Momen Mengharukan
Momen Mengharukan
Daniel dan Cathy saling bercerita demi menebus waktu yang mereka lewati tanpa satu sama lain. Sementara Tanya menceritakan pengalamannya menjadi Alpha dengan riang dan penuh semangat.
"Oh, aku hampir lupa. Selamat atas pernikahanmu ya." lanjut Tanya sembari memeluk Cathy tanpa rasa canggung sama sekali. Sejak awal Tanya bersikap ramah dan bersahabat membuat Cathy merasa nyaman. Cathy sendiri juga membalas pelukannya tanpa ada rasa canggung.
Tapi tubuhnya menegang saat mendengar suara berat dari ayah angkatnya.
"Aku juga hampir lupa. Cathy, atas dasar apa kau menikah tanpa orangtuamu huh?"
"Ups.." Tanya tertawa gugup dan berusaha melarikan diri. "Aku akan pergi dulu. Silahkan nikmati obrolan ayah anak disini ya. Dah.."
Dasar pengkhianat. Cathy mendecak kesal melihat sikap Alpha yang katanya setia dan tidak pernah berkhianat, kini dengan mudahnya meninggalkannya seorang diri di medan pertempuran.
Cathy tersenyum gugup saat menoleh ke arah ayahnya
"Papa.. ada alasan mengapa kami buru-buru menikah. Aku akan menjelaskannya."
"Oh? Apakah mungkin kau.. sudah.." Daniel terlihat ragu-ragu saat melanjutkan kalimatnya.
"Apa?" Cathy berusaha mengerti arti tatapan ayahnya. Kemudian Cathy menyadari kearah mana pandangan ayahnya membuatnya panik. "Bukan. Sama sekali bukan seperti yang papa pikirkan. Aku masih perawan. Benar aku masih perawan." jelasnya terburu-buru.
"Bukankah kalian sudah menikah? Dia masih belum menyentuhmu?"
Ugh... apakah dia harus membahas soal ini pada ayahnya? Entah kenapa dia merasa malu harus membahas mengenai hal ini dengan ayahnya.
Tapi dia ingin ayahnya menyetujui pernikahannya dengan Vincent. Cathy tidak punya pilihan selain memberikan jawaban.
"Vincent.. dia agak sedikit kolot. Dia bahkan tidak pernah menciumku sebelum kami menikah. Perkembangan kami mungkin agak terlambat bila dibandingkan dengan pasangan lainnya. Atau mungkin terlalu cepat?"
Tentu saja pernikahan mereka terlalu cepat mengingat mereka langsung menikah begitu bertemu setelah setahun berpisah.
"Entahlah.. Tapi, papa.. aku tidak pernah menemukan orang yang begitu.. kami berdua agak mirip dan juga.." Cathy sama sekali tidak tahu bagaimana menjelaskan perasaannya pada ayahnya. Matanya berkaca-kaca karena dia takut ayahnya akan membenci Vincent. Dia benar-benar berharap Daniel bisa menerima pernikahannya. "Kau tidak tahu betapa pentingnya kehadirannya untukku. Dia... Vincent..."
"Kau mencintainya." potong Daniel mengerti maksud ungkapan putrinya.
"Aku mencintainya.. sangat mencintainya." Cathy memberi anggukan dengan yakin. "Dia juga mencintaiku papa." lanjutnya lagi.
"Kemarilah." kedua tangan Daniel terbuka lebar. Mengerti maksud ayahnya, Cathy segera masuk kedalam pelukan hangat ayahnya. Air matanya membuncah keluar merindukan curahan kasih sayang dari seorang ayah.
"Aku bisa melihatnya. Semua orang juga bisa melihat tatapan cinta Vincent padamu. Aku yakin dia pasti bisa membahagiakanmu. Jika kau juga mencintainya, tidak ada lagi yang kukhawatirkan." lanjut Daniel sembari mengecup puncak kepala putrinya.
Cathy memejamkan mata sambil tersenyum lebar. Untuk pertama kalinya dia merasa tubuhnya ringan. Tidak ada bekas kepahitan atau kebencian terhadap Daniel didalam hatinya.
Selama belasan tahun ini Cathy bersikap seceria mungkin dan menjadi kakak yang baik bagi ketiga adiknya. Namun yang sebenarnya didalam hatinya terasa berat dan membuatnya menderita. Kemudian dia sadar... sesuatu yang menyesakkan itu adalah kebencian dan kepahitan atas perlakuan Daniel padanya.
Kini.. setelah bertemu dengan Vincent, bertemu kembali dengan Daniel dan mendengarkan penjelasannya.. secara perlahan kebenciannya meredup hingga menghilang sempurna. Hatinya terasa lega dan tubuhnya terasa ringan.
Cathy tidak pernah merasakan lebih utuh lagi menyadari dia merasa bersyukur. Dia bersyukur ayahnya masih hidup dalam keadaan sehat. Vincent dan Kinsey juga kembali dengan selamat. Meski ada beberapa luka memar pada Kinsey, setidaknya lukanya tidak parah yang bisa membuat nyawanya dalam bahaya. Cathy tidak pernah merasa bersyukur seperti ini sebelumnya.
Setelah dirasanya sudah cukup lama berada disana, Daniel mengajak Cathy keluar untuk bergabung dengan lainnya. Cathy segera menyetujuinya. Dia juga ingin melihat kembali kondisi sahabatnya.
Dinding ruangan yang bewarna putih hanya dihiasi dengan satu layar monitor raksasa. Meja hitam panjang berisi dengan ratusan bahkan ribuan tombol bewarna putih yang pudar dan merah sempat dilihatnya sebelum ruangan menjadi gelap. Lampu ruangan kendali utama dimatikan oleh Daniel karena ruangan ini tidak akan berguna lagi. Stealth sudah hancur dan mereka tidak perlu menggunakannya lagi.
Selama berjalan kembali melewati tangga berputar, Cathy tidak menyadarinya. Namun begitu pintu penghubung antara jalan rahasia menuju bawah tanah dengan ruang utama terbuka, mata Cathy menangkap sesuatu yang tidak pernah diduganya.
Matanya menyipit sebentar kemudian kedua tangannya mengucek-ngucek matanya, detik berikutnya matanya terlihat berkaca-kaca.
Semua orang yang menyaksikan tingkah aneh Cathy merasa terheran-heran. Ditambah lagi, Cathy mengarahkan pandangannya ke seluruh ruangan dengan pandangan takjub. Sikap Cathy seperti anak kecil yang baru melihat sebuah keajaiban dunia untuk pertama kali. Sebenarnya apa yang terjadi?
Vincent merupakan salah satu orang yang merasa heran dengan sikap Cathy. Dia hendak menghampiri istrinya saat melihat Daniel Paxton berjalan keluar melewati pintu jalan rahasia menyusul Cathy.
Tadinya dia bertanya-tanya, apa yang membuat Cathy berlama-lama di bawah tanah bahkan sang Alpha kembali sendirian.
Melihat sikap Cathy yang masih larut dengan dunianya sendiri, Vincent tersenyum tanda mengerti.
"Kau menyukainya?" Vincent bertanya sembari memberikan tepukan lembut pada pundak Cathy.
Cathy segera berbalik dan tersenyum melihat wajah suaminya.
"Aku bisa melihatnya, kini aku bisa melihatnya." lanjut Cathy dengan nada terharu disusul dengan air mata yang mengalir. "Mereka semua sangat cantik."
"Aku tahu."
Vincent dan Cathy saling berpelukan tanpa memperdulikan tatapan terheran-heran tiap-tiap orang disana. Karena momen ini adalah momen yang paling penting didalam kehidupan Cathy.
Untuk pertama kalinya semenjak kejadian itu... semenjak dia menangis karena tamparan sang ayah, akhirnya Cathy kembali bisa melihat warna.
Cathy teringat penjelasan Vincent hari itu disaat suaminya menjelaskan bahwa kelainan matanya ada hubungannya dengan perasaan terdalamnya.
'Ini hanyalah sebuah teori. Tapi jika memang tidak ada suatu kelainan pada matamu seperti yang dikatakan dokter mata, mungkin letak permasalahannya adalah perasaanmu yang terdalam. Kau memendam sebuah kepahitan masa lalu yang bertumbuh menjadi sebuah kebencian. Mungkin perasaan itulah yang membentuk sebuah defensif hingga menghalangimu untuk melihat warna. Aku rasa kau harus menyelesaikan masa lalumu terlebih dahulu. Berdamailah dengannya dan maafkanlah ayahmu. Aku tahu itu tidak akan mudah, tapi aku ingin kau mencobanya.'
Yang sebenarnya adalah, Cathy sengaja memendam... mengubur rasa kebenciannya agar tidak terlihat dari luar. Dia melakukannya demi ketiga adiknya. Dia tidak ingin kehidupan adiknya dipenuhi kebencian mendalam seperti dirinya. Dia juga tidak ingin ketiga adiknya merasa resah dan gelisah merasakan kebencian dari dalam dirinya.
Karena itu dia memendamnya. Cathy mengubur rasa kebencian itu dalam-dalam.
Siapa yang menyangka.. kebenciannya yang terkubur justru menghalanginya melihat keindahan warna. Karena itu dia mencoba menggalinya kembali. Namun disaat dia belum selesai menggali, Cathy dihadapkan gerbang kematian. Kenangan indah bersama Daniel yang terlupakan muncul kembali. Kemudian Daniel ada disana.. muncul dihadapannya sebagai Zero.
Seketika itu juga kebencian yang dikiranya masih terkubur dalam hatinya menguak keluar ke permukaan... dan langsung lenyap seketika begitu mendengar Daniel masih peduli padanya.
Baru beberapa menit lalu Cathy berbicara dengan Daniel secara terbuka. Mereka bahkan memutuskan untuk memulainya dari awal sebagai ayah-anak.
Tadi dia memang tidak menyadarinya. Tapi kalau diingat kembali, dia sempat melihat warna tombol merah dan putih yang memudar di beberapa tombol sebelum Daniel mematikan lampu ruang kendali.
Apakah mungkin... semenjak dia memutuskan untuk memulai dari awal, dia sudah kembali melihat warna? Apapun itu.. ini semua berkat Vincent. Kalau seandainya Vincent tidak menganjurkan untuk memaafkan ayahnya, Cathy tidak akan pernah berpikir untuk mencobanya.
Cathy menguraikan pelukannya dan menengadahkan kepalanya untuk melihat wajah suaminya.
"Terima kasih."
Vincent tersenyum sembari mengecup kening istri tercintanya. "Apapun untukmu."
-
Beberapa hari kemudian, Benjamin mengumumkan identitas Cathy pada semua rekan bisnis Paxton dan seluruh dunia. Kinsey juga ikut diperkenalkan, tapi Kinsey lebih memilih untuk tidak muncul dan lebih merasa nyaman menjadi seorang Alvianc.
Setelah itu Cathy memanggil pengacara keluarga Paxton untuk membagikan harta asetnya ke saudara-saudaranya. Dia juga mengunjungi Brittany, ibu Stevanord dan memperlakukannya dengan baik.
Pada saat pengejaran Aiden, Vincent mengawasi pergerakan polisi yang menangkap James serta Martin di rumah mereka masing-masing. Sebenarnya Vincent juga ingin menangkap Brittany karena wanita itu juga ikut andil saat memberontak melawan Chloeny.
Tapi bukti yang dicarinya untuk melawan Brittany tidak cukup kuat, belum lagi Stevanord melindunginya dengan caranya sendiri.
"Ibuku tidak pernah ikut andil. Dia memang bersalah karena diam saja dan membiarkan kedua paman menyakiti Chloe, tapi dia tidak pernah menginginkan kematian Chloeny." ucap Steve dengan tegas waktu itu.
Vincent membiarkannya karena apa yang dikatakan Steve memang ada benarnya. Apa yang bisa dilakukan anak perempuan menentang kedua sepupu yang berambisi merebut kekuasaan Paxton? Brittany tidak punya pilihan lain selain menurut dan membiarkan perlakuan kejam mereka terjadi pada Chloe.
Vincent bisa membiarkannya, namun tidak dengan Benjamin. Dia berusaha mencari celah untuk membuat Brittany mendapatkan hukumannya.
Untungnya, Vincent berhasil membujuk Benjamin dan untuk pertama kalinya.. Brittany dan Benjamin tidak saling memandang musuh sewaktu bertemu.
Stevanord sendiri juga sudah tidak membenci Vincent. Awalnya dia memang sangat membenci Vincent karena mengira Vincent adalah pembunuh Chloeny. Namun Kinsey telah memberitahunya apa yang terjadi sebenarnya sembilan belas tahun lalu. Serta semua tindakan Vincent dan perlakuannya terhadap Cathy membuatnya tidak lagi bisa membencinya.
Lagipula, jika Cathy memang bisa bahagia bersama dengan Vincent, Steve tidak ingin merusaknya. Terlebih dari itu semua.. Vincent melepaskan ibunya bahkan membujuk Benjamin untuk tidak menangkap Brittany membuat pandangan Steve terhadap Vincent berubah menjadi lebih baik.
Semenjak saat itu Steve tidak memandang Vincent sebagai musuhnya, malahan mereka bisa berteman dengan baik mengingat jarak usia mereka hanya tiga tahun.
Kini secara perlahan namun pasti, keinginan Chloe satu per satu terwujud.
'Tidak akan ada lagi iri ataupun serakah. Aku harap keluarga Paxton kelak sama seperti keluarga Regnz. Tulus menyayangi anggota keluarganya serta menilai segalanya dengan kasih dan bukan dengan harta.'
Dengan bantuan Vincent, sedikit demi sedikit Cathy mewujudkan keluarga impian ibunya.