My Only Love: Aku Hanya Bisa Mencintaimu

Tanda



Tanda

1Keesokan paginya, Cathy bangun dan merenggangkan otot-otot tubuhnya... masih dengan mata terpejam. Dia teringat kejadian kemarin malam dan senyumannya melebar. Tangannya terlentang ke samping sambil mengusap-usap matras yang kosong.     

Cathy membuka matanya dan mengerjap bingung. Kemana suaminya pergi? Dia bangkit berdiri dan keluar dari kamarnya hanya untuk melihat ruangan kosong dengan tidak ada satupun disana. Dia melihat botol-botol minuman serta piring kotor masih berserakan di atas meja makan. Kemudian dia mendengar seseorang mendengkur yang ternyata salah seorang yang baru dikenalnya kemarin sedang tertidur dengan pose yang tidak beraturan di lantai. Kalau tidak salah ingat namanya adalah Ronald?     

Tubuhnya pasti akan kesakitan begitu bangun nanti. Pikir Cathy.     

Cathy mengintip ke beberapa tempat dan tidak menemukan tanda-tanda pergerakan manusia. Sepertinya belum ada yang bangun di jam... Jam berapa sekarang? Cathy melirik ke arah jam dinding yang ternyata masih menunjukkan jam lima pagi.     

Akhirnya Cathy memutuskan kembali ke kamarnya untuk mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. Tepat saat dia menekan layar untuk menelpon orang yang dicarinya, Cathy mendengar suara air dari kamar mandi. Barulah dia mengerti orang yang dicarinya sedang mandi.     

Cathy kembali duduk di ranjang menyelimuti kakinya dengan selimut, entah kenapa tiba-tiba saja dia merasa kedinginan. Kemudian dia bermain game di smartphone barunya sambil menunggu.     

Entah berapa lama dia menunggu hingga pintu kamar mandi terbuka. Cathy segera menghentikan gamenya untuk menyapa orang yang baru keluar dari kamar mandi.     

Namun ucapannya tidak jadi dikeluarkan saat melihat otot-otot kekar serta enam kotak pada perut suaminya. Vincent membalikkan tubuhnya hanya membuat Cathy bisa melihat dengan jelas punggung suaminya yang lebar dan kokoh. Vincent tampak terlihat seksi dan menggiurkan sehabis mandi membuatnya menelan ludah dengan gugup.     

Untungnya pria itu tidak melihatnya karena Vincent sedang sibuk mengelap rambutnya yang basah dengan handuk. Sebagian besar wajah Vincent tertutup oleh handuk sehingga dia tidak akan menyadari bahwa Cathy telah bangun dan tengah memandanginya. Vincent sedang bertelanjang dada dan hanya berbalutkan sebuah handuk untuk menutupi bagian bawahnya membuat Cathy tidak bisa memalingkan pandangannya.     

Pandangan Cathy seakan tertarik seperti magnet dan mengikuti tiap gerak-gerik tubuh maskulin dihadapannya.     

Kini pria itu memunggunginya masih mengelap rambutnya dengan sebelah tangan sementara tangan lain mengecek ponselnya. Tiba-tiba tangan pria itu berhenti dan berbicara tanpa membalikkan tubuhnya.     

"Apa kau sudah puas memandangiku?"     

Cathy terkesiap mendengarnya dan langsung berbaring berpura-pura tidur. Dia yakin Vincent belum melihatnya bangun karena itu dia hanya bisa berpura-pura kembali tidur dan tidak lupa menyembunyikan seluruh kepalanya dibawah selimut tebal.     

"Aku tahu kau sama sekali tidak tidur, Cath." ucap pria itu dengan nada menggoda.     

Cathy mendecak dalam hati, sepertinya dia tidak bisa kabur lagi. Kenapa pula pria itu memanggil dengan nama panggilannya yang baru dengan suara menggoda?     

"A..aku tidak melihatmu. Kau salah sangka." jantung Cathy berdesir semakin kencang mendengar tawa kecil suami super jahilnya itu.     

"Sepertinya kau sudah lupa aku ini siapa?"     

Tanpa sadar Cathy memejamkan matanya dan mencengkeram selimut untuk tetap menyembunyikan wajahnya begitu mendengar suara suaminya semakin dekat.     

"Tanpa melihat, aku tetap bisa merasakan seseorang mengawasiku Cath."     

Seakan jantung Cathy berhenti saat ranjang bergoyang menandakan seseorang telah duduk disebelahnya.     

"Cath, Cathy sayang," orang tersebut mencoba membujuknya untuk membuka selimutnya, "Kau tidak ingin melihatku lagi? Hm?" nadanya semakin menggodanya.     

Sekali lagi Cathy mendecak kesal. Kenapa orang ini tidak pernah berhenti menggodanya? Sudah setahun mereka tidak bertemu, level kejahilan orang ini meningkat dengan drastis.     

"Aku memang tidak melihatmu. Pergi sana!" ucap Cathy dengan nada merajuk.     

"Kau yakin ingin aku pergi?" kemudian Vincent mengambil tangan Cathy dari dalam selimut dan membawanya mendekat ke arahnya. "Kau tidak ingin menyentuhku dulu?"     

Aaaaa!!!! Jerit Cathy dalam hati. Dia bisa gila kalau orang ini tidak berhenti menggodanya. Entah karena penasaran atau dia tidak kuat menarik tangannya, Cathy membiarkan tangannya dituntun suaminya menyentuh tubuhnya. Jantungnya berdetak semakin kencang saat dia merasakan tangannya sudah menyentuh sesuatu dan bisa merasakan detak jantung pria itu. Rupanya ritme jantung Vincent tidak kalah cepat dengan miliknya.     

Cathy merasa dirinya sudah gila karena berusaha menggerakan jemarinya untuk merasakan otot pada tubuh pria itu. Hah? Tunggu dulu, ada yang aneh. Kenapa rasanya dia seperti menyentuh sebuah kain? Cathy segera membuka selimutnya yang menutupi wajahnya dan terkejut.. ternyata suaminya yang super duper jahil itu sudah memakai pakaian lengkap dan kini menatapnya dengan tatapan menggoda dan jahil... sangat ciri khas suaminya.     

"VINCENT!! Kau menyebalkan!" gerutu Cathy berusaha menarik tangannya sendiri membuat Vincent tersenyum geli.     

Lalu kedua telapak tangan Vincent ditumpukan ke ranjang memerangkap kepala Cathy membuat jantung Cathy berdesir cepat sekali lagi. Tanpa peringatan Vincent mengecup singkat keningnya disusul kecupan lain pada pipi kanan dan kiri membuat wajah Cathy semakin merah seperti kepiting rebus.     

Vincent tidak bisa mengalihkan pandangannya dan terpesona melihat kecantikan wanita yang dicintainya meningkat drastis dengan wajah merona. Vincent mendekatkan wajahnya kembali ke wajah Cathy secara perlahan sementara Cathy memejamkan kedua matanya menantikan sesuatu.     

Melihat mata Cathy sudah terpejam duluan, Vincent mengulas senyumannya dan mendekatkan wajahnya ke arah wajah wanita yang sangat dicintainya. Cathy bahkan mulai bisa merasakan hembusan nafas pria diatasnya. Jantungnya semakin liar dan tidak sabar menunggu sesuatu terjadi.     

Padahal mereka sudah berciuman berulang kali kemarin malam, tapi jantung Cathy masih berdetak kencang seolah ini adalah ciuman pertamanya dengan suaminya.     

Saat kedua bibir mereka hampir bertemu, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Dan suara Barneys terdengar di telinga Vincent membuatnya menghentikan niatnya untuk mencium Cathy.     

"Ketua, apakah kau tahu..." Barneys langsung menghentikan kalimatnya saat melihat posisi mesra sepasang pengantin baru.     

Dengan gugup Barneys membalikkan badan sambil menelan ludah.     

"Ah, maaf.. Aku lupa kalau kau sudah menikah, tapi bukan berarti aku bersalah kalau pintunya tiba-tiba bisa dibuka. Seharusnya kau mengunci pintunya kemarin malam." Barneys berusaha menjelaskan untuk meredakan rasa jengkel sang ketua.     

"Aku yakin aku sudah menguncinya kemarin malam."     

Sekali lagi Barneys menelan ludah dengan gugup mendengar nada dingin sang ketua.     

"Uhm.. kurasa aku yang lupa menguncinya."     

Vincent menatap Cathy dengan bingung.     

"Tadi aku mencarimu di lantai dasar. Kurasa, aku lupa menguncinya saat aku kembali tadi." lanjut Cathy.     

"Nah, berarti bukan salahku kan boss?" ujar Barneys dengan ceria.     

"Sampai kapan kau akan berdiri disana?"     

"Ah, maaf maaf. Silahkan dilanjutkan lagi." tangan Barneys berusaha menggapai pegangan pintu tanpa menoleh ke belakang, kemudian segera berlari begitu pintu tertutup rapat.     

Vincent menggelengkan kepalanya pasrah melihat tingkah anggota timnya yang usianya baru memasuki dua puluh tahun. Sementara Cathy hanya tersenyum geli melihat ekspresi Vincent yang belum pernah dilihatnya.     

"Sepertinya dia benar-benar mengagumimu."     

Vincent mengecup bibirnya tanpa peringatan. "Bagaimana denganmu? Apa kau juga mengagumiku?"     

"Dasar menyebalkan!" rajuk Cathy membuat Vincent tertawa kembali. Kemudian wajahnya kembali mendekat untuk sekali lagi mencium istrinya.     

Tampaknya bibir istrinya sudah menjadi candu baginya. Sayangnya.. tepat saat kedua bibir hampir bersentuhan, terdengar ketukan keras sebanyak tiga kali. Vincent menjatuhkan kepalanya ke sebelah kepala Cathy saat mendengar suara pengganggu yang sama. Melihat tingkah suaminya, Cathy tersenyum geli.     

"Ketua, tadi aku mau bilang.. mereka datang untuk menjemputnya. Apa kau tahu mereka datang pagi-pagi sekali membuat kita semua kaget? Apakah kita akan mengantar Catherine diam-diam atau bilang pada mereka kita yang akan mengantarnya? Atau kita biarkan mereka mengambil Catherine?"     

Vincent mendecak menyadari Barneys lebih cerewet daripada biasanya. Sementara itu, Cathy mengernyit tidak mengerti mendengar ini. Siapa yang datang? Siapa yang dijemput mereka? Apakah dia akan berpisah lagi dengan Vincent?     

"Vincent, apakah mereka datang menjemputku? Apakah itu berarti aku harus berpisah denganmu lagi? Aku tidak..." kalimatnya terhenti saat merasakan sesuatu di lehernya. "Vin..Vincent!"     

Vincent mencium lehernya sambil menggigit kecil dan menghisapnya sesekali membuat Cathy melupakan apapun yang ingin ditanyakan. Cathy malah mendesah nikmat atas perbuatan suaminya dan pikirannya terpusat pada lidah suaminya yang kini menjilat lembut lehernya.     

Nafas Cathy tersengal-sengal saat kepala Vincent terangkat untuk memandang istri tercintanya.     

"Sepertinya aku tidak akan bosan melihatmu seperti ini. Membuatku lapar dan ingin memakanmu."     

"I.. itu.. Apa yang sedang kau bicarakan?"     

Vincent tertawa kecil melihat wajah istrinya merona dengan sangat cantik. Kemudian mengecup lembut kening istrinya sebelum berkata.     

"Ini yang terakhir kalinya. Setelah ini, kita tidak akan berpisah."     

Ekspresi Cathy berubah menjadi mendung karena tidak suka dengan kalimat Vincent.     

"Aku janji kita akan bertemu lagi sebelum 'tanda' ini menghilang."     

"Tanda apa?" Cathy mengernyit tidak mengerti tanda yang dimaksudkan suaminya.     

Vincent menjawabnya hanya dengan senyuman misterius yang tidak bisa dimengerti Cathy.     

"Ayo. Kakakmu sudah menunggumu."     

Mendengar ini, mata Cathy membelalak lebar. Kinsey ada disini? Itu berarti, 'mereka' yang dimaksud oleh Barneys adalah tim S yang diketuai Kinsey?     

Bagaimana caranya dia memberitahu kakaknya kalau sekarang dia sudah menikah?     

Vincent dan Cathy berjalan bergandengan tangan menuju ke dermaga. Dari jauh mereka melihat Kinsey yang kini memasang ekspresi dingin dan menakutkan. Terlebih lagi saat memandang dua tangan mereka yang saling mengait satu sama lain. Cathy menelan ludah menyadari dia tidak memiliki keberanian untuk mendekati kakaknya.     

"Aku tidak tahu harus bagaimana memberitahunya tentang pernikahan kita."     

"Kau tidak perlu memberitahunya sekarang. Biar aku nanti yang memberitahunya."     

Cathy merasa lega dan terhibur mendengarnya. Setelah melepaskan genggamannya, Vincent membiarkan Cathy berjalan menghampiri Kinsey. Vincent tahu jika dia mendekat ke arah Kinsey sekarang, sang kakak pasti akan menghajarnya. Mau tidak mau pertengkaran mereka akan melibatkan Cathy, dan dia sama sekali tidak menginginkannya. Karena itu untuk sementara waktu Vincent menjaga jarak lebih dulu.     

Memang benar dugaan Vincent. Jika seandainya Vincent tetap bersikeras berjalan disisi Cathy menghampirinya, Kinsey sudah pasti melayangkan tinjunya ke arah wajahnya tanpa ragu. Dalam hati, Kinsey tersenyum puas merasa Vincent takut padanya dan menghindarinya.     

Sayangnya, angin berhembus kencang membuat rambut Cathy terbang dan lehernya terekspos. Sekali lagi mata Kinsey terbakar emosi api meluap-luap saat melihat sebuah 'tanda' pada leher Cathy! Kedua tangannya mengepal dengan erat menahan diri untuk tidak berjalan dan membunuh Vincent langsung.     

Berani sekali dia! Berani sekali pria licik itu memberikan tanda kepemilikan pada adiknya!!     

"Kakak?"     

Melihat tatapan khawatir sekaligus bingung pada mata adiknya, Kinsey melonggarkan kepalan tangannya. Dia sadar, dia sudah kehilangan kesempatan untuk menjadi seorang kakak. Adiknya... adiknya telah menjadi milik pria lain. Dengan mudahnya seorang pria yang dibencinya merebut adiknya.     

Kinsey berbalik dan berjalan memasuki kapal besar membuat Cathy semakin kebingungan. Akhirnya Cathy mengikuti langkah kakaknya dan naik ke kapal besar milik tim S.     

Sebelum kapal mereka berangkat, Cathy memandang ke arah Vincent yang masih berdiri di tempatnya. Mereka saling melambaikan tangan dan memandang rindu antara satu sama lain.     

Vincent menatap kepergian kapal yang dinaiki Cathy sambil mendesah pasrah. Dia masih memandang kapal tersebut yang semakin jauh saat Ronald menghampirinya.     

"Ada seseorang yang ingin bertemu denganmu. Dia bilang dia mengenal Zero pertama."     

Vincent hanya menanggapinya dengan mengambil napas panjang sambil menatap kapal yang semakin kecil dipandangannya.     

~~~~~♡♡♡~~~~~     

Gimana gimana.. kelanjutan teaser dari bab 77? Ga nyangka malah teasernya muncul pas di bab 100.     

Sbnrnya ga ada niatan mau bikin cerita hingga bab 100+, tpi sdh trlnjur suka ma karakter Vincent Cathy jadi kebablasan     

Siapa ya yg dtg menemui Vincent?     

Happy reading!     

PS : mulai besok mungkin ga bisa up rutin ya. Minggu depan saya baru kembali ke Indo, baru bisa up rutin. Jadi saya pikir, menjelang minggu terakhir liburan, saya mau menikmati sepuas2nya dulu. Harap maklum ya     

Love you all :face_blowing_a_kiss::face_blowing_a_kiss::face_blowing_a_kiss:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.