Utusan Alpha
Utusan Alpha
Anna dan si kembar bisa melihat sikap kakak sulung... sepupu mereka berbeda. Kali ini mereka bisa melihat Cathy bisa tersenyum atau tertawa dengan bebas, namun terkadang Cathy melamun tanpa alasan yang jelas.
Yah, selama Cathy tidak melukai dirinya dengan menggigit bibirnya, mereka bisa tenang.
Cathy mengantar kepergian ketiga adiknya setelah memberi kecupan rutin pada pipi ketiganya.
Owen, supir Cathy mengantar si kembar ke sekolah sementara Rain, supir pribadi Anna, mengantar Anna ke kampus atau kemanapun Anna pergi. Sementara Jack, supir pribadi si kembar sedang tidak enak badan dan minta izin cuti sehari.
Owen, Rain dan Jack adalah supir yang dipekerjakan Benjamin tahun lalu bersamaan kedatangan tiga mobil baru di Red Rosemary. Meski ketiganya ditempatkan sebagai supir pribadi untuk anak perempuan West, mereka tidak menetapkan mobil yang akan digunakan.
Baik Cathy dan ketiga adiknya tidak begitu pemilih soal mobil ataupun siapa yang akan jadi supirnya. Hanya saja, Owen lebih sering... tepatnya lebih suka menjadi supir Cathy, sementara Rain yang secara kebetulan lebih sering menjadi supir Anna. Secara otomatis Jack yang menjadi supir pribadi si kembar West.
Terkadang seminggu sekali Steve dan Kinsey akan datang dan mengantar atau menjemput saudari-saudari West. Tidak ada kecurigaan apapun mengenai seluruh karyawan yang bekerja di Red Rosemary. Mereka yakin.. semua yang bekerja disana sudah diselidiki dan menjalani penyelidikan ketat dari Benjamin dan seluruh anggota LS sebelumnya.
Karena itu tidak akan ada yang menduga, ada seorang mata-mata yang diam-diam memasuki kamar Cathy dan menyebarkan gas Rare Memory dengan dosis rendah. Itu menjelaskan mengapa Cathy sering memimpikan masa kecilnya.
Dosis pada gas RM kali ini tidak berbahaya namun cukup kuat untuk menggali sebuah ingatan yang terkubur dalam otak. Dan Cathy telah menghirup gas tersebut secara rutin selama enam bulan terakhir ini.
Orang ini sengaja tidak segera memberikan gas formula RM lebih awal untuk mendapatkan kepercayaan dari sang tuan rumah. Begitu sadar Catherine telah mengetahui kebenaran latar belakang Chloe, barulah orang ini memberikan Cathy gas RM.
Dan hari ini, orang tersebut mulai bertindak setelah memastikan Cathy sendirian di ruang utama Red Rosemary. Sementara Cathy sedang membaca sebuah majalah saat seseorang menghampirinya.
"Selamat sore nona Catherine."
"Sore Jack. Bagaimana keadaanmu? Apa kau sudah merasa baikan?"
"Saya sudah merasa baikan nona. Terima kasih atas perhatiannya. Sebenarnya.. tadi ada seseorang yang mengantar ini untuk nona." lanjut Jack sembari memberikan sebuah usb pada Cathy.
"Apa ini?" tanya Cathy penasaran.
"Saya juga tidak tahu."
"Baiklah, aku akan melihatnya. Terima kasih."
Jack menundukkan kepala kemudian pergi dengan senyuman miring.
Cathy bangkit berdiri hendak menuju ke kamarnya untuk melihat isi usb pada laptop miliknya. Tepat sebelum dia masuk ke dalam kamarnya, Bibi Len memanggilnya.
"Nona Cathy,"
"Ya?"
"Ada seseorang yang ingin bertemu dengan anda."
"Siapa?"
"Dia bilang namanya adalah Dorcas. Apakah anda mengenalnya?"
Dorcas? Nama itu terdengar tidak asing di telinganya, tapi dia juga merasa ini pertama kalinya dia mendengar nama itu.
"Aku akan menemuinya. Dimana dia sekarang?" lanjut Cathy setelah menyimpan usb ke dalam saku celana jeansnya.
"Dia sedang menunggu di ruang tamu depan."
Setelah mengucapkan terima kasih, Cathy berjalan melewati beberapa belokan sebelum akhirnya tiba di ruangan paling depan. Disana dia melihat seorang wanita di usia akhir empat puluhan dengan busana anggun yang tampak klasik.
Wanita itu berpenampilan sederhana tapi auranya menunjukkan wibawa tak terbantahkan. Seketika Cathy merasa segan dan ada rasa hormat tumbuh dalam dirinya saat menatap wanita paruh baya itu.
Siapa wanita itu sebenarnya? Mengapa wanita itu bisa membuatnya merasa segan dan hormat terhadapnya?
"Selamat sore Nyonya Dorcas. Saya dengar anda mencari saya. Apakah ada yang bisa saya bantu?"
Dorcas tersenyum lembut kearahnya. Cathy berani bersumpah dia bahkan bisa merasakan aura keibuan yang muncul dari senyuman wanita itu.
"Aku dengar kau tinggal di daerah sini. Karena itulah aku ingin memastikannya. Syukurlah, kau bertumbuh dengan baik. Bagaimana kabarmu? Bagaimana dengan ketiga adikmu?"
Cathy mengerjap tidak mengerti, apakah dia pernah bertemu dengan wanita ini sebelumnya? Mengapa dia tidak ingat?
Aneh sekali.. padahal Cathy sangat terkenal dengan ingatan tajamnya akan wajah seseorang. Tapi dia sama sekali tidak mengenali wanita dihadapannya.
"Apakah kita pernah bertemu sebelumnya? Bagaimana anda bisa tahu saya memiliki tiga adik?"
Dorcas memberikan Cathy sebuah foto pada Cathy. Foto itu menunjukkan wajah kedua orangtua angkatnya serta dirinya saat berusia sekitar sembilan tahun.
Tanpa sadar senyuman Cathy memgemban melihat wajah-wajah di foto tersebut. Ada Anna yang masih digendong ibunya yang sedang hamil, serta dirinya yang dipangku oleh Daniel.
Kini dia yakin, ayahnya... Daniel menyayanginya. Terlihat jelas dari sinar mata Daniel di dalam foto tersebut.
Tapi... mengapa wanita ini, Dorcas memiliki foto ini. Cathy memandang ke arah Dorcas dengan tatapan menyelidik.
"Sebenarnya anda ini siapa? Apakah mungkin anda adalah..." tadinya Cathy ingin menyebut Zero, namun menghentikan kalimatnya saat melihat wanita tersebut meletakkan jari telunjuknya ke bibirnya.
Dorcas menulis sesuatu pada kertas dan menunjukkannya pada Cathy.
'Ada mata-mata disini. Sebaiknya jangan membicarakan rahasia penting dengan keras.'
Saat membaca tulisan, Cathy merasa gelisah dan was-was. Siapa mata-mata yang dimaksud Dorcas? Dan apakah mata-mata ini akan mengancam keselamatannya? Bukan. Dia tidak mengkhawatirkan dirinya. Cathy lebih mengkhawatirkan keselamatan ketiga adiknya.
Dia tidak ingin ketiga adiknya mengalami kejadian yang sama seperti dirinya dua malam yang lalu. Cathy bahkan tidak berani membayangkan rasa takut yang akan menimpa adiknya jika mereka diculik.
"Benar. Aku adalah tetangga kalian saat kalian masih tinggal di desa Munrich."
Cathy mengernyit mendengar ini. Desa Munrich? Bukankah itu nama tempat tinggalnya dulu? Sebelum dia pindah ke Red Rosemary bersama adiknya?
Cathy memandang Dorcas dan kertas tulisan di atas meja secara bergantian. Apa mungkin Dorcas ingin membicarakan rahasia penting melalui tulisan saja, sementara mereka berbincang santai dengan suara mereka untuk mengelabui si mata-mata?
'Apakah kau adalah Zero?' Cathy menulis di kertas tersebut dan mengembalikannya pada Dorcas.
"Maaf, aku sama sekali tidak mengingat anda. Apakah anda mengenal kami dengan baik?"
'Zero memang mengutusku untuk menjaga kalian, tapi aku bukan Zero atau berasal dari timnya. Aku salah satu anggota Alpha.' jawab Dorcas di kertas.
"Aku ingat kau menangis di depan pintu rumahku dengan kaki berdarah. Waktu itu kau menginjak pecahan botol di depan pintu kamar si kembar. Mungkin kau sudah lupa."
Lupa? Bagaimana mungkin dia lupa? Mungkin dia memang tidak ingat wajah tetangganya yang baik itu. Tapi dia tidak mungkin melupakan hari itu.. hari terakhir dia melihat warna.
'Papa..' Cathy teringat dia menangis memanggil ayahnya setelah menerima tamparan keras. Cathy masih ingat dengan betul perasaannya waktu itu. Perasaan kecewa, sakit hati, bingung dan... marah.
Semakin lama dia membiarkan amarahnya terpendam dan perlahan berubah menjadi benci. Dia membenci ayahnya.. Daniel. Dia membencinya karena merasa ayahnyalah penyebab utama dia tidak bisa melihat warna lagi.
Tapi... jika apa yang dikatakan Vincent memang benar.. maka penyebab utamanya yang sebenarnya adalah dirinya sendiri. Kebencian yang bertumbuh didalamnya menguasai jiwanya dan menghalanginya untuk melihat keindahan dunia ini.
Kenyataan bahwa dia masih tidak bisa melihat warna saat ini, apakah itu berarti dia masih membenci Daniel?
'Zero memang mengutusku untuk menjaga kalian, tapi aku bukan Zero atau berasal dari timnya. Aku salah satu anggota Alpha.'
Sekali lagi Cathy membaca tulisan balasan Dorcas dengan tatapan kosong. Selama ini dia berpikir dia hidup dengan normal dan bertumbuh besar di dalam keluarga biasa. Siapa yang mengira, bahkan semenjak dia lahir ke dunia ini, seseorang telah mengawasinya, melindunginya diam-diam.
'Jika kau memang Alpha, kenapa kau diam saja saat Daniel menelantarkan kami?!'
"Aku mengingatnya. Waktu itu dengan bodohnya aku meminta bantuanmu dan memanggil polisi untuk menangkap ayahku." terdengar nada dingin dan tak bersahabat pada suara Cathy. "Aku ingat betul, kau salah satu penyebab membuat ayah kami masuk ke dalam rumah sakit jiwa."
Dorcas hanya menanggapinya dengan senyuman sedih dan menyesal.
"Apakah itu berarti kau tidak membenci ayahmu?"
"Aku membencinya. Kini aku tahu selama ini aku membencinya. Tapi bukan berarti aku akan membiarkan kebencian itu menguasaiku. Aku cukup beruntung bertemu dengan seseorang yang bisa menghilangkan kebencianku. Awalnya tidak mudah, tapi aku ingin melupakannya. Karena itu... sebaiknya anda pergi. Aku tidak ingin masa lalu membayangiku dan mengembalikan rasa kebencianku."
"Maaf. Aku tidak bisa berbuat banyak untuk membantumu."
"Anda sudah banyak membantuku. Mengobati luka kakiku, memberi susu dan menenangkan kedua adik kembarku, aku merasa terbantu. Aku tidak akan pernah melupakan jasa anda. Hanya saja.. untuk saat ini aku tidak ingin melanjutkan percakapan ini."
"Aku mengerti." jawab Dorcas sambil menyerahkan sebuah kertas lain sebelum beranjak pergi.
'Kau bisa mempercayai Owen. Dia juga salah satu Alpha.'
Tangan Cathy mencengkeram kain bajunya yang panjang saat membacanya. Cathy memandang punggung Dorcas yang pergi dengan tatapan dingin.
'Mengapa kau keluar rumah tanpa Owen atau siapapun?'
Cathy ingat pertanyaan Vincent kala itu saat mereka melarikan diri dengan mobil. Waktu itu Cathy tidak terlalu peduli, tapi kini dia bertanya-tanya bagaimana caranya Vincent bisa mengenal Owen sementara keduanya tidak pernah bertemu sebelumnya?
Terdapat banyak hal aneh sekitar Owen yang juga dihiraukannya. Berulang kali baik kebetulan atau tidak Owen menyelamatkannya dari bahaya. Entah saat dia nyaris tertimpa kejatuhan pot, hampir terjatuh dari tangga dan lain sebagainya. Sekarang semuanya masuk akal jika Owen memang adalah salah seorang Alpha.
Tapi bukankah Alpha dan Zero tidak pernah bertemu? Lalu bagaimana Vincent mengenal Owen? Dan kenapa dia merasa Owen juga mengenal Vincent?
Tiap kali Cathy merasa sedih karena rasa rindunya pada Vincent, Owen selalu menghiburnya dan mengatakan dia akan bertemu Vincent kembali.
Cathy memijat keningnya yang mulai terasa pusing dan memutuskan untuk kembali ke kamar. Tanpa sengaja tangannya merogoh ke dalam saku celananya dan mengeluarkan usbnya.
Cathy tidak sedang memiliki mood untuk mengecek isi usbnya, karena itu dia meletakkan usbnya ke atas meja riasnya sebelum berbaring ke atas ranjang.
Anehnya hatinya merasa gelisah dan tidak tenang. Dia yakin dia tidak akan bisa tidur malam ini. Pada akhirnya dia memutuskan untuk melihat isi usbnya.
Begitu masuk ke sebuah folder, Cathy melihat ada sebuah video disana. Cathy memakai earphonenya sebelum memutar video tersebut.
Jantungnya berdesir ketakutan bercampur dengan marah begitu melihat wajah yang sangat dikenalnya disana.
Katleen Morse, sahabat tersayangnya ada disana. Duduk di kursi dengan pakaian robek-robek serta luka memar di wajah dan tubuhnya. Mulutnya disumpal kain dan tubuhnya diikat dengan erat membuat Cathy mengepalkan kedua tangannya.
Kitty menangis bahkan merengek memohon belas kasihan agar dia dilepaskan. Melihat keadaan sahabatnya yang sangat menyedihkan membuat Cathy meneteskan air mata, namun masih ada kemarahan pada sinar matanya yang tajam.
Tidak lama kemudian terdengar suara tawa mengerikan dari video. Yang lebih menyebalkan, suara itu menggema seperti sudah diedit untuk disamarkan.
"Jika kau tidak ingin dia mati dengan mengenaskan, sebaiknya kau keluar hari ini tepat tengah malam. Pastikan tidak ada alat pelacak apapun yang melekat di tubuhmu. Kalau tidak, aku akan memberikannya pada para pemabuk di jalanan. Dan jangan coba-coba memberitahu siapapun mengenai ini. Orangku telah mengawasimu seharian ini dan akan mengawasimu." terdengar tawa nyaring yang sama lagi.
Begitu video telah mati, Cathy segera menutup laptopnya dengan bercucuran air mata.
"Kitty.. oh Kitty.." isaknya dengan suara seperti orang yang sedang kesakitan.