan jawabannya dalam hati.     

Kemudian Kinsey menggendong Katie dan dengan hati-hati mendudukkannya di kursi mobil. Sikap Kinsey yang penuh perhatian membuat hati Katie semakin meleleh.     

Selama dalam perjalanan, tidak ada satupun dari mereka yang bicara. Namun mereka bergandengan tangan tanpa berhenti tersenyum. Disaat seperti ini, kata-kata atau cerita tidak begitu penting bagi mereka. Berada disisi satu sama lain sudah merupakan waktu terindah yang bisa mereka miliki.     

Saat tiba di mansion, jam sudah menunjuk pukul empat subuh. Sudah hampir tidak ada yang berpesta di ruangan hall utama. Musik juga sudah tidak terdengar lagi.     

Kinsey mengantar Katie hingga didepan pintu kamar gadis itu tanpa melepas gandengannya.     

"Terima kasih untuk malam ini. Aku sangat menikmatinya." ucap Katie sebelum berjinjit dan memberi kecupan ke pipi Kinsey.     

"Aku juga." balas Kinsey dengan senyuman yang bisa meluluhkan hati Katie.     

"Selamat malam."     

"Mimpi yang indah."     

Kemudian Kinsey kembali ke kamarnya begitu Katie masuk ke dalam kamarnya sendiri. Kinsey bersiul senang dan tersenyum lebar mengingat apa yang terjadi di pantai tadi. Dia tidak sabar bertemu dengan gadis itu beberapa jam lagi.     

Tepat pukul sembilan pagi, Kinsey segera menuju ke ruang makan dimana para tamu yang menginap akan sarapan disana. Mungkin karena acara 'After Party' kemarin, banyak tamu masih terlelap di kamarnya masing-masing.     

Kinsey sama sekali tidak berminat untuk sarapan, dia hanya ingin mencari sosok seseorang disana. Hanya saja Kinsey tidak melihat sosok yang dicarinya melainkan adiknya beserta suaminya yang sedang menata meja makan serta roti untuk sarapan.     

"Butuh bantuan?" Kinsey menawarkan bantuan.     

"Hm.. sudah hampir selesai. Tapi kalau kakak tidak keberatan, bisakah mengambil kotak minuman di dapur? Sepertinya stok minuman disini tidak cukup." jawab Cathy.     

"Baiklah."     

Kinsey berjalan ke arah dapur yang jaraknya cukup jauh mengingat begitu luasnya mansion ini.     

Setelah menemukan minuman yang dicari, Kinsey menumpuk tiga kotak minum. Ada air, jus jeruk dan juga coke. Dia mengangkat tiga kotak yang sudah ditumpuk sekaligus. Padahal masing-masing kotak terdiri dari dua belas botol besar berisi minuman sebanyak satu liter. Tapi Kinsey bisa mengangkat tiga kotak sekaligus tanpa susah payah.     

Kinsey melewati koridor dan ada beberapa gadis yang berpapasan dengannya. Kinsey sama sekali tidak memperhatikan ataupun peduli dengan tatapan terpesona dari para wanita yang memujanya.     

Mereka tahu kalau Kinsey adalah saudara kembar Cathy. Tapi Kinsey sangat jarang menunjukkan diri atau berbaur dengan para tamu undangan.     

Karena itu tidak sedikit yang merasa penasaran dan ingin berkenalan dengan Kinsey. Apalagi pria ini tidak hanya tampan dan misterius. Dia adalah penerus tunggal Alvianc group. Wanita mana yang tidak tertarik ingin menjadi istrinya?     

Sayangnya, Kinsey selalu memasang wajah serius dan dingin tiap kali ada yang mendekatinya. Mereka lebih memilih pria seperti Vincent yang bersikap ramah dan humoris. Hanya saja, Vincent sudah menjadi milik orang lain dan mereka tidak mau merusak hubungan rumah tangga orang.     

Mereka tidak tahu saja kalau dulu Vincent juga bersikap sinis dan dingin terhadap semua wanita yang mendekatinya. Hanya saja tidak separah Kinsey yang langsung menunjukkan rasa tidak sukanya secara langsung.     

Meski begitu, masih ada yang tidak mau menyerah dan berusaha mendekati Kinsey melalui adiknya. Seperti misalnya teman SMP Cathy yang bernama Hillary.     

"Cathy, apakah kau tahu tipe wanita ideal kakakmu?"     

Cathy mengerjap-ngerjap bingung mendengar pertanyaan ini. "Hmmm..." dia mencoba memikirkan jawabannya. "Maaf, aku sama sekali tidak tahu. Memangnya kenapa?"     

"Kalau begitu makanan kesukaannya? Atau hal yang disukainya?"     

Cathy hanya tersenyum misterius. "Kau tertarik pada kakakku?"     

"Ah, itu..." Hillary menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.     

"Maaf. Aku tidak banyak tahu mengenai kesukaannya. Tapi aku bisa membantumu berkenalan dengannya."     

"Benarkah?" tatapan Hillary bersinar-sinar penuh harap ke arahnya.     

"Tentu saja. Nah, itu dia. Kakak!" panggil Cathy sambil melambaikan tangannya ke arah kakaknya yang sedang berjalan menghampiri mereka sambil membawa tiga kotak minuman membuat Cathy serta Hillary membelalak tidak percaya.     

Tiga kotak?! Apa tidak berat? Bahkan Vincent saja belum tentu bisa membawa dua kotak. Mungkin bisa, tapi pasti akan susah.     

"Aku harus menaruhnya dimana?"     

Pertanyaan Kinsey membuyarkan lamunan keduanya. Cathy segera menyuruh kakaknya meletakkan tiga kotak tersebut dibawah meja panjang.     

"Kakak, perkenalkan," ujar Cathy tanpa menunggu lagi, "Ini Hillary teman baikku di SMP."     

"Hai," sapa Hillary mengumbar senyuman yang paling menawan untuk menarik perhatian pria itu.     

"Hai," balas Kinsey dengan wajah yang sangat datar nyaris terkesan dingin. Namun dia menjaga sikapnya karena gadis ini teman baik adiknya. "Jika tidak ada hal lain lagi, aku akan kembali."     

Cathy hanya tersenyum kemudian melirik ke arah temannya yang mendesah kecewa.     

"Sepertinya dia sama sekali tidak tertarik padaku."     

"Jangan sedih. Kakakku memang seperti itu. Dia sangat menyebalkan. Lupakan saja dia. Aku tidak ingin kau patah hati karena berharap banyak." hibur Cathy.     

Hillary tersenyum menanggapinya. Dia tampak menyetujui saran Cathy, tapi didalam hati dia belum menyerah. Dia memutuskan untuk berjuang mendapatkan hati Kinsey dengan apapun caranya.     

Sementara itu, Kinsey berjalan menuju ke kamar dimana tempat Katie beristirahat. Karena kamar itu untuk para perempuan dan bukan hanya Katie yang tidur di sana, Kinsey memutuskan untuk menunggu didepan kamar sambil memainkan game di ponselnya.     

Tidak lama kemudian pintu kamar yang ditunggunya terbuka dan seorang gadis keluar. Sayangnya, gadis ini bukan orang yang ditungguinya.     

"Uhm, apakah kau Kinsey? Kakaknya Cathy?" tanya gadis itu.     

"Benar."     

"Tunggu sebentar."     

Kemudian gadis itu kembali masuk ke kamarnya, tidak lama setelahnya gadis itu keluar sambil membawa kantong berisi tuxedonya.     

"Kitty menyuruhku untuk mengembalikannya padamu." jelas gadis itu sambil menyerahkan tas kantong tersebut.     

"Dimana dia?" tanya Kinsey.     

"Dia sudah pulang subuh tadi. Sepertinya dia takut ketinggalan pesawat."     

"Pesawat?" kening Kinsey semakin mengernyit tidak mengerti.     

"Kitty tidak memberitahumu? Hari ini dia akan pergi."     

Tidak ada yang bisa menjelaskan arti ekspresi Kinsey saat ini. Sinar matanya berubah menjadi gelap dan rahangnya mengeras.     

Gadis yang diduga bernama Mercy tiba-tiba merasa takut dan memutuskan untuk meninggalkan Kinsey. Namun dia teringat janjinya pada Katie dan berbalik lagi untuk mengintip dari balik pilar mengawasi gerakan pria itu.     

Kinsey sedang menatap kosong ke arah tuxedo yang dipinjamkan ke Katie kemarin malam. Dia melihat ada sebuah surat kecil disana. Kinsey mengambilnya dan membacanya.     

Sedetik kemudian dia meremas kertas tersebut sebelum melemparnya ke tempat sampah terdekat. Ekspresinya saat ini sangat mengerikan seperti siap menerkam seseorang.     

Mercy merasa ngeri melihat ekspresi Kinsey. Memang apa yang sudah ditulis Katie sehingga membuat Kinsey marah seperti ini?     

Dia langsung menghubungi Katie dan menceritakan kejadian tadi. Anehnya, respon Katie tampak tidak bersemangat dan terdengar sedih. Mercy bertanya apa yang ditulis Katie, tapi Katie tidak memberitahunya.     

Pada akhirnya Mercy tidak memaksa dan membiarkannya. Tadinya dia mendukung perasaan Katie jika seandainya sahabatnya menjalin hubungan dengan Kinsey.     

Tapi setelah menyaksikan ekspresi dari pria itu membuatnya sadar. Dia lega Katie tidak harus bersama pria itu. Dia tidak tahu kenapa, tapi instingnya mengatakan ada sesuatu yang mengandung bahaya yang disembunyikan Kinsey Alvianc.     

Karena itu, Mercy tidak terlalu memikirkannya dan berharap Katie tidak pernah bertemu lagi dengan Kinsey.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.