My Only Love: Aku Hanya Bisa Mencintaimu

Penyesalan



Penyesalan

0Saat Vincent berusia tiga belas tahun dia menjalani pelatihan berat dari Lest selama setahun. Tiap kali keluarganya menanyakan kepulangannya yang sering larut malam, dia selalu berbohong membuatnya tidak bisa hidup dengan tenang.     

Vincent telah dididik oleh kedua orangtuanya untuk tidak berbohong, dan dia selalu berbohong tiap kali ditanyai mengenai aktivitasnya di malam hari.     

Pada bulan-bulan pertama Vincent merasa bersalah pada orangtuanya karena telah berbohong, namun dia memiliki ketekatan yang kuat untuk membantu Chloe. Vincent semakin ahli berbohong dan bersandiwara dihadapan orangtuanya dan dia menyadari perubahannya. Sesungguhnya Vincent sama sekali tidak menyukai perubahannya yang bisa begitu ahli membohongi keluarganya. Dia juga tidak bangga pada dirinya yang semakin pintar bersandiwara.     

Vincent telah ditetapkan menjadi sebagai kandidat penerus Lest, karena itu Vincent sering ikut bergabung saat Chloe mengadakan rapat bersama ketiga ketua tim inti. Melalui proses rapat dan pengambilan keputusan yang dibuat Chloe, Vincent mulai mengenal sifat karakter Chloe yang sebenarnya.     

Tidak sedikit Vincent menentang keputusan Chloe karena tidak setuju dengan keputusan akhir yang dibuat Chloe. Seperti saat Leonard berusaha meracuninya tahun lalu, Chloe ingin membalasnya dengan meracuni Martin dengan racun yang lebih berbahaya.     

LS memiliki sebuah tim yang bergerak di bidang ramuan. Akhir-akhir ini mereka telah selesai menciptakan sebuah racun berbahaya. Racun itu tidak bewarna, tidak berbau ataupun memiliki rasa khusus. Tidak akan ada yang tahu bahwa mereka sedang mengkonsumsi racun buatan LS. Efek racun tersebut adalah menyebabkan seseorang langsung meninggal akibat serangan jantung. Dan para ahli bedah forensik tidak akan menemukan racun apapun pada tubuhnya dan akan menganggapnya dia mati karena gagal jantung.     

Rencana balas dendam yang sempurna dan kejam. Untungnya Vincent berhasil membujuk Chloe agar tidak terjadi pertumpahan darah diantara keluarga Paxton. Meski dia dilatih ilmu bela diri untuk melindungi ataupun membunuh, Vincent tidak pernah ingin mengotori tangannya dengan darah.     

Lalu suatu malam, dia mendapat kiriman sebuah video. Didalamnya berisi seorang wanita tua bertubuh kurus seperti tulang sedang berbaring di rumah sakit. Meski tampak berbeda, dia mengenali wajah wanita itu. Wanita itu adalah kakak perempuan ibunya sekaligus ibu kandung Benjamin.     

Vincent teringat tadi siang dia bertemu dengan Benjamin yang baru saja kembali dari luar negeri untuk menikmati liburan musim panas. Benjamin sempat mencurahkan isi hatinya karena merindukan ibu kandungnya. Benjamin bahkan memberitahunya dia sama sekali tidak tahu keberadaan Evelyn atau kabar wanita itu.     

Kini dia mendapat kiriman video mengenai Evelyn?! Siapa yang mengirimnya video?     

"Apa kau tahu siapa yang membuat ibumu seperti ini?" sebuah suara terdengar yang diduga adalah orang yang sedang merekam. "Kakakmu mengusir ibumu keluar dari Eastern Wallace dan sengaja menelantarkannya di jalanan. Kau tahu alasannya?"     

Tadinya Vincent bertanya-tanya mengapa orang ini menyebut Evelyn sebagai ibunya dan mengapa orang ini menuduh Vanessa mengusirnya dari Eastern Wallace. Lalu dia sadar, orang ini mengira dirinya adalah Benjamin.     

"Itu karena kau bukan anak kandung Davone Paxton. Chloeny mengancam ibumu menggunakan kenyataan ini dan mengusirnya. Bukankah kakakmu sangat kejam?"     

Vincent mencengkeram ponselnya dengan erat dan segera menghambur keluar menuju ke Eastern Wallace.     

"Apa maksud dari video ini?" Vincent menunjukkan video tepat dihadapan wajah Chloe. Semula Chloe merasa bingung dengan video yang diputar kemudian ekspresinya berubah menjadi datar dan keras.     

"Siapa yang mengirimmu video ini?"     

"Kau lebih memperdulikan pengirimnya daripada apa yang sudah kau lakukan?"     

"Memangnya apa yang sudah kulakukan?"     

"Kau masih bertanya padaku!?" nada suara Vincent mulai meninggi. "Apa kau sadar telah membuat Benjamin tidak akan bisa bertemu dengan ibunya lagi? Apa kau tidak merasa bersalah sedikitpun? Apa kau sudah tidak peduli pada Benjie lagi?"     

Chloe menghela napas, "Vincent, kita lanjutkan ini besok saja. Aku sudah lelah dan ingin istirahat."     

"Baik, kalau begitu aku akan menghubungi Benjie dan memberitahunya apa yang sudah kau lakukan pada ibunya." Vincent segera mencari nama sepupunya di ponselnya yang ternyata tidak bisa ditemukan. Dia justru tidak mengenal sebagian besar nama diponselnya.     

"Vincent, dengan memberitahu Benjie tidak akan menyelesaikan masalah. Lagipula dia masih di luar negeri, jangan menganggunya dengan hal tidak penting."     

"TIDAK PENTING!? Evelyn adalah ibu kandung Benjie, Evelyn adalah kakak dari ibuku; beliau adalah TANTEKU! Dan kau mengatakan kehidupannya TIDAK PENTING!!??" untuk pertama kalinya Vincent lepas kendali.     

"Vincent, bukan itu maksudku. Lebih baik kita bicarakan besok."     

"Apa kau tahu, tadi pagi Benjie sudah pulang dan kini tinggal di salah satu rumah Evelyn? Aku akan memberitahunya." kemudian Vincent segera keluar dari ruangan itu tanpa memperdulikan Chloe yang terus memanggil namanya.     

Dia mengayunkan sepedanya menuju ke rumah Benjamin dengan sangat cepat. Di tengah perjalananan dia bertanya-tanya, apakah keputusannya memberitahu Benjamin adalah hal yang baik? Tidak hanya Benjamin menjadi benci pada Chloe, tapi sepupunya mungkin akan ikut campur tangan dalam kondisi rumit Paxton.     

Karena sedang melamun, Vincent tidak menyadari didepannya ada sebuah tiang yang akan ditabraknya kalau dia tidak menghindar. Dan benar saja, roda depannya menabrak tiang tersebut membuatnya terpental dari sepedanya dan terjatuh tidak jauh dari tiang tersebut.     

Vincent berbaring sambil menatap langit yang gelap untuk menjernihkan pikirannya. Dia sadar keputusannya untuk memberitahu Benjie kurang bijak. Jadi dia mengurungkan niatnya dan bangkit berdiri untuk duduk di kursi.     

Vincent merenungkan apa yang terjadi di kamar Chloe beberapa saat lalu. Dia tidak suka dengan cara kerja Chloe dalam menghadapi lawannya, tapi tadi dia sudah bersikap keterlaluan. Dia mulai menyesalinya. Namun saat dia sadar Paul telah mengikutinya atas perintah Chloe, emosinya bangkit kembali.     

"Apa kau menyesal mengikuti pelatihan untuk melindungi nona pertama?"     

"Benar. Aku sangat menyesal. Aku harap dia akan mendapatkan ganjarannya."     

Vincent mendecak dalam hati. Dia segera bangkit berdiri karena sadar emosinya tidak akan reda jika terus berada bersama orang itu. Berada disisi orang yang selalu mendengarkan dan melakukan apapun yang diinginkan Chloe membuatnya tidak bisa berpikir jernih.     

Vincent membiarkan angin dingin menerpa wajahnya. Semakin jauh dia berjalan, semakin reda emosinya. Dia mulai berpikir dan kini rasa curiga mendatanginya.     

Vincent mengeluarkan ponselnya dari sakunya dan menyelidikinya. Sekilas ini memang terlihat seperti ponselnya, tapi berbeda. Pemilik ponsel ini yang sebenarnya adalah Benjamin.     

Sejak awal saat Vincent dibelikan hape oleh ibunya, secara kebetulan dia memilih hape dengan tipe serta model yang sama persis seperti Benjamin. Karena itu disaat keduanya bertemu, terkadang mereka saling salah mengambil ponselnya.     

Apakah tadi siang dia juga salah mengambil hape miliknya?     

Lalu hal kedua yang membuatnya curiga, siapa pengirim video ini? Mengapa orang ini mengirim video ini pada Benjamin? Dan bagaimana orang ini bisa mengetahui kalau Benjie bukanlah anak kandung Davone?     

Tidak lama kemudian hapenya... hape milik Benjamin bergetar. Karena penasaran dengan isi pesannya, Vincent menekan tombol surat pada layar dan membacanya.     

'Benjie, bisakah kau menemuiku di hotel Hoekden? Aku akan menjelaskannya padamu.'     

Vincent mengernyitkan alisnya saat membacanya. Apa maksudnya Chloe akan menjelaskan sesuatu pada Benjamin? Bukankah Chloe melarangnya untuk memberitahu Benjamin yang sebenarnya?     

Dan lagi, mengapa Chloe mengajaknya bertemu di luar Eastern Wallace? Bukankah Chloe tahu betul begitu dia keluar dari Eastern Wallace, nyawanya terancam bahaya dua kali lebih besar?     

Tadinya Vincent tidak ingin memperdulikannya, tadinya dia ingin pulang kembali dan meminta maaf pada keluarganya karena pergi begitu saja.     

Tapi dia juga merasa bersalah pada Chloe. Jika seandainya dia mengancam wanita itu dengan memberitahukan Benjamin, mungkin Chloe tidak akan keluar dari rumahnya. Karena itu dia memutuskan untuk menuju ke hotel.     

Dia ingin meminta maaf karena telah bersikap kasar sekaligus memberitahu pada Chloe bahwa Benjamin belum tahu dan tidak akan pernah tahu. Vincent juga akan mencoba membujuk Chloe agar bisa menolong Evelyn dan menerimanya kembali.     

Meski dia tidak suka dengan apa yang dilakukan Chloe, Vincent tahu Chloe sering mendengarkan usulannya dan mengikuti sarannya. Karena itu dia berharap kali ini dia juga bisa membujuknya.     

Begitu tiba di hotel, Vincent menuju ke kamar sesuai petunjuk Chloe. Karena hotel ini hanyalah hotel rendahan, dia tidak memerlukan akses khusus menuju ke lantai kamar dengan menggunakan lift.     

Vincent mengetuk pintu kamar beberapa kali tanpa respon apapun. Akhirnya dia mencoba memutar knob pintu yang ajaibnya bisa terbuka tanpa masalah.     

Vincent membuka pintu dan masuk ke dalam dengan perlahan-lahan. Dia merasa heran ada cairan merah mengalir di lantai. Anehnya dia merasa bau yang dihirupnya seperti darah segar membuat dadanya sesak. Apakah mungkin cairan merah itu adalah darah?     

"Chloe? Chloe?!" Kini mata Vincent menangkap tubuh Chloe di atas ranjang berlumuran darah.     

Vincent hendak menelpon rumah sakit untuk mencari bantuan saat merasakan nyeri pada bagian perutnya.     

Tanpa menoleh ke arah perutnya, Vincent segera bergerak menjauh setelah memberikan pukulan pada seseorang yang menancapkan sebuah pisau ke tubuhnya.     

Vincent masih bisa melancarkan serangan beberapa kali sebelum akhirnya dia mulai merasa lemas. Tiba-tiba seorang yang tidak diketahuinya memukul kepalanya dengan benda berat membuatnya terjatuh.     

"Dia bukan Benjamin."     

Sebelum kehilangan kesadaran, Vincent masih bisa mendengar salah satu penyerang berbicara.     

"Sial! Dia anak keluarga Regnz!?"     

"Bagaimana bisa?"     

"..."     

Vincent tidak bisa lagi mendengar selanjutnya karena dia sudah tidak sadarkan diri. Para penyerang membawa tubuh Vincent tanpa memperdulikan darah Vincent menetes disekitar kamar. Mereka berniat membuang tubuh Vincent di jalanan berharap Vincent tidak pernah ditemukan dan Regnz tidak pernah melacak mereka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.