Aku Hanya Bisa Mencintaimu
Aku Hanya Bisa Mencintaimu
Mungkin dia memang agak menyalahkan Vincent atas pertengkaran malam itu; Cathy juga bisa menerima saudaranya dan LS menyalahkan Vincent; tapi dia tidak pernah berpikir sekalipun bahwa Vincent adalah pelaku utama kematian ibunya.
"Karena aku yang membunuh ibumu."
Karena itu, Cathy sama sekali tidak menduga akan mendapatkan jawaban ini. Kalimat itu sangat menyakitkan dan menyesakkan dadanya. Dia berharap dia sedang bermimpi sekarang.
Cathy bangkit berdiri kemudian berjalan mondar-mandir untuk menenangkan diri. Dia berusaha menyatukan semua informasi yang pernah dia terima. Waktu itu dia jelas melihat lukisan ibunya di galeri pribadi Vincent. Ibunya merupakan salah satu dari enam wanita yang sangat disayangi Vincent. Jadi kenyataan Vincent adalah pembunuh ibu kandungnya sama sekali tidak masuk akal.
Cathy teringat dia pernah bertanya pada Felicia kapan Vincent melukis keenam wanita tersebut. Lukisan Flourence serta Vienna selesai saat Vincent berusia dua belas tahun. Rupanya Vincent memiliki bakat melukis dan sangat jenius di bidangnya.
Sementara lukisan Vanessa dan Felicia baru dibuat saat Vincent telah lulus kuliah. Lukisan Abigail baru jadi dua tahun yang lalu, dan Vincent berencana melukis keponakannya lagi saat Abi sudah beranjak dewasa.
Lukisan Chloe dibuat saat Vincent dalam kesedihan menerima kabar kematian wanita itu, berarti Vincent berusia sekitar lima belas atau enam belas tahun.
Itu berarti Vincent masih menyayangi Chloe sewaktu pembunuhan itu terjadi... atau apakah mungkin...? Tiba-tiba dia teringat sesuatu menghentikan langkahnya.
Saat Vincent menerima kabar kematian Chloe, Vincent dalam keadaan amnesia. Jadi dia tidak mungkin bisa ingat apa saja yang terjadi di tempat terjadinya pembunuhan ibunya.
Sekarang Vincent mengatakan bahwa dia yang membunuh ibunya, apakah itu berarti ingatan Vincent kembali? Apakah itu berarti pembunuh ibunya sebenarnya memang adalah Vincent?
Cathy berbalik untuk mencari tahu seperti apa ekspresi Vincent saat ini dan tanpa sadar dia melangkah mundur saat Vincent berjalan menghampirinya.
"Kau takut padaku?" tanya Vincent dengan datar tanpa ekspresi membuat Cathy berusaha menerka-nerka jalan pikiran pria didepannya.
"Orang-orang kemarin di tempat itu, apa kau yang melakukannya?"
"Maksudmu menghajar mereka hingga membuat mereka semua pingsan atau disaat aku membunuh mereka?" yang sebenarnya Vincent memang melukai mereka dengan senjata tajamnya, tapi tidak sampai mati. Vincent tidak membunuh siapapun saat menyusup ke tempat rahasia Martin. Tentu saja Cathy tidak mungkin mengetahuinya.
"Kau membunuh mereka?!" kedua tangan Cathy mengepal mencengkeram terusannya.
Dugaannya kemarin memang benar. Orang yang kini berdiri dihadapannya bukanlah Vincent yang dikenalnya. Orang ini sangat menakutkan membuatnya ingin melarikan diri.
Vincent sendiri juga melihat sinar ketakutan menari di mata Cathy... persis seperti perkiraannya. Kemudian dia menjauh dan berbalik memunggungi Cathy dengan ekspresi sedih. Vincent mengenakan jaketnya kembali dan beranjak ke pintu.
"Aku akan meminta Sophia menjemputmu, sepertinya setelah ini kita tidak perlu bertemu lagi."
Cathy berdiam terpaku untuk beberapa saat. Apa yang sudah dia lakukan? Bukankah dia ingin berbicara dengan Vincent secara terbuka? Bukankah dia ingin tahu kejadian sebenarnya sembilan belas tahun yang lalu? Bukankah dia ingin hidup bersama Vincent dengan tenang tanpa mengkhawatirkan dendam masa lalu?
Cathy segera berlari dan memeluk pinggang Vincent dari belakang mencegahnya untuk meninggalkannya. Tidak lagi. Dia tidak ingin ditinggalkan oleh orang yang dicintainya. Waktu itu dia melepas kepergian Vincent dan membutuhkan satu tahun untuk bertemu lagi. Jika dia membiarkan pria ini pergi sekarang juga, entah kapan mereka bisa bertemu lagi. Ditambah lagi, sepertinya Vincent tidak berniat untuk bertemu dengannya lagi. Cathy merasa dirinya benar-benar terjatuh ke jurang tak berdasar dan tak berdaya.
"Kumohon jangan pergi. Jika kau membenciku atau merasa aku kurang pantas tinggal disisimu, beri aku kesempatan. Aku akan menebusnya, aku.. aku tidak akan menyalahkanmu. Kumohon, jangan tinggalkan aku lagi."
Vincent menutup pintu kembali setelah mengambil napas panjang.
"Aku tidak mengerti." jawabnya dengan nada lemah. "Bukankah kau yang membenciku? Kau bahkan takut padaku sekarang."
"Aku memang takut. Kau bukan Vincent yang kukenal, aku merasa aku bertemu dengan orang asing dan aku sangat takut."
"Karena itulah.." Vincent mencoba menguraikan tangan Cathy yang melingkar di pinggangnya, namun Cathy malah semakin memperat pelukannya. "aku akan pergi..."
"Tapi aku lebih takut tidak bisa bertemu denganmu lagi." potong Cathy membuat usaha Vincent untuk melepaskan tangannya terhenti.
"Sebagian diriku berusaha membencimu dan menyalahkanmu atas kematian ibu kandungku, tapi hatiku berteriak dengan keras memanggil namamu, memintaku untuk bertemu denganmu. Bahkan saat ini juga hatiku menangis memohon agar kau tidak pergi lagi dari kehidupanku." Cathy mengucapkannya dengan isakan kecil. "Jika.. jika seandainya masih ada sedikit saja.. jika kau masih menyayangiku, bisakah kau tinggal? Bisakah kita membicarakannya dengan baik? Aku..aku tidak ingin mengalami perpisahan ini lagi."
Vincent mengelus tangan Cathy yang melingkar erat di pinggangnya.
"Bisakah kau melepaskanku? Kita bisa bicara lagi sambil duduk jika memang itu yang kau inginkan."
"..." Cathy masih tidak bergerak. Sepertinya dia benar-benar merasa takut akan ditinggalkan dan tidak percaya pada kalimat Vincent.
"Aku tidak akan pergi. Aku janji." lanjut Vincent dengan nada meyakinkan.
Akhirnya Cathy melonggarkan tangannya dan dengan cepat mengalungkan tangannya pada lengan Vincent, menariknya untuk duduk di sebelahnya.
"Kau.. saat kau bilang kau yang membunuh ibuku.. kau sedang berbohong kan?"
Vincent tersenyum, "Bagaimana kau tahu kalau aku berbohong atau tidak?"
"Aku tidak tahu. Aku hanya merasa kau sedang berusaha membuatku membencimu kemudian menggunakan alasan itu untuk berpisah denganku."
Seketika senyuman Vincent lenyap dan ekspresinya kembali datar. Cathy menjadi was-was dan khawatir menyadari perubahan ekspresi pada Vincent. Jadi tebakannya memang benar? Mengapa? Mengapa pria itu ingin putus dengannya? Apakah mungkin...
'Vincent akan menderita jika bersamamu. Dia akan hidup dalam bayangan masa lalu. Apa kau ingin Vincent hidup menderita di sisimu?'
Cathy teringat kembali ucapan pamannya. Selama ini dia berpikir bahwa dialah yang harus meninggalkan Vincent. Semua anggota LS serta saudaranya tidak ingin melihat dia bersama dengan Vincent karena dia akan hidup menderita bersamanya.
Namun dia melupakan satu hal. Keluarga Vincent bahkan mungkin Vincent sendiri, juga akan menderita jika bersamanya. Apakah mungkin Vincent ingin meninggalkannya karena pria itu sudah tidak ingin bersamanya?
Jika memang begitu apakah dia harus merelakannya? Apakah dia harus melepaskan pria yang dicintainya?
Kedua tangan Cathy yang tadinya mengerat di lengan Vincent kini melonggar dan terlepas dari lengan pria itu.
"Jadi.. kau memang bermaksud untuk meninggalkanku? Kau bilang kau sengaja tidak menghubungiku untuk melindungiku, apakah itu juga hanya alasan? Apa... perasaanmu terhadapku sudah berubah? Apakah janji yang pernah kau katakan di tepi danau sudah tidak berlaku lagi karena aku adalah putri Chloeny? Karena aku adalah anak dari seorang wanita yang merusak masa depanmu dan juga membuatmu menderita?"
"Kenapa kau masih ingin mempertahanku? Kenapa kau masih menginginkan pembunuh ibu kandungmu tinggal di sisimu?" ungkap Vincent sambil menghapus air mata Cathy dengan lembut.
Sungguh, apa yang diucapkan dengan sikapnya sangat berlawanan. Nada suara Vincent terdengar dingin dan mengandung ancaman bahaya, tapi sikapnya terlebih saat menghapus air matanya sama sekali tidak berubah. Masih lembut dan hangat persis seperti yang diingatnya.
"Kalau begitu aku akan menanyakannya sekali lagi. Aku ingin kali ini kau menjawabnya dengan jujur." tukas Cathy sambil menarik kedua tangan Vincent yang masih menyentuh pipinya dan menggenggamnya dengan erat. "Apakah kau menggunakan kedua tanganmu ini untuk membunuh ibu kandungku?"
Vincent menggelengkan kepalanya membuat Cathy bernapas lega.
"Apakah itu sulit? Mengapa kau bersikap seolah kau yang membunuhnya? Kenapa kau berusaha menghindariku? Jika karena kau sudah tidak menyukaiku, atau kau merasa menderita bersamaku kau bisa berterus terang. Aku.. akan melepaskanmu jika memang itu keinginanmu. Tapi..."
Cathy mendekatkan posisi tubuhnya ke arah Vincent dan memandang lurus ke arah mata Vincent dengan lekat.
"Kalau kau merasa kau harus menghindariku karena kau merasa bersalah atau tidak ingin membuatku menderita, buang semua rencanamu untuk membuatku membencimu. Karena aku tidak akan pernah bisa membencimu. Karena aku, seorang Catherine... Rinrin kecil hanya bisa jatuh cinta pada Vincentius Regnz. Tidak ada lagi seseorang di dunia ini yang bisa menggantikanmu di hatiku. Aku tidak akan bisa jatuh cinta pada orang lain kalau bukan kau. Sepertinya aku sudah merendahkan diriku sendiri dengan mengatakannya tapi aku sudah tidak peduli jika kau memandang rendah..."
Kalimat Cathy terpotong saat merasakan tubuhnya berpindah posisi ke atas pangkuan Vincent dan masuk ke dalam dekapan pria itu. Dua tangan kokoh memeluknya dengan sangat erat. Kepala Vincent tersembunyi di atas bahunya dan Cathy bisa merasakan tubuh Vincent agak gemetar. Hidungnya dipenuhi dengan aroma lemon yang khas membuat air matanya mengalir kembali. Bukan air mata kesedihan, namun air mata bahagia karena kini dia yakin Vincent telah kembali padanya.
Cathy merasa utuh dan perasaan gundah ataupun dirinya yang menyalahkan Vincent telah lenyap tak berbekas. Dia sudah tidak memperdulikan masa lalu lagi ataupun pertentangan antara dua pihak keluarga mereka. Yang dia tahu sekarang kehidupannya merasa lengkap dan sempurna didalam pelukan Vincent.. disisi pria itu.
Setelah saling berpelukan dan melepas rindu antara satu sama lain, Vincent menguraikan pelukannya dan membiarkan Cathy menyenderkan kepalanya di bahunya. Vincent teringat saat Rinrin yang sedang merengek manja dan terus menempel padanya. Dia tidak menyangka bahkan Rinrin versi dewasapun juga melakukan hal yang sama.
'Karena aku, seorang Catherine... Rinrin kecil hanya bisa jatuh cinta pada Vincentius Regnz.'
Tadinya Vincent berpikir Cathy akan membencinya dan meninggalkannya. Meskipun dia ingin bersama gadis itu, dia tidak ingin membuat Cathy menderita bersamanya. Karena itu dia memberi Cathy kesempatan, jika gadis itu ingin pergi meninggalkannya namun tidak memiliki keberanian, maka dia yang akan pergi. Dia menggunakan cara untuk membuat Cathy meragukannya dan memudahkannya untuk berpisah dengannya.
Tapi saat mendengar pengakuan Cathy, hatinya diselimuti kebahagiaan yang besar, bahkan jauh lebih besar daripada saat Cathy menerima pernyataannya di danau tahun lalu.
Kini Vincent tidak peduli apakah hubungan mereka akan dilanda berbagai macam tantangan kedepannya... selama Cathy masih menginginkannya, dia juga tidak akan ragu lagi. Bersama-sama dia akan mempertahankan hubungan keduanya.
Lagipula, di dunia ini hanya Cathy yang menempati angka tujuhnya... seseorang yang bisa menyempurnakan kehidupannya dan melengkapi hatinya.
"Aku juga hanya bisa mencintaimu, Cath." bisik Vincent dengan lembut sembari mengecup puncak kepala Cathy.
Wajah Cathy merona saat mendengar Vincent mengubah nama panggilannya. Dia bisa mendengar nada suara pria itu dipenuhi dengan rasa cinta yang tak bisa diukur oleh apapun saat menyebut nama panggilannya.
"Vincent,"
"Hm?"
"Apa kau keberatan jika aku ingin tahu apa yang terjadi padamu saat kau berusia empat belas tahun? Aku dengar kau mengalami amnesia, apakah kau sudah mengingatnya kembali?"
"Hm. Sebagian besar aku lumayan mengingatnya." sebenarnya Vincent tidak ingin mengingatnya ataupun membahasnya lagi. Dan Cathy merasakan keseganannya.
"Kau tidak harus menceritakannya padaku kalau itu membuatmu sedih."
Vincent tersenyum mendengarnya. "Aku tetap akan menceritakannya. Kau berhak mengetahui apa yang terjadi sembilan belas tahun yang lalu."
Tanpa berpindah dari pangkuan Vincent, Cathy menegakkan posisi duduknya dan mendengarkan Vincent dengan seksama.