Permainan
Permainan
Hanya saja.. kali ini.. untuk pertama kalinya, Katie ingin membiarkan rambutnya memanjang. Karenanya, Katie segera menyelinap keluar, masuk ke hutan untuk mencari umbranya yang masih tidur.
"Umbra! Umbra!" tidak peduli berapa kali dia memanggil, umbranya tidak muncul.
Pada akhirnya Katie berdiri di tengah-tengah, menegakkan dadanya dan mengambil napas panjang.
"UM.BRAAAAA!!"
Sementara itu umbra yang masih tidur di rumah pohon buatannya segera membuka kedua matanya dengan waspada. Tadinya dia mengira ada bahaya mengintai Katie. Namun ketika dia merasakan tidak ada kegelisahan dari binatang-binatang disekitarnya, barulah dia merilekskan ototnya.
Sepertinya tuan putri kecilnya yang cerewet menginginkan sesuatu lagi.
Umbra keluar dan melompat turun ke tanah, lalu berjalan menghampiri Katie.
"Bukankah sekarang hari Sabtu? Kupikir kau ingin bermain seharian hari ini? Tidak kusangka kau masih giat untuk berlatih."
"Siapa yang mau berlatih? Aku masih ingin bermain."
Umbra menghela napas mendengarnya. Persis seperti dugaannya. Katie menginginkan sesuatu. Semuanya terlihat jelas saat Katie menyembunyikan kedua tangannya ke belakang, kemudian melirik secara perlahan seperti mata anak anjing yang memelas.
Ugh.. Umbra tidak pernah bisa menolak apapun yang diminta jika menghadapi tatapan mata amber Katie.
"Katakan. Kali ini apa yang kau inginkan?"
Senyuman Katie melebar begitu mendengar kalimat yang diinginkannya.
"Aku tidak ingin rambutku dipotong. Aku ingin punya rambut yang panjang."
Sebelah alis umbra terangkat mendengar ini. "Kenapa? Bukankah selama ini kau tidak keberatan?"
"Itu kan dulu. Aku sudah bukan anak kecil."
"Kau masih anak kecil."
"Aku sudah tujuh tahun."
"Masih tujuh tahun." umbra lebih menekankan kata 'masih' saat mengucapkannya.
Katie menghentakkan sebelah kakinya dengan kesal. Sudah menjadi kebiasaannya untuk menghentakkan kakinya tiap kali dia merasa jengkel.
Kemudian, dia kembali memasang ekspresi yang memelas dan menatap lurus ke arah mata umbra... yang sangat dihindari sang umbra.
Umbra memandang ke sekitarnya berusaha tidak terperangkap dengan tatapan hipnotis sepasang mata amber milik Katie.
"Hari ini cuaca cukup bagus. Bagaimana kalau kita mendaki gunung hari ini?"
"Umbra.. ayolah.." rayu Katie sambil menggoyangkan sebelah tangan umbra. "Aku juga ingin punya rambut panjang seperti Rosa. Ya? Ya? Ya?" Katie melompat kecil mengikuti arah pandangan umbranya. Dia berusaha agar umbranya menatap matanya dan mengabulkan keinginannya.
Sementara umbra mendesah pasrah mendengar rajukan Katie dan akhirnya mengiyakannya.
"Baiklah. Tapi kau harus rajin memberikan semprotan warna tiap hari. Aku harus membeli spray lebih banyak lagi untuk menutupi warna rambutmu."
"Hm.. Aku akan melakukannya. Kau memang yang terbaik."
Katie melentangkan kedua tangannya ke atas, kemudian umbra berjongkok agar kedua tangan Katie bisa merengkuh lehernya.
"Muach.. Aku menyayangimu umbra." Setelah memberikan kecupan singkat di pipi umbranya, Katie segera kembali ke rumahnya untuk memberi tahu kedua orangtuanya bahwa umbra sudah mengizinkannya untuk memanjangkan rambutnya.
Sementara umbra menyaksikan kepergian Katie dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Pasti gara-gara anak itu. Aku harap mereka tidak pernah bertemu lagi."
Sayangnya.. anak yang dimaksudkan umbra, Kinsey Alvianc kembali enam bulan kemudian. Seperti yang dikhawatirkannya, Kinsey datang menemui Katie lagi.
-
Katie bermain kerudung merah bersama teman-temannya saat Kinsey tiba daerah tempat bermain anak-anak. Permainan kerudung merah adalah permainan yang tercipta dari kisah gadis kerudung merah dan serigala. Peraturannya, salah satu pemain akan menjadi 'serigala' dan bersembunyi di suatu tempat. Ada sebuah kostum serigala berupa baju, celana, sabuk ekor dan topi dengan telinga serigala.
Semula 'serigala' ini tidak memakai kostum apapun saat bersembunyi. Sementara itu teman-temannya akan bernyanyi dan menanyakan keberadaan 'serigala'. Sang 'serigala' harus menjawabnya dan mengenakan satu kostumnya. Begitu seterusnya hingga kostum terpakai secara lengkap dan kemudian keluar untuk mengejar 'buruannya'.
Katie berlari menghindari tangkapan 'serigala' sambil tertawa saat melihat Kinsey sedang menyaksikan permainan mereka.
"Ah, si rambut merah yang takut kuman!" seru Katie sambil menuding ke arah Kinsey.
Kinsey menepuk keningnya tidak percaya nama julukan yang diberikan Katie. Apakah anak itu tidak ingat namanya? Kenapa harus memanggilnya dengan si rambut merah yang takut kuman?! Padahal warna rambutnya bukan merah! Warna rambutnya adalah coklat.. yah, agak kemerahan sedikit sih. Tapi pastinya tidak semerah yang dimiliki anak itu.
Hanya saja, kali ini Kinsey tidak melihat warna merah yang sama seperti diingatnya. Rambut Katie lebih terkesan ke arah coklat gelap.. warna yang sangat umum di Lousiana.
"Kau datang lagi?"
Tiba-tiba saja Katie sudah berdiri dihadapan Kinsey membuatnya gelagapan.
"Apa yang sedang kalian lakukan?" tanpa menjawab pertanyaan sebelumnya, Kinsey balik bertanya.
"Kami sedang bermain. Kau mau ikut? Hei, si rambut merah mau ikut main." Tanpa menunggu jawaban dari Kinsey, Katie sudah mengumumkan pada teman-temannya bahwa Kinsey akan ikut.
"Hei! Namaku bukan rambut merah. Namaku Kinsey. Kin.Sey."
"Kinsey? Namaku…"
"Katleen Morse." Potong Kinsey.
"Darimana kau tahu?" Katie terlihat heran bagaimana Kinsey bisa mengetahui nama lengkapnya.
Kinsey melongo tidak percaya akan daya ingatan anak perempuan di depannya. Dia tidak pernah bertemu dengan orang yang memiliki daya ingat yang sangat lemah. Apakah anak ini sudah lupa kalau dia memperkenal dirinya sebagai Katleen Morse saat bertemu dengan Chloeny?
Kinsey mendesah pasrah. Mungkin masalahnya bukan pada ingatan lemah Katie, tapi ingatannya yang terlalu tajam. Kinsey sering mendengar pujian untuknya dari ayah dan guru sekolahnya. Mereka memujinya karena daya ingatnya yang sangat tajam. Apalagi, kejadian itu sudah terjadi enam bulan yang lalu. Tidak heran jika anak perempuan imut didepannya melupakannya. Ralat. Bukan imut. Kali ini penampilan Katie seperti anak lelaki umumnya dengan celana denim sobek-sobek dan kaos T-shirt bewarna putih dengan gambar mobil di depannya.
"Kapten Kei! Ayo kita main lagi."
Untungnya, teman-teman Katie sudah menginterupsi mereka. Langsung saja pikiran Katie teralihkan dan segera mengajak Kinsey bergabung dengannya. Kinsey mendesah lega karena tidak harus menjawab pertanyaan Katie sebelumnya.
Pada akhirnya, mereka memutuskan untuk bermain petak umpet karena tidak ada lagi yang mau memakai kostum serigala. Matahari bersinar dengan sangat terik dan rasanya sangat gerah jika harus memakai kostum sambil mengejar 'buruannya'.
Kali ini yang menjadi 'pencari' adalah Edwin, anak lelaki yang gemuk dengan mata yang sipit.
Kinsey tahu permainan ini karena dia juga sering bermain dinsekolahnya. Hanya saja.. dia tidak begitu mengenal daerah ini dan tidak tahu tempat bersembunyi yang bagus. Dia memutuskan mengikuti Katie.
"Ehh? Kenapa kau ikut denganku?"
"Aku tidak tahu tempat ini."
Katie memanyunkan mulutnya karena dia tidak ingin persembunyiannya ketahuan oleh kehadiran Kinsey.
"Baiklah. Kalau begitu, kita bersembunyi disana saja." setelah menimbang-nimbang sejenak, akhirnya Katie mengizinkan Kinsey ikut bersembunyi dengannya.
Keduanya bersembunyi di gua yang pernah dijadikan pelarian mereka tahun lalu. Hingga sekarang Kinsey tidak pernah melupakan pertemuan pertama mereka tahun lalu. Tapi tidak dengan Katie.
Katie memang ingat dia pernah bertemu dengan Kinsey dan mengerjainya. Tapi dia sudah tidak ingat kalau Kinsey pernah menggigit tangannya.
"Aku tidak percaya kau tidak ingat aku pernah menggigitmu."
"Aku sungguh tidak ingat. Memangnya apa untungnya aku mengingatnya?"
Mulut Kinsey melebar lagi-lagi kehabisan kata-kata. Kalau dipikir kembali, Katie juga tidak mengingatnya di pertemuan kedua mereka.
Kinsey tersenyum saat menyadari sesuatu. Setidaknya hari ini dia tahu, Katie masih mengingatnya. Walau dia berharap Katie mengingatnya dengan nama dan bukannya julukan 'rambut merah yang takut kuman'.
"Tapi kenapa kau menggigitku?"
"Bukankah itu salahmu? Kau menarikku dengan kencang. Tanganku bahkan membekas merah gara-gara cengkeramanmu."
"Memangnya ada kejadian seperti itu?"
Kinsey mendesah. Sungguh. Bagaimana bisa anak disebelah ini melupakannya begitu saja?
"Lagipula, mana mungkin tanganmu merah hanya karena genggamanku. Jangan-jangan kau ini sebenarnya lemah ya?"
"Enak saja." entah kenapa untuk kali ini Kinsey tidak mau mengalah. "Aku bukan anak yang lemah."
Detik berikutnya Katie menerjangnya dengan mendorong tubuhnya ke tanah. Katie menekan kedua pundak Kinsey, menguncinya membuat Kinsey terperangah.
Apakah anak ini baru saja menantangnya? Baiklah kalau begitu.
Sama seperti Katie yang dilatih oleh umbra, Kinsey juga mendapatkan latihan yang mirip dari ayah angkatnya yang merupakan mantan Alpha II.
Karena itu dia bisa menyingkirkan tangan yang menekan tubuhnya cukup mudah dan mendorong Katie dari tubuhnya.
Sayangnya, refleks Katie lebih cepat dan tenaganya lebih besar darinya. Kali ini posisi dada Kinsey berhadapan dengan tanah sementara sebelah tangannya dikunci Katie di belakang tubuhnya.
Katie duduk di atas punggung Kinsey dengan sempurna sambil tersenyum bangga.
"Kurasa kau benar. Sepertinya genggamanku memang terlalu kuat untuk anak lemah sepertimu."
Kinsey mendecak kesal merasa malu. Bagaimana mungkin dia kalah dari anak perempuan?
Kinsey mengerahkan seluruh tenaganya untuk bangkit berdiri. Mungkin karena terlalu kuat dan Katie tidak siap dengan gerakannya yang tiba-tiba, Katie terdorong ke belakang dan terjatuh dengan kasar.
"Aaa.." Katie meringis kesakitan saat merasakan perih pada siku kanannya. Sepertinya sikunya menggeser tanah saat dia terjatuh barusan.
Kinsey langsung menyesali tindakannya dan segera menghampiri Katie yang sedang meniup lukanya.
"Kau baik-baik saja?"
Jantung Kinsey berdetak dengan cepat saat sepasang mata amber menatapnya dengan berkaca-kaca.
Oh tidak. Dia sudah membuat anak perempuan menangis. Ayahnya pasti akan memarahinya jika beliau mengetahuinya. Apa yang harus dia lakukan?