Tangisan 'Raja Merah'
Tangisan 'Raja Merah'
Karena itu Katie jarang sekali terjatuh ataupun terluka. Kalaupun jatuh dari pohon, umbranya pasti akan menyelamatkannya lebih dulu sebelum dia terluka.
Tentu saja dia pernah terjatuh dan terluka. Tapi sangat jarang terjadi. Katie adalah anak yang paling tidak bisa menahan rasa sakit. Karenanya umbra dan kedua orangtuanya sangat menjaga Katie agar tidak terluka.
Kini luka akibat gesekan antara kulitnya dengan tanah yang berkerikil terasa sangat menyakitkan hingga membuatnya ingin menangis. Namun Katie masih bisa menahan tangisannya. Dia tidak boleh menangis karena didikan umbranya. Apalagi saat ini dia adalah Kapten Kei. Seorang Kapten Kei tidak boleh menunjukkan air matanya pada orang asing.
"Kau baik-baik saja?"
Hanya saja.. begitu melihat wajah Kinsey, dia tidak bisa lagi menahan tangisnya.
"Ini salahmu. Kau harus tanggung jawab. Rasanya sakit. Huweee.." dan kini tangisannya pecah.
Sebenarnya bukan hanya Kinsey yang bersalah. Yang memulai duluan adalah Katie, tapi Kinsey tidak mengomel dan berusaha menghibur Katie yang masih menangis.
Tanpa mereka ketahui binatang-binatang kecil di luar gua merasa gelisah mendengar tangisan Katie. Semuanya bergerak kesana kemari tidak jelas.
"Baiklah, aku yang salah. Maafkan aku. Sebaiknya kita obati dulu lukamu. Sudah, jangan menangis. Aku akan mengantarmu pulang." Katie mengelap wajah Katie dengan lengan bajunya. Dia sama sekali tidak keberatan meski bajunya akan menjadi kotor akibat ingus Katie.
Katie mengiyakannya sambil terisak kecil. Karena dia sudah tidak menangis lagi, para binatang kembali bersikap normal. Keduanya berjalan pelan menuju ke rumah Katie. Mereka tidak peduli saat Edwin meneriaki nama mereka yang otomatis keduanya keluar dari permainan.
Begitu tiba di rumah kayu tempat tinggal Katie, seorang wanita menyambut mereka dengan hangat.
"Katie, ada apa dengan sikumu?"
Katie tidak menjawab dan hanya melirik ke arah Kinsey.
"Maaf. Semuanya salah saya. Saya tidak sengaja mendorongnya dan dia terjatuh."
"Oh, rupanya begitu."
Setelah menyuruh dua anak duduk di lantai beralaskan jerami, ibu Katie mengambil obat serta kapas untuk merawat luka ringan putrinya.
Katie langsung duduk di jerami dengan nyaman, sementara Kinsey merasa ragu sambil melirik ke arah jerami yang bertumpuk.
Dia berusaha mencari sebuah kursi, namun tidak ada kursi yang bisa didudukinya. Bahkan rumah ini tidak memiliki meja apapun.
Kinsey melayangkan matanya melihat keseluruh ruangan. Rumah ini sangat kecil dan tua. Kinsey merasa rumah ini bisa ambruk sewaktu-waktu. Mungkin rumah ini tidak akan bertahan jika ada gempa.
Kinsey sudah terbiasa dengan rumahnya yang mewah dan megah. Apapun yang disediakan untuknya adalah barang-barang berkualitas dan kenyamanan.
Kinsey akan merasa tidak nyaman atau merasa jijik begitu memasuki daerah kumuh. Dia akan memiliki keinginan untuk segera kembali pulang ke rumahnya yang nyaman.
Meski tidak terlalu bersih menurut penilaiannya, Kinsey masih bisa melihat pemilik rumah cukup rajin dalam menjaga kebersihan. Karena itu, Kinsey merasa heran dia tidak merasa jijik dengan rumah ini. Dia justru merasa cukup nyaman memasuki rumah teman barunya yang unik ini.
"Duduklah. Tidak akan ada kuman yang menyerangmu." sarkas Katie yang ditanggapi dengusan Kinsey.
Akhirnya Kinsey duduk disebelah Katie sambil menyilakan kedua kakinya. Ini pertama kalinya dia duduk dengan posisi seperti ini. Rasanya aneh, tapi menyenangkan.
Tidak lama kemudian ibu Katie kembali sambil membawa obatnya. Dengan telaten dia mengolesi obat ke luka Katie. Sesekali suara erangan terdengar dari mulut Katie. Namun Katie merasa terhibur dan tidak merasa sakit lagi saat merasakan tepukan lembut di punggungnya.
Katie melirik ke arah Kinsey karena penasaran kenapa anak lelaki ini menepuk punggungnya. Anehnya, dia sama sekali tidak merasakan sakit apapun pada sikunya begitu melihat tatapan Kinsey.
Saat ini Kinsey lebih memusatkan pandangannya ke arah luka yang sedang diolesi obat oleh ibu Katie. Tatapannya seolah khawatir. Sesekali mengernyit seolah dirinya yang merasa sakit.
Apakah mungkin Kinsey memiliki kekuatan untuk memindahkan rasa sakit? Karena saat ini Katie tidak merasa sakit sama sekali, justru Kinsey yang tampak kesakitan.
"Sudah selesai."
Ucapan ibu Katie membuat Kinsey bernapas lega. Katie tidak bisa menyembunyikan senyumnya melihat Kinsey yang sudah berkeringat seolah anak lelaki itu yang merasa kesakitan karena terluka.
"Kau lucu sekali. Aku yang terluka, kenapa kau yang kesakitan?"
"Apa sekarang sudah tidak sakit?"
"Tidak. Sama sekali tidak sakit. Lain kali jangan mendorongku tiba-tiba seperti tadi." omel Katie.
"Baiklah, lain kali aku akan mengalah saat kau menyerangku. Kau puas?"
Katie tersenyum lebar mengiyakannya, kemudian meringis sakit saat ibunya menyelentik dahinya dengan keras.
"Mama..." rajuknya sambil mengusap-usap dahinya.
"Kau ini.. apa maksudnya menyerangnya? Apa kau sudah membuat masalah?"
"..." Katie tidak bisa menjawab. Dia berusaha menghindar dari tatapan mata ibunya sambil menyenggol siku Kinsey.
Mengerti maksudnya, Kinsey turut membantunya.
"Tadi kita main kejar-kejaran dengan anak lain. Maksudnya menyerang tadi ya permainan yang tadi, tante." jelas Kinsey.
"Rupanya begitu. Selama kau tidak membuat masalah." balas ibunya sambil mengusap lembut rambut Katie.
Kemudian ibu Katie meninggalkan mereka berdua untuk menyiapkan makan siang.
Hari-hari berikutnya Kinsey sering mengunjungi rumah Katie untuk bermain bersama. Kinsey juga semakin akrab dengan teman-teman Katie lainnya.
Karena sekarang adalah liburan musim panas, Kinsey memohon ayahnya menginap di Louisiana selama seminggu dan ayahnya mengizinkannya.
Karena itu sebelum Kinsey bertemu lagi dengan Chloeny, Kinsey sudah tiba di Louisiana seminggu sebelumnya.
Semakin lama mereka menghabiskan waktu bersama, Kinsey mulai mengenal kebiasaan Katie.
Di luar rumah, Katie bersikap tomboi dan memimpin teman-temannya. Disaat sendirian di tengah hutan, Katie menyanyi sambil menari dengan riang seperti jiwa bebas yang bersemangat.
Namun saat di dalam rumah, apalagi dihadapan kedua orangtuanya.. Katie bersikap anak yang manis dan lembut.
Entah harus merasa kagum atau terheran melihat Katie memiliki tiga karakter yang berbeda. Dan dia sangat pandai dalam perannya seolah-olah tiga karakter itu memang adalah pribadi Katie yang sebenarnya.
"Kinsey, coba lihat!" suatu hari Katie menangkap sebuah kumbang kecil dan menunjukkannya pada Kinsey... yang membuat Kinsey terlonjat ngeri melihat serangga menakutkan itu.
"Iiih.. buang sana!"
"Kenapa? Kan cantik.." ide nakal Katie mulai kumat lagi dan segera mendekatkan tangannya ke arah Kinsey.
Kinsey berlari menghindarinya sementara Katie terus mengejarnya. Akhirnya mereka main kejar-kejaran. Katie tertawa cekikikan mendengar teriakan histeris dari Kinsey.
"Jauhkan dariku. Pergi sana!" Kinsey bersembunyi di balik pohon besar.
Kenakalan Katie masih belum reda dan bersikeras mendekati Kinsey dengan kumbang merah berbintik hitam di tangannya.
Pada akhirnya mereka berlarian hingga ke jembatan tali. Saking takutnya akan kumbang, Kinsey berlari di atas jembatan yang sudah rapuh. Dia sama sekali tidak membaca tulisan disana yang mengatakan jembatan sudah tidak layak pakai.
"Kinsey, jangan kesana!" teriak Katie ngeri. Tiba-tiba dia langsung takut kalau kayu jembatan dibawah kaki Kinsey pecah dan Kinsey akan terjatuh ke sungai. Belum lagi aliran sungai kali ini sangat deras.
"Kinsey, ayo kesini! Kembalilah! Disana bahaya! Lihat, aku sudah tidak membawanya lagi." Katie membuka kedua tangannya untuk membuktikan kumbang merah yang dibawanya telah dilepasnya pergi.
Melihat tangan kosong Katie, Kinsey bernapas lega. Dia melangkahkan kakinya untuk kembali seperti yang diinginkan Katie. Namun pijakan kakinya sudah lama retak. Begitu menerima berat tubuh Kinsey, kayu yang seharusnya menjadi pijakan kakinya jatuh kebawah disusul dengan pijakan lainnya. Hanya dalam hitungan detik, Kinsey terjebur ke dalam sungai, dan tubuhnya segera dibawa arus air.
Katie berteriak histeris sambil berlari menyelusuri sungai dengan menyerukan nama Kinsey.
"Kinsey! Berenanglah!"
Sayangnya, Kinsey masih kesulitan menggerakkan badannya karena air sudah memasuki mulut dan hidungnya terlebih dahulu. Tidak peduli dia berusaha untuk berenang, Kinsey tidak kuat melawan arus untuk berenang ke tepi.
Air mata Katie mulai keluar dan tangisannya makin menjadi saat kepala Kinsey sudah tidak terlihat.
"Umbra! Umbra! Bantu anak itu!" teriaknya dengan isakan hebat sambil terus berlari mengikuti arus.
Karena sudah tidak sabar lagi, Katie berniat ikut menjeburkan diri untuk membantu Kinsey. Tepat saat dia hendak melompat ke sungai, umbra mencegahnya.
"Tunggu disini." ucap umbra singkat sebelum terjun ke sungai.
Katie terduduk lemas sambil terus memandang ke arah bawah. Dia berusaha mencari dua kepala di permukaan air dengan cemas.
Bagaimana kalau Kinsey mati? Bagaimana kalau dia tidak bisa bertemu lagi dengan Kinsey? Ada begitu banyak kekhawatiran yang memenuhi pikirannya.
Air mata Katie mengalir deras karena keduanya tidak muncul juga setelah beberapa menit menunggu.
"Kinsey! Umbra!" tanpa henti Katie memanggil nama keduanya secara bergantian.
"Kei."
Katie segera menoleh ke belakang begitu namanya dipanggil. Katie bangkit berdiri dan segera menghampiri umbranya yang basah kuyup dengan Kinsey yang tidak sadarkan diri dalam gendongannya.
"Kinsey. Apa dia baik-baik saja?"
"Dia akan baik-baik saja." jawab umbra.
Kemudian umbra bersiul dan seekor burung macau merah terbang berputar di atas mereka.
"Panggil Morse kemari."
Setelah memberi perintah, burung merah tersebut terbang melesat ke arah tempat kerja pasangan Morse. Umbra membaringkan Kinsey ke tanah secara perlahan. Dia berusaha mengatur pernapasannya agar kembali normal. Sungguh tidak mudah melawan arus sungai yang keras dengan membawa tubuh seseorang.
"Kinsey, bangun. Aku janji tidak akan nakal lagi. Ayo bangun, Kinsey." isak Katie sambil menggoyangkan tubuh Kinsey untuk membangunkannya.
Sementara itu umbra menyaksikan sekitarnya dengan was-was. Angin disekitarnya berhembus dengan tidak bersahabat. Bahkan angin topan hampir terbentuk tidak jauh dari mereka. Burung-burung dan binatang lainnya bergerak dengan gelisah. Air sungai yang tadinya mengalir dengan deras kini bertambah buruk. Dia bahkan bisa mendengar suara seperti sebuah ombak dari arusnya.
Ini semua karena emosi kepedihan 'Raja Merah'. Jika Katie tidak segera ditenangkan, para kaum Vangarian akan menyadari keberadaan 'Raja Merah' disini. Bahkan mungkin saat ini, mereka sudah menyadarinya.
Dengan terpaksa dia harus melakukan sesuatu. Umbra menotok titik saraf kesadaran Katie. Kemudian Katie mengatupkan kelopak matanya dan tertidur. Disaat bersamaan keadaan di sekitarnya kembali normal secara perlahan.
Saat mendengar langkah seseorang, umbra melompat pergi dan menghilang di balik pepohonan. Saat itulah pasangan Morse telah tiba dimana dua anak kecil berbaring tidak sadarkan diri.