Ketakutan
Ketakutan
Pagi-pagi sudah terjadi keributan di dalam rumah sederhana keluarga Morse. Untuk pertama kalinya Katie memberontak kedua orangtuanya.
"Katie sayang, mama tahu kau masih merasa jengkel. Tapi bersembunyi bukanlah jalan keluar yang sebenarnya."
"Apa yang dikatakan mamamu benar. Papa akan menemanimu ke sekolah hari ini. Jika ada yang berani menindas putriku, aku akan melabrak mereka. Tidak peduli mereka punya uang atau tidak, mereka tidak berhak menindas putri papa."
"Sayang, menantang mereka juga bukan solusi yang bagus." desah ibu Katie. "Biar bagaimanapun kau harus menghadapinya. Jika sampai akhir semester ini kau tetap merasa tidak nyaman, kami akan memindahkanmu ke sekolah lain."
"Umbra tidak akan mengizinkannya." Katie berharap dia bisa pindah sekolah saat ini juga. Dengan begitu dia tidak perlu bertemu dengan anak-anak orang kaya yang sombong. Dia ingin pindah ke sekolah umum yang biasa. Yang tidak membedakan tingkat harta kekayaan.
"Kami akan mencoba membujuk umbra saat dia datang nanti."
Umbra memang tidak pernah menunjukkan wajahnya. Namun disaat dia hendak mendiskusikan sesuatu dengan pasangan Morse, berbicara langsung akan sangat lebih mudah. Karena itu umbra akan mendatangi mereka dengan memakai masker dan bersembunyi dibalik pohon.
Karena itulah ayah ibu Katie hanya mengenal suaranya saja namun tidak pernah melihat wajah umbra.
"Jadi, sekarang kita berangkat ya." bujuk sang ibu.
"Papa akan mengantarmu. Ayo, kita berangkat."
Katie sama sekali tidak ingin masuk sekolah. Tapi... uang sekolah disini cukup mahal. Dan kedua orangtuanya turut andil dalam membiayai sekolahnya. Pada akhirnya dia menurut dan berangkat ke sekolah.
Katie tidak habis pikir. Kenapa umbranya mendaftarkannya di sekolah khusus anak para orang kaya? Semuanya akan berjalan lebih mudah jika dia bersekolah di sekolah normal.
Begitu tiba di gerbang sekolah, Katie meyakinkan ayahnya dia akan baik-baik saja. Jika sampai ayahnya benar-benar mengikutinya hingga ke kelas, entah bahan olokan apa yang akan didengarnya.
Dengan berat hati, sang ayah mau pergi setelah memberikan semangat serta kecupan singkat pada putrinya.
Katie menyaksikan kepergian ayahnya dengan sedih. Sebenarnya... dia sangat takut. Takut berjalan sendiri.
'Kei! Kei!'
Katie mendongak ke atas mendengar nama panggilannya disebut. Sebuah burung makau merah terbang berputar diatasnya. Katie sangat mengenal burung itu. Burung itu milik umbranya. Apakah itu berarti umbra ada disekitarnya?
Semenjak pindah di tengah kota, umbra tidak bisa menemaninya setiap saat seperti di Lousiana. Di tengah kota tidak ada hutan ataupun pohon yang rindang untuk menjadi tempat persembunyian umbranya. Karena itu, mengetahui umbra ada didekatnya membuatnya merasa terhibur.
Katie memberanikan diri melangkah melewati gerbang sekolah. Ada banyak yang memandangnya. Hanya saja, pandangan mereka seperti sedang ketakutan. Ada apa?
Samar-samar dia mendengar sebuah berita. Ada empat murid yang tidak masuk sekolah karena sakit. Ada yang tertabrak mobil, ada yang terjatuh dari tangga ada juga yang masuk rumah sakit karena keracunan makanan. Keempat murid itu adalah Reina, Ayla, Freya dan Philia.
Katie ingat dia menyebut keempat nama itu pada umbranya. Apa hanya kebetulan? Benar. Pasti hanya kebetulan.
Rumor yang lebih buruk menyebar luas di sekolahnya. Siapapun yang menyakiti Katie pasti akan celaka. Mereka menganggap Katie seorang penyihir gelap. Rumor ini membuat Katie semakin dikucilkan.
Sayangnya, ada beberapa anak yang tidak percaya dengan rumor itu. Mereka malah tertantang untuk mengerjai Katie. Ada yang sengaja menjatuhkan minumannya dibaju Katie, ada juga yang sengaja memanjangkan kakinya untuk membuat Katie terjatuh.
Dan tiap kali ada yang mengerjai Katie, semuanya mengalami kecelakaan misterius. Baik sakit ataupun kecelakaan ringan. Rumor mengenai Katie adalah seorang penyihir semakin kuat. Tidak ada lagi yang berani mendekatinya.
Hal ini membuat Katie merasa kesepian dan suasana hatinya semakin memburuk. Dia semakin tidak suka dengan sekolah dan ingin berhenti belajar di sekolah.
Namun Katie juga merasa penasaran. Bagaimana mungkin orang yang mengerjainya bisa mengalami kecelakaan di hari yang sama? Ini terlalu kebetulan. Kebetulan tidak mungkin terjadi berulang kali. Iya kan?
Saat itulah dia melihat seorang janitor yang sedang menyapu daun-daun kering. Orang itu mengenakan topi menutupi wajahnya. Katie sangat mengenal punggung orang itu.
Umbra. Tidak salah lagi, orang itu adalah umbranya. Apa yang dilakukan umbra disekolahnya? Dan menyamar sebagai janitor?
Apakah mungkin... umbra yang telah mencelakai teman-temannya?
Katie ingin memastikan hal ini. Karena itu dia segera mencari umbranya begitu pulang sekolah. Dia tidak langsung pulang ke rumah dan berjalan mengikuti burung makau merah.
Entah bagaimana caranya burung itu tampak mengetahui Katie sedang mencari umbranya.
Burung tersebut menuntun Katie ke sebuah ladang rumput dimana orang jarang datang. Makau merah mendarat tepat dipundak umbranya.
"Kau mencariku?"
Katie menelan ludahnya dengan gugup. Ada apa dengan umbranya? Dia terasa seperti orang asing. Seketika Katie merasa orang dihadapannya bukanlah umbra yang dikenalnya.
Dia ingin pulang. Dia tidak mau melihat umbra yang biasanya lembut kini memasang ekspresi dingin dan menakutkan.
Katie ingin melarikan diri. Kakinya mengikuti keinginannya dan mulai melangkah mundur.
"Jika kau pergi sekarang, kau tidak boleh bertanya apa yang ingin kau tanyakan, Kei. Karena kau memutuskan untuk melarikan diri."
"Aku tidak melarikan diri."
"Baguslah kalau begitu. Aku tidak pernah mengajarkanmu untuk bersembunyi atau melarikan diri. Jika ada yang ingin kau katakan, ungkapkan sekarang." Sudah saatnya kau mengetahui identitasmu. Lanjut umbra dalam hati.
Jantung Katie berdesir ketakutan. Dia takut mendengar jawabannya. Sebelah tangan Katie mengepal di depan dadanya saat dia bertanya.
"Apa aku adalah penyihir? Kenapa ada rumor mengatakan aku adalah penyihir?"
"Itu hanyalah rumor, kau tidak perlu menghiraukannya. Lagipula... aku yang menyebarkan rumor itu."
Mendengar ini kedua mata Katie membelalak lebar.
"Kenapa? Apa kau tidak tahu rumor itu malah lebih menyudutkanku?" Katie teringat sesuatu yang lebih penting. "Apa kau yang melukai teman-temanku?"
"..." umbra menegakkan tubuhnya seolah mengiyakan pertanyaannya.
"Kenapa? Kenapa kau melakukannya? Agar rumor itu terdengar lebih nyata?!" nada suara Katie semakin meninggi dan angin disekitarnya kembali berhembus dengan kencang. "Kenapa kau menyulitkan hidupku, umbra?!"
Umbra melirik ke arah bola angin yang kini menaungi Katie. Dia mengokohkan kakinya agar tidak terlempar oleh angin buatan Katie. Sementara burung makau telah terbang menjauh dari pundaknya.
"Kau ingin tahu jawabannya? Kenapa kau tidak meluapkan semuanya sekarang? Luapkan SEMUA isi hatimu."
"KAU INGIN AKU MELAKUKANNYA?! BAIKLAH! AKU BENCI DENGAN RAMBUTKU! KENAPA WARNA RAMBUTKU SANGAT JELEK DAN TIDAK TERATUR? KENAPA AKU HARUS MENYEMBUNYIKAN RAMBUTKU? KENAPA WARNA MATAKU MENGERIKAN? KENAPA AKU TIDAK BISA HIDUP SEPERTI ANAK LAINNYA?! KENAPA AKU HARUS MENJADI ANAK YANG BUKAN DIRIKU? KENAPA? KE.NA.PA??"
Tepat saat Katie mengucapkan kata terakhir dengan lebih keras, angin disekitarnya mendorong umbra dan melemparnya hingga punggungnya tertabrak pohon dengan keras.
Umbra mengerang sakit dan detik berikutnya dia terbatuk dan memuntahkan darah. Umbra memegang dadanya dan berusaha untuk bangkit berdiri yang ternyata sia-sia karena hantaman pada punggungnya begitu keras membuat kekuatannya terkuras seketika.
Sebelumnya Katie sempat melihatnya. Dia melihat sesuatu seperti sebuah dinding yang berasal dari tubuhnya melesat dan melempar umbra. Katie tidak percaya akan apa yang dilihatnya. Terlebih lagi, umbranya... orang yang disayanginya bisa terlempar begitu jauh hingga terluka... dan itu karena dirinya?
Apakah benar karena dirinya?
Tubuh Katie bergemetar ketakutan. Dia mengangkat kedua tangannya yang gemetar. Dia melirik kedua tangannya dengan ngeri.
Apa itu? Apa yang dilihatnya tadi? Apa benar dia yang melakukannya? Apakah dia memang adalah penyihir?
Sepasang mata amber Katie berubah menjadi merah. Tadinya masih bewarna kuning keemasan kini berubah merah sepenuhnya... semerah darah.
Awan-awan kembali berkumpul dan cuaca kembali memburuk. Petir saling bersahutan dengan tanpa henti sementara napas Katie mulai tidak beraturan. Jantungnya berdesir dengan sangat takut. Dia sungguh takut menghadapi kenyataan bahwa dia bukanlah manusia normal.
Seketika dada Katie terasa sesak dan dia sulit bernapas. Untuk pertama kalinya dia menyadari lingkungan disekitarnya tidak normal. Dia melihat ada sebuah bola raksasa mengelilingnya.
Katie melihat umbranya kesulitan berdiri akibat angin yang kencang masih menyerangnya. Wajahnya juga tampak kesakitan membuatnya tidak tega. Hanya saja Katie tidak tahu bagaimana cara menghentikan cuaca yang buruk ini.
"Kei, hentikan. Jangan takut. Semakin kau merasa takut, cuaca semakin memburuk." bujuk umbra dengan sekuat tenaga karena suaranya nyaris tertelan oleh hembusan angin.
'Jangan takut.' Bagaimana mungkin dia tidak takut? Saat ini Katie ketakutan setengah mati melihat darah di sekitar mulut umbranya. Belum lagi cuaca sekitarnya yang sangat mengerikan namun dia baik-baik saja. Bagaimana mungkin dia bisa baik-baik saja disaat ada badai angin yang menerpa? Bagaimana mungkin dia tidak takut? Dia tidak bisa.. dia tidak bisa untuk tidak takut. Justru sebaliknya, dia malah ingin menangis sekeras-kerasnya.
Air matanya mulai mengalir dan hujan juga mulai turun.
"Pejamkan matamu, dan coba ingat kembali saat kau tinggal di Lousiana." bujuk umbra sekali lagi.
Kali ini Katie menurutinya. Dia memejamkan matanya dan menggali ingatannya ketika dia tinggal di sebuah rumah sederhana di Lousiana.
Dia ingat dia bersukacita saat bermain dengan teman-teman sekolahnya. Mereka bermain bersama, bercanda bersama dan dihukum bersama saat mereka tidak menuruti perintah guru mereka.
Dia juga teringat akan anak itu... Kinsey, anak berambut merah yang mirip dengannya.
'Suaramu bagus sekali. Bahkan burung-burung bisa ikut menyanyi bersamamu. Sepertinya kau bisa jadi penyanyi terkenal nanti. Jika kau berhasil jadi penyanyi jangan lupa undang aku ke konsermu ya?'
Secara perlahan tubuh Katie berhenti dari gemetarnya dan bibirnya mengulas senyum kecil. Dia merindukan masa-masa di Lousiana. Disana dia lebih bahagia dan tidak ada tekanan apapun.
Seandainya waktu bisa berputar kembali...Seandainya dia bisa kembali ke Lousiana, alangkah baiknya. Katie ingin kembali ke masa-masa kecilnya di Lousiana.
Kinsey... seandainya Kinsey ada bersamanya saat ini.