Emosi
Emosi
"Ih, menjijikan."
"Apa Katie baru saja membuang kotorannya?"
"Dia merusak acara ulang tahunku!"
"Beginilah akibatnya kalau mengundang anak jadi-jadian."
"Bagaimana dia bisa masuk ke sekolah elit?"
"Menurutmu dia mencuri uang?"
"Kalau dipikir-pikir barangku sering hilang semenjak kedatangannya, pasti dia yang mencurinya."
Dan berbagai macam tuduhan lainnya menyerangnya. Meski dia tidak pernah bisa memiliki barang yang mahal, Katie tidak pernah mengambil sesuatu yang bukan miliknya. Dia dididik untuk tidak pernah mencuri ataupun berbohong. Kenapa mereka menuduhnya sembarangan?
Bahkan saat tiba di rumahnya setelah diantar supir keluarga Nancy, Katie masih merasakan sakit di dadanya. Dia tidak pernah merasa sakit hati seperti ini sebelumnya.
Begitu selesai mandi, dia langsung masuk kamar dan tidak mau keluar lagi. Sayangnya, kedua orangtua Katie masih bekerja sehingga dia sendirian dan tidak ada yang menghiburnya.
Mata Katie mulai berkaca-kaca. Dia menghempaskan tubuhnya ke ranjangnya. Menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut dan dia menangis sekeras-kerasnya.
Katie sama sekali tidak tahu cuaca di luar berubah dengan drastis. Tadinya matahari bersinar dengan terik kini berubah mendung. Banyak awan tiba-tiba muncul di langit. Secara perlahan angin berhembus semakin kencang bahkan menggoyangkan cabang pepohonan di jalanan.
Semua orang yang tinggal di rumah tidak berani keluar, sementara para pejalan kaki berlarian mencari tempat berlindung.
Semuanya terheran-heran dengan perubahan cuaca ini. Ramalan cuaca mengatakan hari itu tidak akan ada badai. Biasanya ramalannya selalu tepat. Lalu kenapa tiba-tiba muncul angin badai?
Sementara itu suasana hati Katie yang menangis di dalam kamarnya tidak membaik juga. Justru semakin memburuk. Entah kenapa di dalam dirinya terjadi sesuatu pergejolakan yang hebat. Dia membenci sekolah, dia membenci teman-temannya, dia membenci semuanya!
Katie bangkit dan melempar bantalnya ke dinding. Satu per satu dia melempar benda apapun didekatnya sambil menangis keras. Di saat bersamaan petir mulai bermunculan dan langit semakin gelap.
Katie yang belum mengetahui apa-apa memutuskan keluar rumah dan berlari tanpa arah. Dia ingin mencari tempat dimana tidak ada satupun bisa menemukannya. Dia ingin sendiri. Dia tidak ingin sekolah lagi. Katie ingin bersembunyi dan tidak ingin bertemu dengan siapapun.
Suasana hati Katie semakin memburuk dan cuaca juga semakin tidak bersahabat. Angin berhembus semakin kencang, bahkan pohon kelapa yang tampaknya kokoh kini melengkung kesamping.
Katie sama sekali tidak menyadari cuaca yang berbahaya, karena tiap kali dia melangkah, Katie tidak merasakan apa-apa. Seolah-olah angin yang berhembus kencang tidak berani menyentuhnya. Justru sebaliknya.. angin tersebut tampak menaungi Katie.
Katie tampak berlari didalam sebuah bola kasat mata bewarna abu-abu. Bola tersebut tercipta dari angin yang berputar dengan cepat. Tidak ada yang bisa melihatnya karena warga sekitar tidak sanggup membuka matanya akibat angin yang kencang. Sementara warga yang berada di dalam rumah lebih fokus melihat berita mencoba mencari tahu mengenai perubahan cuaca yang sangat drastis ini.
Setelah hampir setengah jam berjalan, Katie tiba di sebuah ladang yang tak berbentuk. Ladang tersebut tampak seperti habis diserang angin topan. Dedaunan bertebaran dimana-mana, beberapa sapu lidi berserakan dan pagar yang seharusnya memagari ladang tersebut roboh. Apa yang terjadi?
Namun Katie tidak peduli. Yang penting saat ini dia sendiri. Katie berjongkok dan menenggalamkan wajahnya diantara dua lututnya. Mungkin karena sehabis lari dia sudah tidak terlalu marah. Namun dia masih merasa sedih dan kembali menangis. Saat itulah hujan turun dengan deras. Hanya saja kali ini tidak ada angin apapun.
Katie merasakan tubuhnya kembali basah kuyup akibat air hujan, dan dia juga tidak peduli. Dia hanya ingin meluapkan kesedihannya sampai bersih.
Tidak lama kemudian, dia merasakan air hujan tidak menimpanya lagi.
"Kei."
Katie mendongak dan melihat umbranya berdiri disana dengan memegang payung yang sudah terbuka.
"Kau baik-baik saja?"
Katie menggelengkan kepala menjawabnya. Umbra ikut berjongkok dan menghapus air mata Katie dengan lembut.
"Jangan menangis lagi. Kalau kau tidak berhenti menangis, hujan tidak akan berhenti."
Katie mendengus. "Apa hubungannya denganku?"
"Mau mencobanya? Kalau hujan ini berhenti begitu kau berhenti menangis, kau harus pulang. Setelah itu aku akan mengabulkan yang diinginkan hatimu."
Yang diinginkan hati Katie? Bagaimana umbranya tahu apa yang diinginkannya? Bahkan Katie sendiri, dia tidak tahu apa yang diinginkannya selain menyendiri.
Tapi.. begitu melihat wajah umbra yang sangat dikenalnya, hatinya mulai terasa tenang. Dia memutuskan berhenti menangis. Dan kini hanya suara isakan kecil yang masih tersisa.
Anehnya, hujanpun mulai mereda hingga berhenti total... persis seperti yang dikatakan umbranya. Bagaimana bisa? Bahkan awan juga mulai pergi dan matahari kembali bersinar dengan terik.
Katie menatap kesekelilingnya dengan bingung. Sungguh aneh. Apakah mungkin hujan turun karena dia menangis? Itu tidak mungkin kan?
"Ayo pulang. Kedua orangtuamu pasti mencarimu." umbra bangkit berdiri dan mengulurkan sebelah tangannya setelah melipat payungnya. "Ada apa?" tanya umbra saat melihat Katie tidak kunjung bangkit dari jongkoknya.
"Aku tidak bisa menggerakkan kakiku."
Benar. Entah kenapa kakinya terasa lemas sekarang seolah-olah dia baru saja berlarian dua puluh empat jam penuh tanpa henti.
Umbra kembali berjongkok memunggungi Katie.
"Naiklah, aku akan menggendongmu."
Katie menurut dan segera mengalungkan kedua tangannya melingkar ke leher umbra. Umbra mengangkat tubuhnya dengan mudah dan berjalan dengan santai.
"Aneh sekali. Aku merasa capek sekali."
'Itu karena kau baru saja menggunakan kekuatanmu mengendalikan cuaca.' jawab umbra dalam hati.
"Mungkin karena kau habis menangis. Karenanya, jangan pernah menangis lagi seperti tadi. Aku melatihmu agar kau tidak menjadi cengeng seperti bayi. Kau sudah bukan anak kecil lagi."
"Tapi aku masih anak kecil."
"Kau sudah berusia dua belas tahun sekarang."
"Masih dua belas tahun." balas Katie tidak mau mengalah.
Umbra menggelengkan kepalanya teringat mereka berargumen hal yang sama saat Katie meminta untuk membiarkan rambutnya panjang lima tahun yang lalu.
Padahal waktu itu Katie tidak ingin dianggap anak kecil lagi, kenapa sekarang dia bersikeras kalau dia masih anak kecil?
"Baiklah, terserah kau saja." jawab umbra menyerah. Dia tidak ingin suasana hati Katie kembali memburuk dan kekacauan terjadi lagi di kota ini.
Dia hanya berharap 'mereka' belum sempat melacak posisi 'Raja Merah'.
Seharusnya kini keberadaan Katie sudah semakin sulit dilacak. Semakin bertambahnya usia Katie semakin kuat pula kekuatannya. Baik emosinya dan juga pertahanannya.
Katie adalah anak yang cenderung ingin bersembunyi saat ada masalah. Karena itu pertahannya tidak ingin dilacak juga akan semakin kuat. Kaum Vangarian akan semakin sulit melacak keberadaan Katie.
"Jadi, apa yang terjadi? Kenapa kau marah-marah dan pergi dari rumah? Siapa yang sudah menyinggungmu?"
"Reina, Ayla, Freya, Philia. Mereka menuduhku mencuri barang mereka. Dan juga... aku terjebur di kolam renang. Warna rambutku luntur dan airnya jadi kotor. Mereka menuduhku kalau aku... aku..."
"Ya?"
"Aku membuang kotoran disana." jawab Katie dengan suara yang sangat pelan sebelum menenggelamkan wajahnya di telungkuk leher umbra.
"Mereka sangat kejam. Mereka tidak membantuku tapi malah..." Katie kembali terisak.
"Sst.. anggap saja itu mimpi. Aku janji setelah ini kau tidak akan mengalaminya lagi. Tenanglah."
Bagi Katie umbra adalah ayah serta kakak. Karena itu dia bisa bermanja dan mengeluarkan keluh kesahnya pada umbra tanpa rasa canggung sama sekali. Katie merasa lega luar biasa selesai mengungkapkan isi hatinya. Dan hatinya merasa hangat dan damai mendengar kalimat umbranya.
Katie merasa tubuhnya sangat letih dan merasa kantuk. Dengan nyaman dia menyandarkan pipinya ke bahu umbra dan mulai tidur. Mendengar suara hembusan napas yang teratur dari Katie, umbra menghentikan langkahnya. Dia menoleh kesamping ke arah kepala Katie yang telah tertidur.
"Tenanglah. Aku tidak akan membiarkanmu merasa sedih berlama-lama." ucapnya sembari mengecup puncak kepala Katie.