Pernikahan \'Sederhana\'
Pernikahan \'Sederhana\'
Tadinya dia berpikir pernikahan mereka diadakan secara sederhana, karena mengingat waktu mereka tidak tepat dan mendadak, Cathy tidak mengomel. Selama dia bisa mengikat dirinya dengan Vincent melalui pernikahan, dia tidak keberatan.
Cathy tidak perlu membayangkan ritual pernikahannya karena pasti sederhana dan dia tidak mengharapkan apa-apa. Benar. Pasti sederhana saja. Seharusnya begitu. Tapi apa yang dilihatnya saat ini sama sekali bukan sederhana.
Beberapa jam lalu, Sophia dan Lindsey sibuk mendadaninya dengan make up dan membantunya memakaikan gaun putih yang sangat cantik. Cathy bertanya-tanya dari mana mereka mendapatkan gaun pengantin dalam waktu dekat?
Setelah selesai berdandan, Cathy ingin keluar dari kamar untuk bertemu dengan Vincent. Meskipun dia merasa aman dan teman-teman Vincent memperlakukannya dengan hangat, Cathy tetap merasa lebih nyaman jika melihat Vincent didekatnya.
Sayangnya, kedua wanita ini tidak membiarkannya keluar kamar. Mereka mengajaknya mengobrol ringan dan berusaha membuatnya untuk tetap tinggal didalam kamar.
Meski Cathy lumayan menikmati obrolan mereka, Cathy tetap ingin keluar dari kamarnya. Dia merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh kedua wanita itu. Namun karena Vincent meninggalkannya bersama dengan kedua wanita yang baru dikenalnya, Cathy hanya pasrah dan bersabar menunggu.
Dan kini dia mengerti mengapa dia dilarang keluar dari kamarnya. Begitu pintu kamar terbuka, Cathy melihat penyangga vas bunga di dua sisinya dengan kain putih yang tersambung ke penyangga lainnya. Puluhan penyangga berjejer membentuk sebuah jalan yang harus dilewati Cathy karena kain yang terpasang di tiap-tiap penyangga menghalanginya untuk menyimpang dari jalur.
Cathy menoleh ke arah Sophia dan Lindsey dengan bingung.
"Ini untukmu." Sophia memberikan sebuah album mini kosong pada Cathy. Album tersebut terdapat hiasan pita cantik di kover depan.
"Ikuti jalan ini sampai akhir. Selamat berpetualang." sambung Lindsey dengan penuh arti.
Cathy berjalan mengikuti jalur yang dibuat hingga menuruni tangga. Di lantai dasar dia melihat sebuah meja hitam bundar. Di atasnya terdapat sebuah foto. Foto seorang anak laki dan batita perempuan. Cathy tersenyum mengenali foto tersebut.
Rupanya itu adalah foto Vincent saat masih berusia tujuh tahun serta Cathy yang masih berusia dua puluh bulan. Di samping foto tersebut terdapat setangkai bunga dengan bertuliskan Mawar Merah.
Cathy tersenyum membaca tulisan itu. Mungkinkah Vincent sengaja menuliskannya agar dia tahu warna bunga itu? Setidaknya dia bisa membayangkan warna merah dari bunga yang kini digenggamnya.
Cathy mengambil lembar foto ukuran 4R tersebut dan kini bertanya-tanya. Apakah mungkin buku album yang diberikan Sophia tadi untuk menyimpan foto? Apakah mungkin dia akan menemui lembaran foto-foto lainnya?
Setelah memasukkan foto tersebut ke dalam album foto, Cathy melanjutkan jalan. Kali ini dia diarahkan ke sebuah ruangan.
Rungan itu ditata sedemikian rupa seperti saat berpiknik. Ada karpet dengan bulu seperti rerumputan dan kain alas serta beberapa bekal roti diatasnya. Terdapat juga beberapa pot tanaman menyebar di seluruh ruangan.
Cathy mengambil sebuah potongan sandwich dan mencicipinya. Senyumnya melebar menikmati rotinya. Kemudian matanya menangkap lima foto lainnya. Tiga diantaranya adalah fotonya bersama ketiga adiknya sementara sisanya fotonya dengan Vincent saat mereka berkencan di taman.
Satu per satu Cathy memasukkan kelima foto tersebut kedalam albumnya. Kemudian dia menemukan lima tangkai bunga mawar dan mengambilnya menjadikannya satu bersama bunga sebelumnya. Lalu Cathy melanjutkan 'petualangnya' mengikuti jalur yang telah ditetapkan.
Cathy mengikuti jalur tersebut hingga menuju keluar rumah dan takjub akan apa yang dilihatnya.
Tadi pagi saat Vincent mengajaknya keluar rumah, mereka keluar melalui pintu belakang. Kini dia diarahkan keluar melalui pintu depan. Dia melihat jalan setapak dibawahnya dipenuhi dengan kelopak bunga. Di sebelah sisinya ada batu-batuan kecil disertai disusul dengan kolam kecil berisi air jernih. Sisi lainnya terdapat tanaman hias yang merambat memenuhi dinding.
Cathy tidak bisa melihat warna, namun indera penciuman dan sentuhannya lebih sensitif daripada biasanya. Angin masih berhembus dengan keras, namun dengan bantuan terop tak jauh dari sana, dia tidak perlu mengkhawatirkan angin akan menerpa menghancurkan dandanan rambutnya. Suasana disekitarnya membuatnya berada di tengah alam yang sejuk dan segar.
Sungguh.. Cathy bertanya-tanya, bagaimana mungkin ada tempat seperti ini? Bagaimana mungkin dia tidak pernah mengunjungi tempat seindah ini sebelumnya?
Cathy kembali berjalan mengikuti jalurnya dan tiba di sebuah bangunan dengan bentuk unik. Bangunan tersebut tampak seperti sebuah silinder dari depan. Cathy memasukinya dengan tatapan takjub dan terkejut melihat disekeliling ruangan depan dipenuhi foto dirinya bersama teman-temannya di pulau Pina.
Ada juga foto dirinya bersama Vincent saat mereka 'berkencan' setiap hari di awal pertemuan mereka setelah kembali dari Pina. Secara iseng Cathy mencoba mencabut salah satu foto yang tertempel di kaca. Cathy tersenyum puas ternyata dia bisa mengambilnya dan menyimpannya di album fotonya.
Rupanya foto tersebut ditempel dengan lem yang mudah dilepas tanpa meninggalkan bekas. Setelah menyimpan semua foto disana, Cathy berjalan dan melihat sejumlah bunga mawar yang diyakini bewarna merah.
Cathy menyadari bunga mawar yang dipegangnya telah berubah menjadi buket bunga berukuran sedang. Dia mulai bertanya-tanya apakah ini akan menjadi buket bunga mempelai wanita?
Cathy berjalan lagi menuju ke ruang utama yang lebih luas dari ruang depan. Disana ada seseorang yang memainkan upright piano dengan lagu yang indah. Ada juga pemain biola yang memainkan melodi yang seharmoni dengan iringan piano.
Seluruh ruangan dihiasi beberapa tanaman serta beberapa foto dirinya. Bukan. Setelah diamati baik-baik, itu bukan dirinya. Tapi Chloeny, ibu kandungnya.
Melihat ini mata Cathy berkaca-kaca. Semenjak dia mengetahui siapa ibu kandungnya, dia hanya melihat foto ibunya dua kali. Pertama dari Kinsey, yang kedua foto yang terpajang di dinding Eastern Wallace.
Cathy memang ingin melihat foto ibunya, namun dia tidak suka melihat sisi buruk ibunya tiap kali melihat foto-foto di Eastern Wallace. Aura yang dipancarkan ibunya di foto sangat mengintimidasi dan terlihat angkuh. Cathy tidak begitu menyukainya, karenanya dia tidak pernah mau kembali mengunjungi Eastern Wallace.
Namun foto-foto di ruangan luas saat ini dipenuhi dengan senyuman dan tawa gembira dari ibu kandungnya.
Cathy melihat ibunya yang sedang bermain pasir di pantai, atau saat memeluk dua anak laki-laki sambil berjongkok dan juga saat melempar roti ke arah burung-burung yang terbang disekitarnya.
Semua foto tersebut menunjukkan sisi hangat seorang Chloeny Paxton. Cathy menikmati foto satu per satu dengan aliran mata terharu sebelum memasukkannya ke dalam album fotonya. Album ini akan menjadi harta berharganya seumur hidupnya. Dia akan menyimpannya dan menjaganya baik-baik.
Vincent oh Vincent... berapa banyak lagi kebahagiaan yang akan kau berikan padaku? Aku semakin merasa tidak layak bersamamu karena tidak bisa memberimu apapun selain perasaanku. Rajuk Cathy dalam hati.
Setelah menghapus air matanya dengan berhati-hati agar tidak merusak make upnya, Cathy mengambil sejumlah mawar merah yang lain dan menjadikannya satu dengan bunga yang diggenggamnya. Cathy merasa agak kesulitan membawa buketnya karena mulai tidak cukup di tangannya, belum lagi dia harus membawa album fotonya. Namun dia masih bisa menggenggam 'buket' bunganya tanpa jatuh.
Cathy melanjutkan langkahnya sebelum berhenti saat ada dua anak kecil imut berdiri di depan anak tangga dengan senyuman khas anak-anak.
Kedua anak itu membawa sebuah keranjang cantik berisi kelopak bunga. Mereka bertiga menaiki tangga beralaskan karpet sementara dua anak itu melempar kelopak bunga ke udara.
Begitu tiba di lantai dua, Cathy melihat seorang pria berdiri dihadapannya dengan senyuman lebar. Vincent memakai setelan jas bewarna putih sambil memegang bunga mawar merah dengan pin kecil.
"Maukah kau memasang bunga ini di bajuku?" tanya Vincent.
Tentu saja Cathy melakukannya dengan senang hati. Dia membiarkan Vincent mengambil alih 'buket' mawar merah miliknya kemudian memasang pin mawar merah ke jas putih Vincent. Album berharganya telah diberikan pada Frank oleh Vincent.
"Aku akan memberikannya padamu setelah prosesi kita selesai." jelas Vincent saat melihat Cathy tidak ingin terlepas dari album mininya.
Setelah itu Vincent memberikannya kembali 'buket' miliknya pada Cathy. Mata Cathy memandang buket tersebut dengan tatapan bingung. Darimana kain pita yang mengikat buketnya sekarang? Cathy mengalihkan pandangannya ke arah Vincent yang menatapnya dengan senang.
Ah, rupanya Vincent telah mengikatnya dengan kain membentuk sebuah pita. Akan menjadikannya lebih mudah membawa buket bunga mawar merah miliknya. Kini dia benar-benar memiliki buket bunga yang dipegang seorang pengantin perempuan.
Kemudian, keduanya berjalan memasuki aula untuk menyelesaikan upacara pernikahan mereka. Ada dua saksi pernikahan serta seorang pendeta yang sudah siap memberkati pernikahan mereka.
Setelah beberapa doa dan nasehat untuk kedua mempelai diucapkan, sang pendeta bertanya pada kedua mempelai secara bergiliran.
"Vincentius Regnz, bersediakah kau mengambil Catherine Alvianc menjadi istrimu, mengasihinya, menjaganya serta memeliharanya baik sehat atau sakit selama kalian berdua hidup?"
"Ya saya bersedia." jawab Vincent dengan yakin.
"Catherine Alvianc, bersediakah kau mengambil Vincentius Regnz menjadi suamimu, mengasihinya, menjaganya serta memeliharanya baik sehat atau sakit selama kalian berdua hidup?"
"Ya saya bersedia."
Lalu sang pendeta menyuruh kedua mempelai saling berhadapan. Sang pendeta meminta Vincent untuk menggenggam tangan Cathy dan mengucapkan janji pernikahan mereka.
"Catherine Alvianc, aku mengambil engkau menjadi istriku, untuk saling memiliki dan menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya, pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita."
"Vincentius Regnz, aku mengambil engkau menjadi suamiku, untuk saling memiliki dan menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya, pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita."
Terdengar suara tepuk tangan dari para tamu begitu keduanya selesai mengucapkan janji nikah mereka. Tepuk tangan mereka lebih heboh lagi saat kedua mempelai saling bertukar cincin.
"Dengan demikian, demi nama Tuhan Yesus Kristus saya sebagai hamba Tuhan menyatakan di hadapan Tuhan dan jemaatnya bahwa saudara Vincentius Regnz dan saudari Catherine Alvianc resmi dan sah sebagai suami istri dihadapan Tuhan."
Sekali lagi suara sorakan tepuk tangan terdengar. Semua orang yang hadir turut bahagia untuk kedua mempelai. Khususnya teman-teman serta anggota tim Vincent. Mereka tahu betul bagaimana kondisi Vincent sebelum bertemu dengan Cathy, setelah bertemu dengan Cathy dan saat berpisah dengan Cathy.
Semua perubahan Vincent serta energi untuk memberi Vincent motivasi bertahan hidup, semuanya berpusat pada Catherine. Karena itulah mereka semua sangat bahagia untuk teman baik mereka.
Tidak lama kemudian, sang pendeta mempersilakan mempelai pria mencium mempelai wanita.
Vincent menundukkan wajahnya dan mendekat ke arah Cathy. Kedekatan mereka membuat jantung keduanya berdegup dengan kencang. Tanpa ragu lagi, akhirnya Vincent menempelkan bibirnya tepat ke bibir Cathy.. untuk pertama kalinya. Terdengar suara sorakan dari teman-temannya serta tetangga mereka.
Vincent segera menjauhkan wajahnya dan tersenyum licik saat melihat tatapan Cathy kecewa. Dengan satu gerakkan, Vincent menarik pinggang Cathy merapat ke tubuhnya dengan sebelah tangan; sementara tangan lainnya mendorong tengkuk Cathy mendekat ke wajahnya.
Sekali lagi bibir mereka bertemu, hanya saja kali ini ciuman mereka lebih dalam daripada sebelumnya. Seolah sedang menikmati buah stroberi segar, Vincent melumat bibir Cathy dengan rakus.
Jantung Cathy berdesir dengan sangat cepat. Bahkan dia yakin jantungnya tidak pernah berdetak sekencang ini sebelumnya. Meski begitu, Cathy membiarkan Vincent memimpin ciuman mereka dan keduanya sama sekali tidak peduli suara sorakan yang semakin ramai di belakang mereka.
Sorakan kali ini yang paling bertahan lama bahkan ada suara siulan terdengar dari anggota timnya.
Vincent tersenyum ditengah ciumannya dan sinar matanya menunjukkan kejahilannya yang khas saat Cathy memandangnya dengan pipi merona.
"Dasar jahil." rajuk Cathy sambil memanyunkan bibirnya membuat Vincent tertawa geli sebelum sekali lagi menikmati bibir manis Cathy.
~~~~~♡♡♡~~~~~~
Maaf belum sempat revisi juga. Semoga kalian tetap suka :grinning_face_with_smiling_eyes::grinning_face_with_smiling_eyes::grinning_face_with_smiling_eyes:
PS : Saya masih single lo, n belum prnh ciuman (nanti ciuman pertama tunggu nikah aja, sma kayak Cathy :face_savoring_food::face_savoring_food::face_savoring_food:). Tapi saya suka baca novel2 yg romantis n saya trinspirasi cara ciuman dari sana. Semoga ga canggung n kalian suka.