Keputusan Katie
Keputusan Katie
Katie berusaha mengingat kembali apa yang sudah terjadi pada dirinya dan bayangan dia hampir diperkosa empat orang muncul di benaknya. Tidak hanya itu... dia merasakan dia mendapatkan sebuah kekuatan asing didalam dirinya. Bukan. Kekuatan itu bukan asing lagi baginya. Dia pernah merasakannya sebelumnya.
Mata Katie kembali berkaca-kaca menyadari bola penahan energi kehidupannya telah pecah. Apakah itu berarti.. dia akan mati dua belas tahun kemudian?
'Begitu bola itu pecah, kau kembali menjadi 'Raja Merah' dan kau tidak bisa menyegelnya kembali. Penyegelan hanya bisa terjadi sekali seumur hidup. Selain itu waktumu hanya tersisa dua belas tahun sebelum akhirnya jantungmu berhenti berdetak. Dan usiamu akan semakin pendek jika kau sering menggunakan kekuatanmu memgendalikan cuaca. Kau tidak akan bisa hidup lama di dunia ini.'
Bagaimana mungkin? Bagaimana mungkin bola penahan miliknya pecah setelah menjalani hidup normal selama sepuluh tahun? Kenapa dia harus kembali menjadi 'Raja Merah'? Kenapa?
"Aku sama sekali tidak menduganya."
Katie mendongakkan kepalanya ke arah sumber suara itu. Katie menatapnya dengan penuh kebencian. Benar. Semua ini gara-gara orang itu. Jika orang itu tidak menculiknya, jika orang itu tidak melemparkannya pada empat orang bejat tadi... bola kacanya tidak mungkin akan pecah.
"Katakan padaku. Bagaimana bisa kau berubah menjadi raja merah huh? Aku yakin kau hanyalah gadis normal. Bagaimana mungkin kau adalah raja merah?"
Mendengar pertanyaan ini membuat Katie agak terkejut. Sepengetahuannya tidak ada warga Amerika yang mengetahui identitas raja merah. Lalu bagaimana Aiden mengetahuinya?
"Aku bisa mencari tahu nanti. Sekarang, maukah kau tersenyum untukku?" Aiden berjalan dan berdiri di sebuah kamera yang diletakkan di atas meja. "Sudah saatnya menggunakanmu untuk memancingnya keluar."
Katie sama sekali tidak berbuat apa-apa. Dia hanya memandang Aiden dengan tatapan ingin membunuh ke arah Aiden. Disaat bersamaan dia menggerak-gerakkan tangannya yang diikat ke belakang kursi berharap ikatannya melonggar.
"Sepertinya kau tidak mau melakukannya?" Tidak masalah. Lagipula aku bisa menggunakan cara lain untuk memancing Catherine."
Mendengar nama sahabatnya disebut, Katie terkejut dan meronta-ronta sekuat tenaga untuk melepaskan diri.
Aiden tersenyum dan menyalakan kamera untuk memulai merekam.
Katie semakin meronta-ronta dengan berlinang air mata mendengar serentatan kalimat yang penuh ancaman dari Aiden. Dia sama sekali tidak menyangka orang yang menjadi target utama Aiden adalah sahabat tersayangnya. Dengan ancamannya tadi, tidak diragukan lagi Cathy pasti akan menurutinya.
Katie ingin berbicara, dia ingin membentaknya... tapi mulutnya tak bisa digerakkan karena buntalan kain memenuhi mulutnya.
Orang ini bukan manusia. Orang ini adalah iblis!
Terdapat sebuah emosi yang berkobar-kobar di dada Katie. Dia juga mulai mendengar suara gemuruh petir dari luar. Dia sudah tidak peduli lagi jika sisa umurnya semakin pendek. Dia hanya ingin menggunakan kekuatannya untuk menghancurkan tempat ini dan mengubur iblis ini didalam reruntuhan rumahnya sendiri.
Namun belum sempat dia mengerahkan seluruh kekuatannya, dia merasakan sebuah jarum menusuk di lehernya. Tiba-tiba tubuhnya terasa lemas dan mati rasa. Secara perlahan dia tidak bisa menggerakan tubuhnya dan kegelapan mulai mengaburkan pandangannya.
"Kau pikir aku bodoh? Aku tidak akan membiarkanmu menggunakan kekuatanmu."
Itulah kalimat terakhir yang didengarnya sebelum akhirnya dia kehilangan kesadaran sepenuhnya.
Katie tidak tahu berapa lama dia pingsan. Yang dia tahu saat dia kembali sadar, dia tidak bisa bergerak. Dia juga tidak bisa membuka matanya. Namun dia bisa merasakan sesuatu. Dia merasakan sebuah tangan mengelus kepalanya... usapan yang sama seperti ketika Aiden mengusap kepalanya.
Jadi Aiden sedang mengusap kepalanya dengan lancang? Terlebih lagi, kepalanya ada di pangkuan pria itu?! Apakah pria itu belum puas juga membuatnya membencinya setengah mati?
Katie merasa jijik dengan usapan itu tapi dia sama sekali tidak bisa bergerak untuk melawan. Sebenarnya suntikan apa yang sudah dimasukkan kedalam tubuhnya?
"Aku tahu kau sudah bangun."
'O ya? Bagus kalau begitu. Singkirkan tanganmu sekarang juga!' sarkas Katie dalam pikirannya.
"Saat ini kau tidak akan bisa bergerak. Aku sudah menyuntikkan cairan yang bisa melumpuhkanmu. Tenang saja, kau akan bisa bergerak lagi setelah beberapa jam."
Dasar iblis!!
"Bisakah kau meredakan emosimu? Aku tidak takut dengan badai yang terjadi di luar saat ini. Apalagi sekarang kita ada di bawah tanah. Kita akan aman selama ada disini. Tapi... temanmu Catherine dalam perjalanan kemari. Apa kau tega mobil yang dinaikinya terbanting keluar dan mengalami kecelakaan?"
Deg!
Katie menangis dalam hati. Orang ini sungguh kejam. Sama sekali tidak memiliki perasaan.
Apakah perlakuan Aiden terhadapnya selama ini hanya sandiwara belaka? Apakah pertemanan mereka hanyalah siasat pria itu untuk memanfaatkannya? Katie bertanya-tanya dalam kesedihan tanpa pernah mengetahui jawabannya.
Lagipula saat ini jawaban pria itu sudah tidak penting. Katie lebih mengkhawatirkan apa yang akan dilakukan iblis ini pada Cathy nantinya. Kenapa pria ini menginginkan Cathy?
Tubuhnya masih tidak bisa digerakkan bahkan saat dia mendengar suara Cathy. Katie merasa lega setidaknya mereka tidak melukai Cathy... untuk saat ini.
Namun Katie nyaris tidak bisa menahan emosinya saat Aiden memberikan pilihan yang sulit pada Cathy.
Sahabatnya harus memilih antara nyawa ketiga adiknya di Red Rosemary atau menyelamatkannya.
Katie tahu sahabatnya sangat menyayangi adik-adiknya. Katie sama sekali tidak keberatan jika Cathy memilih untuk menyuntikkan racun kedalam tubuhnya. Lagipula dia juga akan segera mati.
Tapi siapa yang disangka Cathy malah menangis... dia menangis untuknya. Cathy tidak pernah menangis sebelumnya. Gadis itu selalu tegar dan bisa menyelesaikan masalah dengan lancar. Bahkan Katie sendiri tidak pernah melihat sahabatnya terlihat lemah apalagi menangis. Mendengar tangisan sahabatnya membuat hatinya sedih. Dia ikut menangis didalam hatinya.
Katie memang tidak peduli jika dia mati. Lagipula nasibnya sudah ditentukan semenjak bola penahan kekuatannya pecah. Dia akan mati muda. Tidak ada bedanya mati sekarang dengan dua belas tahun kemudian.
Mungkin dia hanya merasa menyesal karena tidak bisa bertemu dengan umbranya. Dia juga merasa menyesal karena harus membuat kedua orangtuanya merasa sedih karena kematiannya. Dia juga merasa menyesal karena tidak bisa bertemu dan tidak akan pernah tahu seperti apa wajah ibu atau ayah kandungnya.
Tapi... bila dibandingkan rasa penyesalan dan kesedihan Cathy saat kehilangan ketiga adik-adiknya; atau disaat dihadapkan dengan kematiannya gara-gara Cathy yang memasukkan racunnya, rasa penyesalannya sama sekali tidak bisa dibandingkan.
Cathy sudah berbuat banyak untuknya. Dengan setia Cathy terus mendukungnya. Bahkan disaat ada kabar rumor miring mengenai dirinya memanfaatkan kekayaan Cathy, Cathy tetap mempercayainya dan terus menjadi temannya.
Jika tidak ada Cathy di Trinity, Katie tidak tahu apakah dia bisa mendapatkan kenangan indah di masa sekolahnya. Jika tidak ada Cathy yang menemaninya semasa kuliah yang terus mendukungnya dan memotivasinya untuk melamar di sebuah agensi, Katie tidak akan menjadi penyanyi terkenal seperti sekarang.
Katie yang sering ceroboh dan selalu lupa jam makan saat sibuk berlatih, Cathylah yang mengingatkannya. Bahkan dia membawakan bekal makanan untuknya di agensi.
Baginya, Cathy adalah sosok seorang sahabat, saudara dan ibu didalam kehidupannya. Dia tidak akan menyalahkan Cathy jika seandainya Cathy lebih memilih menyelamatkan adik-adiknya. Tapi ketika Cathy menangis dan membuang jarum suntikan racunnya, hati Katie merasa terharu dan hangat. Dia semakin membulatkan keputusannya untuk memilih kematian.
Dan ketika akhirnya dia bisa menggerakkan tubuhnya dia mengambil jarum suntikannya dan tanpa pikir panjang memasukkan racun ke dalam tubuhnya.
Tentu saja Cathy memarahinya dan pada akhirnya mereka menangis bersama. Katie juga ikut menangis disaat bersamaan dia juga berusaha agar emosinya tidak lepas kendali dan menghancurkan tempat ini.
Tidak lama setelah mereka puas menangis, Aiden muncul dan dengan cerdiknya membuat Cathy setuju mengikutinya.
Begitu Katie ditinggal seorang diri di dalam gudang, Katie melarikan pandangannya ke seluruh ruangan. Dia mengobrak-abrik kardus untuk mencari sesuatu yang bisa digunakannya untuk melarikan diri dan menolong temannya. Tentu saja dia tidak bisa bergerak cepat karena diseluruh tubuhnya dipenuhi luka-luka.
Tidak lama kemudian kepalanya terasa pusing dan didalam tubuhnya terasa panas yang tidak biasa. Sedetik kemudian dia merasa kantuk yang luar biasa. Apakah mungkin racunnya sudah mulai bekerja? Tapi ini belum dua jam.
Katie mendecak kesal menyadari sesuatu. Aiden adalah seorang pembohong. Dia pasti berbohong saat mengatakan dia akan mengantuk dua jam lagi. Nyatanya belum sampai satu jam dia sudah merasa ngantuk dan tubuhnya menjadi lemas.
Dia jatuh terduduk menyandarkan kepalanya ke tiang besi. Samar-samar dia mendengar langkah orang dan pintu terbuka disusul dengan beberapa orang masuk ke dalam.
"Bos bilang kita boleh melakukan apa saja padanya." seru salah satunya.
Katie menggigit lidahnya berusaha tetap terjaga. Apakah ada akhir dari kekejaman sang iblis?
Katie berusaha bangkit berdiri untuk melawan. Hingga sampai akhir dia tidak akan menyerah. Dia akan terus bertahan.
Katie menggigit lidahnya menahan rasa sakit disekujur tubuhnya hingga darah lolos dari bibirnya. Dia berusaha sebaik mungkin untuk melawan. Tapi energinya telah terkuras habis, belum lagi efek racun yang mulai bereaksi membuatnya tidak bisa tetap terjaga.
Pada akhirnya Katie terjatuh pingsan... tak berdaya. Sebelum dia benar-benar kehilangan kesadaran dia mendengar sebuah letupan pistol.