My Only Love: Aku Hanya Bisa Mencintaimu

Tangisan Yang Menyedihkan



Tangisan Yang Menyedihkan

3Tanpa sadar lagi-lagi Cathy menggigit bibirnya karena tertekan. Dia harus mengingkari janjinya pada Vincent. Dia sudah berjanji untuk membawa ponselnya kemanapun dia pergi. Tapi karena smartphone miliknya telah dipasang alat pelacak, dia harus meninggalkannya. Cathy tidak berani mengambil resiko dengan membawa ponsel miliknya.     

Dia juga meninggalkan pesan di sebuah surat agar adik-adiknya tidak mengkhawatirkannya saat bangun nanti. Selain itu dia tidak boleh membiarkan Vincent, Owen serta LS mengetahui bahwa dia menyelinap keluar hanya agar diculik kembali. Pikirannya saat ini adalah memastikan keselamatan Kitty.     

Hatinya bercampur antara sedih, takut dan marah. Yang paling besar adalah amarahnya. Cathy tidak akan memaafkan siapapun yang telah menyakiti sahabatnya.     

Kedua tangannya mengepal saat berjalan mendekati sebuah mobil yang telah siap di depan gerbang rumahnya... beserta seorang supir yang dikenalnya, Jack.     

"Ternyata.. selama ini kau adalah mata-mata 'orang itu'?" Cathy tahu.. siapapun yang mengutus Jack, pasti adalah pembunuh ibu kandungnya yang sebenarnya.     

Jack sama sekali tidak tersenyum ataupun bersikap ramah seperti biasa yang ditujukannya. Eskpresinya datar dan dingin.     

"Jika kau yakin tidak ada alat pelacak di tubuhmu, cepat naik." ucap Jack dengan nada kasar sambil membuka pintu penumpang.     

"Aku bisa saja naik, tapi aku tidak ingin dibius." Cathy tidak ingin dibawa saat dia tidak sadarkan diri. Setidaknya dia bisa mengetahui kemana tujuan mereka pergi.     

"Baik. Kami tidak akan membiusmu."     

"Kami?"     

Sebelum sempat menemukan jawaban, seseorang memukul tengkuk Cathy dari belakang membuatnya pingsan. Dalam hati Cathy mendecak kesal. Dia memang tidak dibius, tapi jika pada akhirnya dia tetap tidak sadarkan diri saat diculik, dia lebih memilih dibius daripada dipukul.     

Cathy berada di sebuah ruangan seperti gudang kecil yang gelap saat terbangun. Dia tidak tahu berapa lama dia pingsan, dan dia juga tidak tahu apakah matahari sudah terbit atau belum. Kondisi dalam ruangan sangat gelap hanya beberapa cahaya lampu dari luar terlihat dari celah-celah kecil di dinding.     

Harusnya Cathy merasa panik dan takut, tapi saat ini Cathy lebih mengkhawatirkan kondisi Kitty yang dilihatnya dari video.     

Cathy bangkit berdiri dan sadar tubuhnya tidak terikat apapun membuatnya merasa lega. Dengan begini dia bisa bergerak leluasa dan segera berlari menuju ke pintu. Sayangnya, kali ini pintu tersebut telah dikunci, sehingga dia tidak mungkin bisa melarikan diri.     

Cathy mencoba meraba-raba dinding untuk mencari sakelar lampu. Hingga akhirnya berhasil menemukannya, Cathy segera menyalakan lampunya. Cathy menoleh ke belakang dan terkejut ada seseorang disana... lebih tepatnya dua orang.     

Yang satu tertidur dengan kepala diatas pangkuan orang lain. Yang tertidur tidak lain adalah Kitty yang dipenuhi dengan luka-luka sementara orang yang sedang mengelus lembut kepala Kitty adalah seorang pria yang tidak dikenalnya.     

Cathy ingin segera menghampiri Kitty, namun dia tidak berani mendekat karena merasakan aura mengerikan dari pria bertubuh besar yang memandang Kitty dengan tatapan aneh. Ditambah lagi, pria itu memegang sebuah jarum suntik berisi cairan di sebelah tangannya yang lain. Cairan apa itu? Perasaannya tiba-tiba merasa tidak enak.     

"Apa yang akan kau lakukan padanya?" tanya Cathy dengan was-was.     

"Bagaimana menurutmu? Tadinya aku pikir aku berhasil mendapatkan penerus tahta Paxton. Tapi siapa sangka, ternyata Kinsey Alvianc adalah penerus yang sebenarnya. Aku benar-benar marah. Rupanya Chloe berhasil menyembunyikan penerus utamanya selama ini." ungkap pria itu dengan nada dingin. "Jika seandainya aku tidak menaruh Jackie ke tempat kalian, mungkin aku juga tidak akan mengetahuinya."     

Barulah Cathy sadar. Kenyataan Kinsey telah mengumumkan statusnya sebagai putra sulung Chloeny pada ketiga adiknya, merupakan kesalahan besar. Rupanya musuhnya masih belum mengetahui kenyataan bahwa Chloeny memiliki anak kembar.     

Entah kenapa, Cathy merasa takut.. sangat takut. Bukan karena dia ada dalam bahaya, tapi dia takut akan terjadi sesuatu buruk pada sahabatnya. Dan ternyata apa yang ditakutkannya benar. Malah jauh lebih buruk daripada apa yang dibayangkannya.     

"Karena itu aku akan membuat pilihan untukmu. Antara Katleen atau adikmu di Red Rosemary, yang mana yang ingin kau korbankan?"     

Deg! Apa maksudnya?     

"Aku memasang bom di Red Rosemary dan kau hanya memiliki waktu dua jam sebelum bom itu meledak dan buum.. seluruh penghuni rumahmu akan mati."     

Cathy menggigit bibirnya dengan sangat keras.. melebihi apa yang pernah dia lakukan sebelumnya.     

"Jika kau ingin menyelamatkan mereka, aku ingin kau sendiri yang menyuntikkan jarum ini kedalam tubuh sahabatmu. Tenang saja, dia akan mati tanpa harus merasakan rasa sakit. Dia akan mati kurang dari dua puluh empat jam setelah dia kembali tertidur. Bukankah mudah sekali?"     

Sepasang mata coklat Cathy berkaca-kaca dipenuhi air mata yang kini mengalir dengan deras. Apakah orang ini berusaha menjadikannya seorang pembunuh? Dan terlebih lagi dia harus membunuh orang yang disayanginya?     

"Kau adalah iblis."     

Terulas senyuman miring menghiasi wajah pria itu.     

"Terima kasih atas pujiannya." kemudian dia meletakkan kepala Kitty sekenanya di atas matras keras sebelum menyerahkan jarum suntik pada Cathy. "Begitu kau memasukkan suntik ini padanya, aku tidak akan meledakkan Red Rosemary."     

Cathy berusaha menahan isakannya meski tidak bisa menahan air matanya mengalir. Dia menatap jarum suntik diatas telapak tangan 'iblis' dengan tatapan kosong.     

"Sebenarnya apa yang kau inginkan? Kau pasti menginginkan sesuatu. Bukankah kau memiliki alasan menculikku?"     

"Benar. Tapi aku masih marah karena merasa dicurangi. Karena itu..." pria itu mendekatkan wajahnya ke arah wajah Cathy dan Cathy menolak untuk mundur dan membalas tatapan pria itu dengan tidak kalah tajam. "Aku ingin melampiaskan amarahku terlebih dulu." lanjut pria itu dengan senyumam licik.     

"Waktumu kurang dari dua jam sebelum bom yang kupasang meledak." lanjutnya setelah menyerahkan jarum suntiknya dengan paksa ke dalam genggaman Cathy.     

Kemudian pria itu pergi meninggalkan gudang... meninggalkan Cathy berdua dengan Kitty yang masih belum sadarkan diri.     

Cathy mendekat ke arah tubuh Kitty dan hatinya sudah tidak kuat lagi melihat kondisi sahabatnya. Dia segera melempar jarum suntiknya menjauh darinya dan memeluk sahabatnya sambil menangis meraung-raung.     

Tangisannya semakin menjadi saat melihat bekas sayatan pisau pada leher, wajah dan lengannya. Kenapa ada orang yang begitu tega menciptakan luka pada tubuh seorang gadis seperti ini? Orang itu benar-benar bukan manusia. Orang itu adalah iblis yang tidak sudah tidak bisa kembali menjadi manusia. Orang itu sama sekali tidak memiliki perasaan.     

"Huwaaaaa!!"     

Cathy masih menangis keras sambil memanggil nama sahabatnya selama hampir sejam. Kenapa tidak ada pilihan tentang kematiannya? Jika seandainya dia bisa menyelamatkan orang-orang disayanginya melalui kematiannya, dia akan langsung menerimanya dengan senang hati. Dia akan menusukkan jarum suntiknya ke dalam tubuhnya dengan sukarela. Kenapa dia harus dihadapi dengan pilihan yang sulit?     

Antara tiga adik sepupu yang selama ini ia kira adalah adik kandungnya dengan seorang sahabat yang sudah seperti saudarinya selama sepuluh tahun ini. Tidak peduli apakah ada hubungan darah atau tidak, Cathy menyayangi mereka semua dan tidak ingin satupun dari mereka celaka.     

Tapi jika dia memang harus memilih... secara logis, bukankah mengorbankan satu nyawa untuk menyelamatkan belasan nyawa lebih masuk akal?     

Jika dia memilih menyelamatkan Kitty, seluruh penghuni Red Rosemary yang berjumlah hampir dua puluh orang akan mati karena ledakan bom. Tapi jika dia memilih untuk menyelamatkan Red Rosemary, hanya satu nyawa yang melayang.. tapi perasaan bersalah karena telah membunuh sahabatnya sendiri akan menggerogotinya seumur hidupnya.     

Cathy menggelengkan kepalanya sambil menangis dengan keras. Dia tetap tidak ingin membunuh Kitty meski dia rela menanggung rasa bersalahnya.     

Cathy sudah tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Sesekali dia menyebut nama suaminya dan kakaknya secara bergiliran. Meski tahu keduanya tidak akan datang untuk menolongnya, dia masih berharap nama mereka bisa membuatnya tenang dan berpikir jernih... yang ternyata cukup berhasil.     

Tangisan Cathy mulai reda dan dengan kasar dia mengusap air matanya sendiri dan mengatur pernafasannya. Setelah itu dia mengucek kedua matanya untuk bisa melihat kesekelilingnya dengan jelas.     

Sambil mencari sesuatu untuk menolongnya entah untuk melarikan diri arau melawan, sebuah pertanyaan muncul di kepalanya.     

Mengapa orang itu menyuruhnya memilih untuk mengorbankan salah satu antara Kitty dan penghuni Red Rosemary? Jumlahnya saja sama sekali tidak adil. Ataukah orang itu sengaja?     

Dia mengerti mengapa 'iblis' itu mau melukai ketiga adiknya atau meledakkan Red Rosemary, lagipula mereka semua berhubungan langsung dengan Chloeny Paxton.     

Tapi kenapa harus Kitty? Kitty bukanlah siapa-siapa bagi keluarga Paxton. Sahabatnya juga bukan dari keluarga terpandang atau sangat kaya raya. Justru sebaliknya.. keluarganya sangat miskin bahkan berkekurangan dalam keuangan.     

Kehidupan mereka berubah menjadi lebih baik saat Kitty mendalami karirnya sebagai penyanyi. Tapi tetap saja, mereka bukanlah keluarga yang kaya. Selain mencukupi kebutuhan, mereka juga harus menyicil hutang-hutang mereka di masa lalu.     

Karena itulah, Cathy merasa terheran-heran mengapa mereka melukai Kitty sedemikian rupa bahkan ingin membunuhnya?     

"Akhirnya kau berhenti menangis."     

Sekali lagi mata Cathy berkaca-kaca saat mendengar suara lemah sahabatnya.     

"Kitty.. kau bangun.. syukurlah.. Kupikir aku tidak akan bisa melihatmu lagi." isak Cathy sembari memeluk sahabatnya dengan sangat erat.     

"Aku tidak apa-apa. Aku baik-baik saja. Sungguh." hibur Kitty dengan nada meyakinkan.     

"Apa yang sedang kau bicarakan? Coba lihat tubuhmu, aku saja yang melihatnya bisa merasakan sakit."     

Kitty tersenyum tipis menanggapinya. Kalau boleh jujur, dia memang merasakan sakit diseluruh tubuhnya. Apalagi sayatan pisau yang lebih dalam merobek bagian lutut kanannya. Untung saja sebelumnya dia sudah membalut lukanya untuk menghentikan darah keluar dengan begitu Cathy tidak perlu melihatnya.     

"Sekarang aku sudah agak terbiasa dengan lukanya. Kau ingat saat Thalia mengeroyokku di dalam gudang sekolah? Waktu itu aku juga dipenuhi dengan luka dan kau tidak menangis sehisteris itu."     

"Kau gila?! Dia memukulmu dengan tangan, sedangkan tubuhmu sekarang dipenuhi bekas luka benda tajam. Yang ini jauh lebih parah dari waktu itu!" tukas Cathy dengan emosi. "Jangan coba bilang kau baik-baik saja, Kitty karena aku tahu betul kau tidak sedang baik-baik saja. Aku...aku.. maafkan aku.. Kau terluka seperti ini gara-gara aku." lanjut Cathy kembali terisak.     

Kitty merasa tersentuh atas perhatian sahabatnya. Dia hanya bisa menghiburnya dengan memeluk Cathy yang kembali menangis. Sembari menepuk punggung Cathy dengan lembut, matanya menangkap jarum suntik yang tadi dilempar Cathy sebelumnya.     

Kitty menguraikan pelukannya, lalu bangkit berdiri dan berjalan dengan kaki terpincang akibat luka pada lututnya. Kitty membungkuk untuk mengambil sesuatu.     

Karena matanya masih dipenuhi dengan air mata, Cathy sama sekali tidak bisa melihat apa yang dilakukan Kitty dengan jelas. Setelah membersihkan air mata dari matanya, Cathy menyadari sesuatu dan segera berlari untuk mencegah tindakan Kitty yang berikutnya. Sayangnya, terlambat. Seluruh isi cairan didalam jarum suntik sudah masuk membaur ke dalam darah Kitty.     

"APA YANG SUDAH KAU LAKUKAN?!" bentak Cathy tidak percaya apa yang telah diperbuat Kitty.     

Selama sejam lebih Cathy menangisi keputusan berat yang harus dibuatnya. Tapi Kitty seenaknya saja mengambil keputusan untuknya.     

Tanpa seizinnya, Kitty telah menyuntikkan entah racun apa yang ada didalam jarum suntik pemberian sang 'iblis'.     

"Maaf Cathy. Tapi tadi aku mendengar percakapan kalian. Aku memang terlihat tidak sadarkan diri, tapi sebenarnya aku sadar sepenuhnya. Hanya saja, aku tidak bisa menggerakkan otot tubuhku karena mereka melumpuhkan sarafku untuk sementara waktu. Maaf, aku mengambil keputusan seperti ini. Tapi lebih baik aku saja yang dikorbankan daripada keluargamu. Aku juga tidak ingin kau merasa bersalah telah membunuhku, karena itu.. aku sendiri yang melakukannya." jelas Kitty dengan sedih. "Jadi, jangan pernah salahkan dirimu sendiri atas kematianku."     

Cathy menangis dengan keras mendengarnya. Kedua sahabat itu saling berpelukan dengan perasaan kesedihan yang mendalam karena mereka akan berpisah untuk selamanya.     

Apakah ini yang dirasakan ibunya? Apakah ini yang dirasakan Vincent?     

Cathy bertanya-tanya dalam hati saat membayangkan seperti apa perasaan ibunya yang nekat masuk ke dalam perangkap dan membiarkan maut menjemputnya. Apakah seperti Kitty yang menunjukkan ekspresi tenang namun sedih karena harus pergi meninggalkan dunia ini?     

Lalu bagaimana dengan Vincent yang selalu menyalahkan dirinya sendiri atas kematian Chloe? Apakah seperti dirinya yang kini tidak sanggup untuk hidup menanggung beban atas kepergian sahabatnya nanti?     

Keduanya sama-sama menangis bersama dengan sangat menyedihkan. Dan tidak ada satupun yang memperdulikan tangisan mereka. Tidak ada yang menghibur atau memberi mereka kekuatan untuk bertahan. Mereka berdua duduk sambil menangis menunggu waktu maut menjemput salah satunya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.